Konsep Dasar dan Kedudukan Etnograf, Konsep Budaya, Pengertian, Ciri Utama, Kedudukan, Kegunaan dan Perbedaan

Perkalian dan Pembagian Bilangan Desimal, Contoh dan Cara Menghitungnya (Rangkuman Materi Matematika SD/MI Kelas 4 Bab 16) Kurikulum Merdeka

Konsep Dasar dan Kedudukan Etnograf | Konsep Budaya Sebagai Objek Kajian Etnograf | Pengertian Etnografi | Pengertian Etnografi Menurut Para Ahli | Ciri Utama dan Kedudukan Etnografi dalam Antropologi | Kedudukan Etnogafer dalam Penelitian dan Masyarakat | Kegunaan Etnografi | Perbedaan Etnografi dengan Pendekatan Studi Kasus |

Konsep Budaya Sebagai Objek Kajian Etnograf

Budaya dalam bahasa Inggris sama yakni culture, yang berasal dari bahasa Latin colere yang berarti ‘mengolah, atau mengerjakan’, khususnya mengolah tanah karena konteks pada masa itu bertani. Sementara itu “kebudayaan” dan “budaya” berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah, bentuk jamak dari buddhi, yang berarti ‘budi’ atau ‘akal’ dan daya yang berarti ‘kekuatan’. Koentjaraningrat mengulas pendapat sarjana yang membedakan budaya dan kebudayaan (2009). Budaya adalah budi dan daya yang berupa cipta, karsa, dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu (Koentjaraningrat, 2009). Namun, acapkali kata “budaya” dijadikan singkatan dari kata “kebudayaan” itu sendiri.

Lebih jauh, Koentjaraningrat (1993) berpendapat kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Sedangkan E.B. Tylor dalam Haviland (1985) berpendapat bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat, segala kecakapan, dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota kelompok masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi dalam Ranjabar (2006), kebudayaan dapat diartikan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta manusia yang menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau jasmaniah yang diperlukan oleh manusia guna menguasai alam sekitarnya agar hasilnya dapat digunakan untuk keperluan masyarakat.


Koentjaraningrat (1993) dalam Pengantar Antropologi membagi kebudayaan dalam tujuh unsur universal dan tiga wujud. Tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua kebudayaan bangsa yang ada di dunia ini meliputi bahasa, kesenian, sistem religi atau kepercayaan, organisasi sosial, sistem pengetahuan, sistem teknologi dan peralatan hidup, dan sistem mata pencarian hidup. Sekarang, kalian sudah mengetahui bahwa tari-tarian atau kesenian yang lainnya merupakan salah satu dari tujuh unsur universal kebudayaan. Ketujuh unsur universal kebudayaan ini menjadi aspek atau fokus dari penelitian antropologi atau etnografi sehingga melahirkan subdisiplin dari antropologi seperti antropologi bahasa atau linguistik, antropologi religi atau agama, antropologi seni, antropologi sosial, dan antropologi ekonomi.

Di samping unsur universal dalam kebudayaan, Koentjaraningrat (1993) yang mengutip JJ. Honingman (1959) dalam The World of Man, menunjukan ada tiga gejala kebudayaan atau wujud ideal kebudayaan yang dikaji dalam antropologi yaitu:

  • Ide atau gagasan yang bersifat abstrak, meliputi pikiran, pengetahuan, nilai, keyakinan, dan norma masyarakat.
  • Aktivitas atau tindakan yang berpola, meliputi pola interaksi, pola komunikasi, tarian adat, upacara adat.
  • Artefak atau benda hasil budaya manusia seperti peralatan hidup.

Dalam kehidupan masyarakat, ketiga wujud kebudayaan tersebut terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Wujud kebudayaan yang berbentuk ide memberikan arahan bagi tindakan dan karya manusia. Sedangkan, aktivitas atau tindakan berpola yang menghasilkan benda-benda hasil kebudayaan berwujud fisik, dan sebaliknya kebudayaan fisik dapat mempengaruhi pola tindakan manusia dan bahkan cara berpikir manusia itu sendiri.

Pengertian Etnografi

Budaya merupakan pengetahuan yang diperoleh dan digunakan orang untuk menafsirkan pengalaman dan menghasilkan perilaku sosial (Spradley, 1979a). Makna dari suatu fenomena sosial budaya dalam masyarakat seringkali diungkapkan dalam beberapa hal oleh masyarakat. Beberapa makna diungkapkan secara langsung dalam bahasa, beberapa hal ada yang diterima begitu saja, dan ada makna yang tersirat dan dikomunikasikan secara tidak langsung melalui kata-kata dan tindakan (Creswell, 2009).

Spradley dalam Metode Etnografi mendefinisikan etnografi sebagai sebuah pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan (Spradley, 2007). Penelitian etnografi dilakukan untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli (Spradley, 2007: 4). Antropolog meneliti tentang perilaku manusia sedangkan etnografer memfokuskan lebih dalam lagi pada kebudayaan tentang cara hidup suatu masyarakat. Penelitian etnografi bukan hanya mempelajari masyarakat, melainkan belajar dari masyarakat itu. Seringkali kita kesulitan dalam menafsirkan makna tindakan masyarakat lain. Oleh karena itu, penelitian etnografi hadir untuk memahami tindakan mereka yang membentuk suatu kebudayaan. Makna-makna kebudayaan tersebut kemudian dihubungkan pada teoriteori kebudayaan (Spradley, 2007: 3). Dengan demikian, penelitian etnografi dalam bidang antropologi bukan hanya sebagai pendekatan penelitian kualitatif, melainkan metodologi yang mendasari terciptanya ilmu antropologi yakni menelusuri tentang studi kebudayaan lebih dalam lagi (Spradley, 2007:13). Etnografi tidak hanya sebagai sebuah metode penelitian, tetapi juga sebagai pendekatan dan perspektif dalam melihat fenomena sosial. Dalam antropologi budaya, etnografi bertujuan untuk menggambarkan kebudayaan masyarakat.

Pengertian Etnografi Menurut Para Ahli

James Spradley

Salah satu buku etnografi berbahasa Indonesia yang cukup banyak dirujuk adalah buku Metode Etnografi karya James Spradley. Jika kalian tertarik mendalami etnografi dapat membaca karya Spradley ini. Menurut James Spradley, etnografi adalah sebuah karya yang menggambarkan suatu budaya. Fokus kajian etnografi adalah mendeksripsikan dan menafsirkan suatu kelompok masyarakat dengan perhatian utama pada makna tindakan, peristiwa, dan cara hidup masyarakat yang ingin diteliti (Spradley, 2007). Menurut Spradley (1979), etnografer menanyakan dan menggali tentang makna perilaku suatu kelompok masyarakat. Lebih jauh, etnografer bukan sekadar mengamati dan melihat benda hasil kebudayaan (seperti artefak) maupun objek-objek alam, melainkan juga menemukan makna yang diberikan oleh masyarakat terhadap objek-objek tersebut.

Oleh karena itu, etnografer mengamati dan mencatat keadaan emosional atau suasana batin untuk menemukan makna dari suasana batin yang ditampilkan oleh pelaku (seperti ketakutan, kecemasan, kemarahan, dan perasaan lainnya). Dengan kata lain, untuk menggambarkan kebudayaan masyarakat secara menyeluruh, etnografer berusaha menemukan makna dari setiap perilaku, tindakan, keadaan emosional masyarakat, maupun makna yang dilekatkan terhadap hasil kebudayaan dari masyarakat yang dikajinya.

John W Creswell

Creswell (2009) mendefinisikan etnografi sebagai strategi penelitian di mana peneliti mempelajari suatu kelompok budaya pada setting alami selama periode waktu yang lama dengan mengumpulkan data observasi dan wawancara. Etnografi adalah pekerjaan dalam mendeskripsikan suatu kebudayaan. Tujuan dari penelitian etnografi adalah untuk memperoleh gambaran dari subjek penelitian dengan penekanan pada penggambaran pengalaman sehari-hari individu dengan mengamati dan mewawancarai mereka dan orang lain yang relevan secara menyeluruh atau holistik (Creswell, 2009). Studi etnografi mencakup wawancara mendalam dan observasi partisipan yang terus-menerus dan berkelanjutan dari suatu situasi dan dalam upaya menangkap gambaran keseluruhan untuk mengungkapkan bagaimana masyarakat menggambarkan dan menyusun dunia mereka (Creswell, 2009).

John D Brewer

Pengertian lain mengenai etnografi dari Brewer (2000), etnografi adalah studi tentang orang-orang dalam setting alami melalui metode yang menangkap makna sosial dan aktivitas biasa mereka. Oleh karena itu, etnografi mensyaratkan pelibatan peneliti yang berpartisipasi secara langsung dalam setting alamiah tersebut untuk mengumpulkan data secara sistematis. Tidak hanya cara, seorang etnografer juga tidak melekatkan makna yang dikenakan pada mereka secara eksternal (Brewer, 2000).

Secara etimologis etnografi berasal dari kata ethno yang berarti bangsa dan graphien yang berarti tulisan, sehingga etnografi secara etimologi diartikan sebagai tulisan mengenai suku bangsa. Etnografi secara singkat dapat dipahami sebagai tulisan atau deskripsi tentang kebudayaan suatu masyarakat. Etnografi bertujuan untuk memahami cara hidup suatu kelompok masyarakat dari sudut pandang penduduk asli atau pelaku budaya itu sendiri. Etnografi didasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan tentang semua budaya itu berharga. Etnografi berusaha untuk membangun pemahaman yang sistematis tentang semua budaya manusia dari perspektif masyarakat sebagai pelaku dan mempelajari kebudayaan mereka sendiri.

Ciri Utama dan Kedudukan Etnografi dalam Antropologi

Etnografi dapat didefinisikan sebagai monografi atau catatan mengenai bangsa-bangsa dan sebagai metode penelitian. Hal ini berarti etnografi selain sebagai catatan atau deskripsi mengenai kebudayaan suatu kelompok, dapat didefinisikan sebagai metode penelitian yang identik dengan penelitian lapangan untuk mengumpulkan data. Berikut ini merupakan ciri-ciri etnografi sebagai metode penelitian:

  • Lebih menekankan pada eksplorasi terhadap fenomena sosial budaya tertentu, daripada upaya untuk membuktikan hipotesis. Etnografi lebih berfokus untuk mengeksplorasi dan mempelajari suatu fenomena sosial budaya secara mendalam dan bukan berusaha untuk menguatkan hipotesis tertentu ataupun mengarahkan perhatiannya pada beberapa asumsi yang telah dibuat sebelumnya. Misalnya dalam menggambarkan kehidupan sosial budaya suatu masyarakat, seperti Clifford Geertz yang menggali kehidupan sosial masyarakat Bali melalui aktivitas budaya masyarakat Bali secara mendalam, yaitu tradisi sabung ayam atau Tajen dalam melihat kaitannya dengan kehidupan sosial dan status sosial masyarakat Bali.
  • Tindakan dari kelompok yang dikaji terjadi dalam konteks sehari-hari (dalam setting alamiah), bukan di bawah kondisi yang diciptakan oleh peneliti (setting peneliti), seperti dalam penelitian eksperimental atau dalam situasi wawancara yang sangat terstruktur. Etnografi bertujuan untuk mempelajari dan menggambarkan fenomena sosial budaya dan tindakan masyarakat pada setting atau kondisi yang alami, apa adanya dan tidak dimanipulasi atau direkayasa, yang diperoleh melalui interaksi dan pengamatan langsung. Sebagai contoh dalam studi etnografi Roanne van Vroost mengenai fenomena banjir di salah satu kampung terkumuh di Jakarta. Vroost menggambarkan kehidupan keseharian warga Bantaran Kali dan tindakan yang mereka lakukan dalam menangani permasalahan hidup dan persoalan banjir secara apa adanya sesuai setting tempat, situasi dan kondisi masyarakat setempat.
  • Bersifat holistik (menyeluruh) dan terpadu. Objek kajian etnografi adalah kebudayaan dan unsur-unsur kebudayaan merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan satu sama lain. Oleh karena itu, peneliti harus mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan masyarakat dan unsur kebudayaan yang turut membentuk dan mempengaruhi fenomena sosial budaya tersebut sehingga akan memperoleh gambaran secara menyeluruh mengenai fenomena sosial budaya yang dikajinya. Sebagai contoh, peneliti ingin mengkaji tentang makna tradisi pernikahan pada suatu masyarakat adat, maka peneliti harus berusaha untuk menggali makna pernikahan pada masyarakat yang dikajinya dengan mempertimbangkan norma gender lokal, nilai lokal masyarakat tentang pernikahan, jaringan keluarga yang ada, faktor ekonomi, status sosial masyarakat, kesenian (seperti iringan musik tradisional) yang turut andil di dalamnya.
  • Menghasilkan thick description (deskripsi yang tebal) atau penjelasan mendalam mengenai suatu kebudayaan atau fenomena sosial budaya. Studi etnografi menghasilkan deskripsi yang terperinci dan mendalam mengenai kebudayaan suatu masyarakat yang dikaji sehingga deskripsi yang diuraikan oleh seorang etnografer terlihat tebal dan mendalam. Apa yang mereka temui di lapangan diceritakan dengan detail. Karya etnografi Geertz yang berjudul The Religion of Java misalnya, mewakili ciri ini yakni gambaran mendetail dan deskripsi cukup tebal tentang struktur masyarakat di Jawa (santri, abangan, dan priyayi). Lawan kata dari thick description adalah thin description (deskripsi yang kurus atau kering).
  • Cenderung lebih banyak bekerja atau mengolah data yang tidak terstruktur, yaitu data yang belum diberi kode pada saat dikumpulkan, dan peneliti tidak mengikuti desain penelitian yang tetap dan rinci yang ditentukan sebelumnya. Etnografi bertujuan untuk mengeksplorasi kehidupan sosial budaya masyarakat secara mendalam dan menyeluruh, maka dalam mengumpulkan data penelitian cenderung fleksibel dan menyesuaikan data yang diperoleh tentang kondisi kehidupan sosial budaya masyarakat yang dikaji atau tidak harus mengikuti desain penelitian yang ditetapkan sebelumnya.
  • Penelitian yang mendetail mengenai kasus pada satu atau sekelompok orang yang spesifik. Studi etnografi berfokus untuk memahami kehidupan sosial budaya suatu kelompok masyarakat tertentu, sehingga peneliti dapat melakukan penelitian pada masyarakat yang tinggal di daerah yang dianggap dapat mewakili perilaku khas atau pelaku kebudayaan tersebut.
  • Analisis data dilakukan dengan menginterpretasikan makna dan fungsi dari tindakan manusia dari sudut pandang pemilik kebudayaan (native point of view), dengan cenderung mengabaikan analisis statistik. Dalam etnografi, peneliti menganalisis data dengan melakukan interpretasi terhadap makna yang diperoleh dari simbolsimbol yang ditampilkan dalam fenomena budaya dan tindakan masyarakat dari sudut pandang masyarakat yang dikaji.

Kedudukan Etnogafer dalam Penelitian dan Masyarakat

Seorang peneliti yang melakukan studi etnografi disebut dengan etnografer. Dalam penelitian etnografi, etnografer berposisi sebagai pengamat sekaligus partisipan yang terlibat langsung dalam kehidupan kelompok masyarakat yang dikajinya. Sehingga, etnografer menjadi instrumen utama penelitian karena informasi dikumpulkan dan dicatat melalui etnografer (Murchison, 2010). Dengan kata lain, etnografer membuat sendiri instrumen penelitiannya. Pancaindra etnografer menjadi alat utama untuk mengumpulkan informasi. Misalnya, etnografer dapat mengumpulkan informasi dengan cara mengamati perilaku masyarakat; mendengarkan percakapan; melakukan wawancara; menyentuh tekstil, artefak , dan bentuk budaya material lainnya; mencicipi masakan lokal; dan memperhatikan aroma yang menyertai aktivitas utama di ruang tertentu (Murchison, 2010). Semua hal tersebut kemudian dicatat untuk dapat menentukan bagian informasi mana yang paling penting dan bermakna bagi penelitian. Namun demikian, perlu ditekankan bahwa peneliti melakukan etnografi tidak hanya upaya dalam membangun hubungan dengan masyarakat yang dikaji atau sekadar menyalin teks, memilih informan, membuat pemetaan data, menulis catatan lapangan harian. Lebih dari itu, peneliti melakukan studi etnografi sebagai upaya untuk memahami kebudayaan suatu kelompok manusia (Siddiq & Salama, 2019).


Budaya dan pengetahuan yang telah dipelajari seseorang sebagai anggota kelompok tidak dapat diamati secara langsung (Spradley, 1979a). Etnografer perlu terjun ke lapangan dan tinggal menetap bersama dengan masyarakat untuk mengamati, mendengar dan melihat perilaku masyarakat yang dikaji dalam jangka waktu tertentu. Ringkasnya, etnografer perlu untuk masuk ke dalam masyarakat tersebut. Hal itu dilakukan agar peneliti dapat mengungkap, menjelajahi, dan menyimpulkan sudut pandang masyarakat mengenai dunianya. Dalam melakukan kerja lapangan, etnografer dapat membuat kesimpulan mengenai budaya dari tiga sumber, yaitu dari apa yang dikatakan orang (hasil wawancara mendalam), dari cara orang bertindak, dan dari artefak yang digunakan orang (Spradley, 1979a).

Bahasa memiliki kedudukan penting untuk membantu etnografer dalam memahami kebudayaan masyarakat. Etnografer harus memahami bahasa yang digunakan oleh kelompok masyarakat yang ia kaji. Para antropolog awal belajar bahasa masyarakat yang akan dikaji lebih dahulu sebelum melakukan penelitian. Melalui bahasa, masyarakat saling berbagi pengalaman mengenai dunianya. Bahkan, seperti yang kita sudah pelajari pada bab sebelumnya, bahasa menjadi alat dari masyarakat untuk mentransmisikan nilai-nilai dan kebudayaan dari generasi ke generasi.

Dalam melakukan etnografi, bahasa juga membantu etnografer dalam menyusun catatan lapangan maupun masuk ke dalam analisis dan wawasan. Hasil akhir dari etnografi juga menggunakan bahasa (deksripsi). Karena etnografi pertama kali dilakukan pada masyarakat di luar Eropa, maka mempelajari bahasa dari penduduk atau masyarakat yang dikaji menjadi prioritas tertinggi. Memahami bahasa adalah prasyarat yang diperlukan untuk dapat melakukan penelitian yang menyeluruh untuk menemukan bagaimana masyarakat mengategorikan pengalaman dan menggunakan kategori-kategori ini dalam pandangan dunianya (Spradley, 1979a).

Kegunaan Etnografi

Keberagaman manusia dalam hal kepercayaan, nilai yang dianut, pola perkawinan, konsumsi makanan, dan cara mengasuh anak diciptakan oleh kebudayaan dan diwariskan dari generasi ke generasi. Etnografi sebagai tulisan atau deskripsi mengenai kebudayaan manusia memiliki beberapa peran penting, terutama untuk memahami rumpun manusia terkait dengan keberagaman manusia. Beberapa penelitian etnografi juga memiliki relevansi praktis yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang ada dalam masyarakat, membantu memperjuangkan masyarakat, maupun membantu pemerintah dalam pemecahan masalah. Berikut ini kegunaan etnografi dalam masyarakat:

Memahami Kompleksitas Permasalahan Masyarakat

Manusia memiliki budaya yang sangat beragam. Individu yang hidup dalam masyarakat modern dan kompleks sebenarnya hidup dengan banyak kode budaya yang berbeda (Spradley, 1979a). Etnografi sebagai metode penelitian memegang peranan penting dalam memahami masyarakat dengan latar belakang, pola budaya, dan nilai-nilai budaya yang beragam serta kehidupan yang kompleks. Melalui etnografi, kita dapat melihat berbagai perbedaan budaya ini dan menunjukkan bagaimana masyarakat dengan perspektif yang beragam dapat berinteraksi. Kalian sebagai seorang antropolog atau yang belajar ilmu antropologi tentunya mempunyai bekal dalam melihat kompleksitas permasalahan yang ada di masyarakat. Misalnya dalam melihat masalah kemiskinan, seorang antropolog secara tidak langsung dapat menyimpulkan akar permasalahan kemiskinan di masyarakat atau komunitas, sebagaimana yang dilakukan oleh antropolog Robert Chambers (1983). Setelah tinggal cukup lama di pedesaan dan berinteraksi dengan masyarakat, Chambers menyimpulkan bahwa kemiskinan di pedesaan bersifat multidimensi yang kemudian membentuk apa yang disebutnya sebagai “perangkap kemiskinan”. Dimensi kemiskinan tersebut antara lain adalah kerentanan, kelemahan jasmani, ketidakberdayaan, dan isolasi wilayah. Oleh sebab itu, antropologi memiliki keunggulan yakni menawarkan pendekatan yang holistik, deskripsi mendalam, dan berangkat dari sudut pandang masyarakat pemilik kebudayaan dalam melihat kompleksitas masalah.

Memahami Perilaku Manusia

Perilaku manusia memiliki berbagai makna yang turut dipengaruhi oleh latar belakang budaya tertentu. Etnografi menawarkan cara untuk memahami makna tersebut secara empiris. Etnografi bertujuan untuk menangkap sudut pandang masyarakat pemilik kebudayaan mengenai dunianya sehingga memudahkan dalam menjelaskan mengenai perilaku manusia yang dipengaruhi oleh nilai-nilai dan kebudayaan yang dianutnya. Dalam memahami perilaku manusia pada masyarakat lokal, seorang etnografer tentunya tidak dapat menggunakan pemikirannya sendiri. Seorang etnografer harus menggunakan pendekatan native poin of view atau menangkap sudut pandang masyarakat pemilik kebudayaan. Misalnya, seperti yang dilakukan oleh Mead dan Bateson saat meneliti perilaku masyarakat Bali. Mereka merekam sebuah adegan perilaku masyarakat Bali dengan mengambil foto, gambar, video, maupun mencatatnya. Dalam film “Trance and Dance in Bali” (1952) mereka mengamati para pemuda dna pemidi Bali yang sedang menari lalu kerasukan. Sebagai seorang etnografer tentunya kita tidak bisa langsung menyimpulkan kejadian tersebut, tetapi harus melihat dari sudut pandang orang asli/setempat yang dalam hal ini sebagai pemilik kebudayaan.

Memahami dan Menghadapi Permasalahan Lingkungan Hidup

Selain bermanfaat dalam memahami perilaku manusia dan kebudayaan manusia yang kompleks dan beragam, etnografi juga bermanfaat dalam memahami permasalahan lingkungan hidup. Studi etnografi dapat memahami bagaimana cara suatu kelompok masyarakat dalam memaknai ekologi dan cara mereka hidup selaras dengan lingkungan sosial dan alam sekitarnya. Beberapa masyarakat adat hidup dekat dengan alam dan memiliki nilai-nilai terkait pelestarian alam sekitar. Etnografi dapat membantu mengungkap nilai-nilai masyarakat dengan memahami bagaimana masyarakat hidup selaras dengan alam sekitarnya dan beradaptasi terhadap lingkungan tersebut. Cabang etnografi yang berfokus untuk mempelajari tentang hubungan manusia dengan lingkungan alam, cara masyarakat memanfaatkan alam, dan keselarasan hidup sosial masyarakat dengan lingkungan alam disebut dengan etnoekologi.

Etnoekologi dicetuskan oleh Harold Conklin pada tahun 1954 dari studi yang dilakukannya untuk mempelajari masyarakat Hanunoo di Filipina. Menurut Ahimsa & Putra (1988) dalam Brata (2008), studi-studi antropologi pada tahun 1960-an dipengaruhi oleh studi ekologi budaya yang dilakukan oleh JulianSteward (Brata, 2008). Melalui etnoekologi, etnografer dapat mengetahui keseluruhan pengetahuan ekologi suatu kelompok masyarakat yang meliputi aspek pengetahuan lokal masyarakat mengenai lingkungan dan alam sekitarnya, persepsi dan konsepsi terhadap lingkungan, permasalahan lingkungan, strategi adaptasi, dan pengelolaan sumber daya alam sekitarnya. Dengan memahami pengetahuan ekologi masyarakat, etnografi dapat pula membantu pemerintah dalam menetapkan kebijakan lingkungan hidup yang selaras dengan permasalahan lingkungan hidup yang ada di masyarakat.

Salah satu contoh karya etnografi lingkungan adalah Friction: An Ethnography of Global Connection (2005) oleh karya Anna L. Tsing, antropolog asal Amerika Serikat. Tsing melakukan studi etnografi pada masyarakat Dayak, tepatnya penduduk asli Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan, yang mengalami proses globalisasi. Selama beberapa tahun, Tsing melakukan penelitian lapangan dengan mengunjungi dan berteman secara langsung dengan masyarakat Dayak untuk mengungkap dampak pembukaan hutan dari sudut pandang masyarakat. Penelitian Tsing berkaitan dengan proses globalisasi yang tidak hanya dilihat sebagai proses satu arah dari negara maju terhadap negara berkembang seperti Indonesia, tetapi juga melihat bahwa globalisasi tidak akan berkembang luas jika tidak ada keterlibatan lokal. Tsing mempelajari tentang proses bagaimana perusahaan yang bekerja sama dengan pengusaha lokal melakukan pembukaan dan pembentukan ulang lahan hutan hujan tropis menjadi area industri di Kalimantan Selatan pada tahun 1980-1990-an.

Melalui buku ini, Tsing memperkenalkan konsep friksi yang menjelaskan bagaimana proses globalisasi bekerja di suatu tempat dalam kehidupan keseharian masyarakat. Penelitian Tsing berfokus pada isu lingkungan dalam konteks globalisasi, untuk melihat hubungan global, regional, dan lokal yang saling berkaitan. Wacana pembangunan hutan hujan tropis tersebut melibatkan gerakan pecinta lingkungan dari lokal hingga nasional, ilmuwan internasional, praktik investasi yang melibatkan korporasi global, PBB, kelompok lainnya, hingga gerakan prodemokrasi. Tsing menggambarkan bagaimana masyarakat lokal tidak menolak globalisasi sepenuhnya, tetapi juga tidak menerimanya begitu saja sebagai sebuah hegemoni. Mereka memodifikasi dan memanfaatkannya sesuai kepentingan yang dapat menguntungkan mereka. Sebagai karya etnografi, buku Friction ini juga memberikan sumbangan bagi isu-isu kehutanan di Indonesia. Tsing juga menawarkan etnografi koneksi global, menekankan pada jalan berpikir mengenai sejarah dari proyek sosial yang melibatkan bisnis dan pemberdayaan lokal. Sebagai pelajar Pancasila, kalian juga harus bersikap kritis terhadap kondisi lingkungan hidup dan alam sekitar kalian. Dengan menerapkan prinsip-prinsip etnografi untuk mengamati hubungan kehidupan masyarakat sekitar dengan lingkungan alam sekitar yang saling memengaruhi, kalian dapat melihat persoalan lingkungan di sekitar kalian secara kritis.

Perbedaan Etnografi dengan Pendekatan Studi Kasus

Tentu saja kalian sudah mendapatkan gambaran tentang apa dan bagaimana penelitian etnografis. Penelitian etnografi bersifat kualitatif dengan kekuatan narasi dan deskripsinya, meskipun ada pula kajian etnografi yang mengggunakan data-data kuantitatif (angka-angka). Etnografi sebagai metode penelitian memiliki beberapa kesamaan dengan pendekatan lain dalam metode penelitian kualitatif, terutama dalam kaitannya dengan proses penelitian dan pengumpulan data, yang berupa wawancara, observasi, studi dokumen, dan bahan audiovisual.

Namun demikian, terdapat pula perbedaan etnografi dengan penelitian kualitatif lainnya, seperti studi kasus. Perbedaan tersebut terutama berkaitan dengan pengumpulan data, jangka waktu penelitian, fokus, dan tujuan penelitian. Dalam hal pengumpulan data, etnografi menekankan pada observasi partisipasi (pengamatan terlibat) dan wawancara mendalam dalam jangka waktu yang relatif panjang. Sedangkan, pendekatan penelitian studi kasus menggunakan beragam bentuk data untuk menyediakan gambaran yang mendalam mengenai kasus tersebut (Creswell, 2015). Selain itu, perbedaan mendasar etnografi dan studi kasus terletak pada fokus dan tujuan penelitian. Fokus penelitian etnografi adalah untuk mendeskripsikan dan memahami pola budaya atau kehidupan sosial budaya suatu kelompok masyarakat secara menyeluruh dan menekankan pada sudut pandang subyek masyarakat yang diteliti. Sedangkan studi kasus berfokus untuk mengembangkan deskrispsi dan analisis terhadap satu kasus secara mendalam. Etnografi memiliki ruang lingkup dan fokus penelitian yang lebih luas dibandingkan pendekatan studi kasus yang hanya berfokus pada satu kasus tertentu saja.

Perbedaan etnografi dan studi kasus juga dapat dilihat pada contoh penelitian dari kedua pendekatan tersebut. Sebagai contoh, penelitian Firianita, dkk. berjudul “Membangun Etos dan Kearifan Lokal Melalui Folklor: Studi Kasus Folklor di Tembalang Semarang” (2018) merupakan contoh studi kasus. Fokus penelitiannya adalah kajian folklor (baik yang berbentuk seni pertunjukan, lisan, maupun kebiasaan sosial rakyat) pada masyarakat di empat desa di Kecamatan Tembalang dalam kaitannya penguatan etos. Metode pengumpulan datanya dengan wawancara mendalam dan studi pustaka. Sedangkan, contoh penelitian etnografi dapat dilihat pada karya Roanne van Voorst mengenai fenomena banjir di Jakarta dalam bukunya Tempat Terbaik di Dunia. Fokus penelitian etnografi tersebut adalah untuk menggambarkan kemiskinan masyarakat, kehidupan keseharian, serta tindakan dan respon masyarakat yang hidup di Bantaran Kali terhadap banjir. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi partisipasi (pengamatan terlibat) dan wawancara. Metode etnografi ini membutuhkan jangka waktu penelitian yang lebih lama.

Berdasarkan dua contoh penelitian studi kasus dan etnografi yang telah dipaparkan, kita dapat menarik kesimpulan bahwa penelitian studi kasus berfokus untuk mengembangkan deskripsi mengenai suatu kasus secara mendalam dan dapat dilakukan pada beberapa lokasi yang memiliki kasus atau fenomena yang sama. Sedangkan penelitian etnografi berfokus untuk menggambarkan kehidupan atau fenomena sosial budaya masyarakat secara mendalam pada suatu kelompok orang yang spesifik pada satu tempat tertentu.

Baca Kumpulan: Rangkuman Antropologi Kelas 11 SMA

Related posts