Wislahcom / Referensi / : Tarekat sebagai sebuah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah telah berkembang sangat pesat. Tarekat bukan hanya sebagai metode pembersihan hati dengan zikir, wirid, shalawat semata, namun sudah melembaga menjadi lembaga-lembaga formal sufi. Agar terhindar dari ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan al-Quran dan Sunah, kaum sufi mengelompokkan tarekat menjadi Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naqsabandiyah, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat Syatariyyah, Tarekat Khalwatiyah, Tarekat Tijaniyah, dan Tarekat Samaniyah.
Nah siapa tokoh Tarekat Syatariyyah? Apa ajaran Tarekat Syatariyyah?
Simak uraian singkat tentang : Tokoh Tarekat Syatariyyah dan Ajaran Tarekat Syattariyah.
Tokoh Tarekat Syatariyyah
Tarekat ini dipimpin oleh kepada Syaikh ‘Abd Allah Al-Syatari (890 H/1485 M), seorang ulama yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Al-Syihab al-Din Abu Hafsh, Umar Suhrawardi (539-632 H/1145/1234 M), ulama yang mempopulerkan Tarekat Suhrawardiyah.
Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoxiana (Asia Tengah) dengan nama Insyiqiyah, sedangkan di wilayah Turki Usmani tarekat ini disebut Bistamiyyah. Kedua nama ini diturunkan dari nama Abu Yazid al-Isyqi yang dianggap sebagai tokoh utamanya. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya tarekat Syatariyyah tidak menganggap sebagai cabang dari persatuan sufi manapun. Tarekat ini dianggap suatu tarekat tersendiri yang memiliki karakteristik-karakteristik tersendiri dalam keyakinan dan praktik.
Kondisi tarekat yang memisahkan diri dari persatuan sufi berakibat tidak berkembangnya tarekat ini di tanah kelahirannya, bahkan semakin memudar akibat hadirnya tarekat Naqsabandiyah. ‘Abdullah Asy-Syatar dikirim ke India oleh gurunya. Semula ia tinggal di Jawnfur, kemudian pindah ke Mondu, sebuah kota Muslim di daerah Malwa (Multan). Di India inilah beliau memperoleh popularitas dan berhasil mengembangkan tarekatnya disana. ‘Abdullah Asy-Syatar tinggal di India sampai akhir hayatnya (1428 M).
Sepeninggal Abdullah Asy-Syatar, tarekat Syatariyah disebarkan oleh murid-muridnya yaitu: Muhammad al-‘Ala, yang dikenal sebagai Qazan Syatiri dan Muhammad Ghauts dari Gwalior (1562 M), keturunan keempat dari sang pendiri.
Tradisi tarekat yang bernafas India ini dibawa ke tanah suci oleh seorang tokoh sufi terkenal, Sibgatullah bin Ruhullah (1606 M), salah seorang murid Wajihuddin dan mendirikan zawiyah di Madinah. Tarekat ini kemudian disebar luaskan dan dipopulerkan dengan bahasa Arab oleh muridnya Ahmad Syimnawi. Begitu juga oleh salah seorang khilafahnya seorang guru asal Palestina, Ahmad al-Qusyaisy, yang kemudian memegang pucuk kepemimpinan tarekat Syatariyah ini.
Setelah Ahmad al-Qusyaisy meninggal, Ibrahim al-Kurani asal Turki tampil menggantikannya sebagai pemimpin tertinggi dan pengajar Tarekat Syatariyah yang terkenal di wilayah Madinah.
Ahmad al-Qusyaisyi dan Ibrahim al-Kurani adalah guru dari Abdul Rauf as-Singkili (1693 M) yang kemudian berhasil mengembangkan Syatariyah di Indonesia. Semasa hidupnya Abdul Rauf as-Singkili pernah menuntut ilmu terutama tasawuf di tanah suci Mekah saat dirinya melaksanakan ibadah haji pada tahun 1643. Ia menetap di Arab Saudi selama 19 tahun dan berguru kepada berbagai tokoh agama dan ahli tarekat ternama. Setelah Ahmad Qusyaisy meninggal, Abdul Rauf as-Singkili kembali ke Aceh dan melanjutkan usaha guru sebelumnya mengembangkan tarekat Syatariyah. Semasa kepemimpinannya tarekat Syatariyah semakin berkembang. Kemasyhurannya dengan cepat merambah keluar wilayah Aceh melalui usaha murid-muridnya yang turut mengembangkan tarekat yang dibawanya, antara lain: tarekat Syatariyah di Sumatera Barat dikembangkan oleh muridnya Syaikh Burhanuddin dari Pesantren Ulakan. Di Jawa Barat, di daerah Kuningan sampai Tasikmalaya, tarekat Syatariyah dikembangkan oleh Abdul Muhyi. Dari Jawa Barat, tarekat ini terus berkembang hingga ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sulawesi Selatan, tarekat Syatariyah disebarkan langsung oleh seorang tokoh tarekat yang cukup terkenal dan juga murid langsung dari Ibrahim al-Kurani yakni; Yusuf Tajul Khalwati (1699 M).
Ajaran Tarekat Syattariyah
Konsep ajaran tarekat Syattariyah yang perlu dipahami adalah sebagai berikut:
- Tuhan adalah satu tidak ada sekutu bagi-Nya, yakni tiada Tuhan selain Allah. Allah tidak mempunyai sifat tetapi mempunyai asma. Asma Allah berjumlah 99 seperti yang tertera dalam al-Quran. Tuhan dapat dilihat di alam dunia ini. Cara melihat Tuhan dengan membaca dzikir melalui rasa. Rasa sendiri adalah intinya manusia. Manusia sulit sekali untuk mencapai tingkatan dapat melihat Tuhan. Hanya hamba-hamba pilihan yang dapat melakukannya.
- Alam adalah ciptaan Tuhan. Semua gerak gerik alam di bawah pengawasan Tuhan dan digerakkan oleh Tuhan. Langit, bumi, matahari dan bintang diciptakan secara bersama-sama.
- Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan diberi nur (cahaya) Muhammad yang dimasukkan langsung ke dalam tubuh manusia. Nur Muhammad berasal dari Tuhan dan nanti bila manusia mati ia akan kembali kepada Tuhan. Manusia yang diciptakan pertama kali ialah Adam Manusia dan semua perbuatannya yang mengendalikan adalah Tuhan. Manusia hidup di dunia tidak dilarang memiliki harta yang banyak selama digunkan untuk kepentingan Allah dan agama.
- Dzikir yaitu alat untuk membuka hati. Dzikir yang diajarkan ada 7 (tujuh) macam, yaitu; dzikir thawaf, itsbat, dzikir itsbat faqad, dzikir itsmu zat, dan dzikir itsm ghaib.