Profil Pondok Pesantren | Sejarah Pondok Pesantren Tebuireng Jombang | Pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang | KH. Hasyim Asy’ari |
Sejarah Pondok Pesantren Tebuireng Jombang
Pesantren Tebuireng adalah salah satu pesantren terbesar di Kabupaten Jombang. Pesantren Tebuireng didirikan pada 26 Rabi‟ul Awal 1317 H atau bertepatan dengan tangal 3 Agustus 1899 dan kini telah berusia 118 tahun. Lembaga tersebut dirintis oleh K.H.M. Hasyim Asy‟ari.
Awal mula kegiatan dakwah Kyai Hasyim Asy‟ari dipusatkan di sebuah bangunan kecil yang terdiri dari dua buah ruangan kecil dari anyamanyaman bambu (Jawa, gedek), bekas sebuah warung pelacuran yang luasnya kurang lebih 6 x 8 meter, yang ia beli dari seorang dalang terkenal. Satu ruang depan untuk kegiatan pengajian, sementara yang belakang sebagai tempat tinggal Kyai Hasyim Asy‟ari bersama istri tercinta Ibu Nyai Khodijah.
Dusun Tebuireng dulu dikenal sebagai sarang perjudian, perampokan, pencurian, pelacuran dan semua perilaku negatif lainnya. Namun sejak kedatangan Kyai Hasyim Asy‟ari bersama beberapa santri tahun 1899 M, tepatnya pada tanggal 5 Agustus 1899/26 Rabi‟ul Awwal 1317, secara bertahap pola kehidupan masyarakat dusun tersebut mulai berubah semakin baik, semua perilaku negatif masyarakat di Tebuireng terkikis habis dalam masa yang relatif singkat.
Santri yang mulanya hanya beberapa orang dalam beberapa bulan saja jumlahnya meningkat menjadi 28 orang, sebagian besar adalah murid-murid yang tadinya diajar K.H.M. Hasyim Asy’ari di PP Keras milik ayahnya. Selain materi pelajaran mengenai pengetahuan agama Islam, ilmu syari‟at, dan bahasa Arab, pelajaran umum juga dimasukkan ke dalam struktur kurikulum pengajarannya. Pesantren Tebuireng telah banyak memberikan konstribusi dan sumbangan kepada masyarakat luas baik, terutama dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia.
Pondok Pesantren Tebuireng didirikan oleh K.H.M. Hasyim Asy‟ari pada tahun 1899 M. Pesantren ini didirikan setelah ia pulang dari pengembaraannya menuntut ilmu di berbagai pondok pesantren terkemuka dan di tanah Mekkah, untuk mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya. Tebuireng dahulunya merupakan nama dari sebuah dusun kecil yang masuk wilayah Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Letaknya delapan kilometer di selatan kota Jombang, tepat berada di tepi jalan raya Jombang–Kediri. Menurut cerita masyarakat setempat, nama Tebuireng berasal dari “kebo ireng” (kerbau hitam).
Versi lain menuturkan bahwa nama Tebuireng diambil dari nama punggawa kerajaan Majapahit yang masuk Islam dan kemudian tinggal di sekitar dusun tersebut. Dusun Tebuireng sempat dikenal sebagai sarang perjudian, perampokan, pencurian, pelacuran dan perilaku negatif lainnya. Namun sejak kedatangan K.H. M. Hasyim Asy‟ari dan santri-santrinya, secara bertahap pola kehidupan masyarakat dusun tersebut berubah semakin baik dan perilaku negatif masyarakat di Tebuireng pun terkikis habis.
Awal mula kegiatan dakwah K.H.M. Hasyim Asy‟ari dipusatkan di sebuah bangunan yang terdiri dari dua buah ruangan kecil dari anyam-anyaman bambu (Jawa: gedek), bekas sebuah warung yang luasnya kurang lebih 6 x 8 meter, yang dibelinya dari seorang dalang. Satu ruang digunakan untuk kegiatan pengajian, sementara yang lain sebagai tempat tinggal bersama istrinya, Nyai Khodijah.
Atas kepopulerannya K.H.M. Hasyim Asy’ari, maka Pesantren Tebuireng tidak saja dianggap sebagai pusat pendidikan keagamaan, melainkan menjadi pula semacam pusat kegiatan politik menentang penjajah yang oleh masyarakat dianggap memiliki kekuatan spiritual. Untuk itu dari Pesantren Tebuireng itulah kemudian lahir partai-partai besar Islam di Indonesia seperti Nahdlatul Ulama (NU), Masyumi (Majelis Syuro Muslim Indonesia), Majelis Islam ’Ala Indonesia (MIAI), Sabilillah, Hizbullah dsb.
Sebagaimana James Fox, seorang antropolog dari Australian National University (ANU), menganggapnya seorang wali. Dia menggambarkan K.H. M. Hasyim Asy’ari sebagai berikut:
Jika Kyai pandai masih dianggap sebagai wali, ada satu figur dalam sejarah Jawa kini yang dapat menjadi kandidat utama untuk peran wali. Ini adalah ulama besar, Hadratussyaikh Kyai Hasyim Asy’ari memiliki ilmu dan dipandang sebagai sumber berkah bagi mereka yang mengetahuinya, Hasyim Asy’ari semasa hidupnya menjadi pusat pertalian yang menghubungkan para Kyai utama seluruh Jawa. Kyai Hasyim juga dianggap memiliki keistemewaan luar biasa. Menurut garis keturunannya, tidak saja ia berasal dari garis keturunan ulama pandai, dia juga keturunan Prabu Brawijaya.
Seiring dengan perjalanan waktu, santri yang berdatangan menimba ilmu semakin banyak dan beragam. Kenyataan tersebut telah mendorong Pondok Pesantren Tebuireng beberapa kali telah melakukan perubahan kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan. Sebagaimana pesantrenpesantren pada zaman pendiriannya, sistem pengajaran awal yang digunakan adalah metode sorogan (santri membaca sendiri materi pelajaran kitab kuning di hadapan guru), serta metode weton atau bandongan atau halaqah (kyai membaca kitab dan santri memberi makna). Semua bentuk pengajaran tersebut tidak dibedakan dalam jenjang kelas. Kenaikan tingkat pendidikan dinyatakan dengan bergantinya kitab yang hatam (selesai) dikaji dan diikuti santri. Materi pelajarannya pun khusus berkisar tentang pengetahuan agama Islam, ilmu syari‟at dan bahasa Arab.
Perubahan sistem pendidikan di pesantren ini pertama kali diadakan K.H.M. Hasyim Asy‟ari pada tahun 1919, yaitu dengan penerapan sistem madrasi (klasikal) dengan mendirikan Madrasah Salafiyah Syafi‟iyah. Sistem pengajaran disajikan secara berjenjang dalam dua tingkat, yakni Sifir Awal dan Sifir Thany.
Tahun 1929, kembali dilakukan pembaharuan, yaitu dengan dimasukkannya pelajaran umum ke dalam struktur kurikulum pengajaran, hal ini suatu tindakan yang belum pernah ditempuh oleh pesantren lain pada waktu itu. Sempat muncul reaksi dari para wali santri, bahkan para ulama dari pesantren lain. Hal demikian dapat dimaklumi mengingat pelajaran umum saat itu dianggap sebagai kemunkaran, budaya Belanda dan semacamnya. Hingga terdapat wali santri yang sampai memindahkan putranya ke pondok lain. Namun, madrasah ini berjalan terus karena Pesantren Tebuireng beranggapan bahwa ilmu umum akan sangat diperlukan bagi para lulusan pesantren.
Dalam perjalanan sejarahnya, hingga kini Pesantren Tebuireng telah mengalami 7 kali periode kepemimpinan. Secara singkat, periodisasi kepemimpinan Tebuireng sebagai berikut: a. KH. Muhammad Hasyim Asy‟ari : 1899–1947; b. KH. Abdul Wahid Hasyim : 1947–1950; c. KH. Abdul Karim Hasyim : 1950–1951; d. KH. Achmad Baidhawi : 1951–1952; e. KH. Abdul Kholik Hasyim : 1953–1965; f. KH. Muhammad Yusuf Hasyim : 1965–2006; g. KH. Salahuddin Wahid: 2006–sekarang..
Lembaga Pendidikan di Pondok Pesantren Tebuireng
Lembaga Pendidikan di Pesantren Tebuireng terdapat 2 pengelolaan, meliputi: a) Lembaga pendidikan yang di bawah pengelolaan sekolah/madrasah, b) Lembaga pendidikan di bawah pengelolaan pesantren.
Lembaga Pendidikan yang dikelola Sekolah/Madrasah
– MASS Tsanawiyah
Madrasah Tsanawiyah Salafiyah Syafi‟iyyah (MASS Tsanawiyah), unit sekolah tertua di Tebuireng.
– Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi‟iyyah (MASS)
Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi‟iyyah (MASS) bertujuan membentuk manusia muslim yang berilmu, beramal, bertaqwa.
– SMP A. Wahid Hasyim (Sekolah Standar Nasional)
SMP A. Wahid Hasyim selalu mengikuti perkembangan pndidikan, mulai dari model variasi, system pembelajaran, kegiatan ekstra kurikuler sampai pemenuhan sarana prasarana sekolah.
– SMA A. Wahid Hasyim
Didirikan pada tahun 1975, SMA A. Wahid HAsyim Teburieng telah melahirkan ribuan alumni yang tersebar di seluruh tanah air dengan berbagai profesi mulai birokrat, legislatif, pengusaha, ulama, dll.
Lembaga Pendidikan yang Dikelola Pesantren
– Madrasah Diniyah
Pesantren Tebuireng memprogramkan Madrasah Diniyah untuk menambah pengetahuan dan keilmuan di bidang agama selain yang didapat santri atau siswa di sekolah.
-Madrasah Mu’allimin
Madrasah Mua‟allimin lahir atas dasar keinginan mengembalikan pendidikan pesantren sebagai lembaga Tafaqquh fi al-di>n dan adanya tuntutan dari berbagai pihak terutama alumni yang menginginkan Pesantren Tebuireng menghidupkan kembali sistem pendidikan yang telah terbukti membentuk dan menghantarkan para alumninya sukses dalam berbagai bidang. Lembaga ini berdiri dibawah kepemimpinan Dr. Ir. K.H Salahuddin Wahid.
– Ma’had Aly Hasyim Asy’ari
Dasar Ma‟had Aly adalah Islam dan Pancasila. Dengan dasar Islam dimaksudkan bahwa Ma‟had Aly diadakan, diselenggarakan dan dikembangkan berangkat (point of depture) dari ajaran Islam, proses pengelolaannya secara islami dan menuju apa yang diidealkan oleh pendidikan yang islami. Dengan dasar Pancasila dimaksudkan bahwa Ma‟had Aly diselenggarakan, dikembangkan dan diamalkan dalam wacana Pancasila sebagai landasan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi seluruh warga Indonesia.