Detik-Detik Proklamasi, Perumusan dan Proklamasi

Perkalian dan Pembagian Bilangan Desimal, Contoh dan Cara Menghitungnya (Rangkuman Materi Matematika SD/MI Kelas 4 Bab 16) Kurikulum Merdeka

Detik-Detik Proklamasi | Perumusan Naskah | Proklamasi Kemerdekaan Indonesia |

Perumusan Naskah

Proklamasi Kemerdekaan Sukarno dan Hatta menyempatkan pulang ke rumah masing-masing sebelum berangkat kembali ke rumah Laksamana Maeda. Sementara itu, Hatta meminta Subarjo untuk menghubungi anggota PPKI yang telah berkumpul di Jakarta untuk datang ke rumah Maeda pada tengah malam untuk melakukan persiapan proklamasi. Setelah sampai di rumah Maeda, Sukarno dan Hatta berusaha menemui Mayor Jenderal Nishimura untuk menyampaikan rencana proklamasi kemerdekaan. Namun, Nishimura tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Jepang telah menyerah dan diperintahkan untuk menjaga status quo sehingga tidak dapat merealisasikan janji kemerdekaannya kepada Indonesia (Pranoto, 2000). Meskipun demikian, Nishimura terkesan membiarkan saja para pemimpin Indonesia melanjutkan rencana proklamasi kemerdekaan tanpa dukungan resmi dari pihak Jepang.

Sukarno dan Hatta kembali ke kediaman Maeda dengan perasaan kecewa. Pada akhirnya proklamasi kemerdekaan Indonesia memang harus tetap dilakukan, terlepas dari ada atau tidak adanya dukungan resmi dari pihak Jepang. Pada saat itu di kediaman Maeda telah berkumpul anggota PPKI, para pemuda dan anggota Chuo Sangiin (Dewan Pertimbangan Pusat). Meskipun demikian, tidak semua orang yang hadir terlibat dalam perumusan draf awal naskah proklamasi kemerdekaan. Hanya ada lima orang yang terlibat, yaitu Sukarno, Hatta, Ahmad Subarjo, Sukarni, dan Sayuti Melik (Zuhdi, 2012).


Setelah naskah awal tersebut berhasil disusun, Sukarno membacakan hasilnya kepada semua yang hadir. Sebagian besar hadirin setuju dengan rumusan itu, tetapi golongan muda menganggap teks tersebut masih kurang tegas. Sukarni mengusulkan agar kalimat kedua diganti dengan “Semua aparat pemerintahan yang ada harus direbut oleh rakyat dari orang-orang asing yang masih mendudukinya” (Malik, 1970). Namun, setelah melakukan musyawarah dan mempertimbangkan berbagai hal, maka usulan pemuda tersebut tidak jadi digunakan. Setelah dicapai konsensus tentang naskah proklamasi, Hatta menyarankan agar semua yang hadir menandatangani naskah yang bersejarah itu. Namun, atas usulan dari golongan pemuda, naskah itu ditandatangani oleh Sukarno dan Hatta sebagai wakil dari bangsa Indonesia.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Para tokoh yang terlibat dalam perumusan naskah proklamasi kembali ke kediaman masing-masing pada pukul 05.00 pagi. Para pemuda selanjutnya membagi tugas untuk persiapan proklamasi. Beberapa di antara mereka mencetak naskah proklamasi dengan menggunakan fasilitas dari kantor berita Domei dan menyebarkannya (Malik, 1970).

Pada awalnya, para pemuda merencanakan pembacaan proklamasi di Lapangan Ikada (sekarang lapangan Gambir atau lapangan Monas).

Namun, saat para pemuda sampai di sana, mereka mendapati lapangan itu dijaga ketat oleh tentara Jepang sehingga tidak mungkin proklamasi dibacakan di sana. Selain itu, banyak di antara para pemuda yang tidak tahu bahwa PPKI telah menyepakati pembacaan proklamasi dilaksanakan di rumah Sukarno di Jalan Pegangsaan Timur 56.


Sejumlah pemuda yang bergerak ke Lapangan Ikada mendapat informasi bahwa proklamasi akan dibacakan di rumah Sukarno sehingga mereka menuju ke sana. Beberapa prajurit Peta berjaga-jaga di sekitar kediaman Sukarno. Suwiryo yang merupakan Walikota Jakarta memerintahkan Wilopo untuk mempersiapkan pengeras suara dan mikrofon. Kedua alat itu berhasil didapatkan dari Gunawan yang merupakan pemilik toko radio Satria di Salemba (Tempo, 1975). Suhud mempersiapkan sebatang bambu yang ada di belakang rumah dan dibersihkan untuk tiang bendera. Karena suasana tegang, ia lupa bahwa sebenarnya di depan rumah Sukarno masih ada dua tiang bendera yang dapat digunakan (Soedjono dan Leirissa, 2010).

Para pemuda yang sudah hadir mulai tidak sabar menunggu pembacaan proklamasi dan mendesak agar Sukarno membacakannya. Namun, Sukarno menolak melakukannya tanpa kehadiran Hatta. Hatta datang sekitar lima menit sebelum pukul 10.00. Proklamasi kemerdekaan Indonesia kemudian dilangsungkan secara sederhana. Sukarno menyampaikan pidato secara singkat dan membacakan naskah proklamasi.

Acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah putih. Bendera itu sudah disiapkan dan dijahit sebelumnya oleh Fatmawati setelah adanya janji kemerdekaan dari Koiso (Soedjono dan Leirissa, 2010). Pada awalnya, S.K. Trimurti yang diminta untuk mengerek bendera, namun ia menolak dan meminta Latief yang melakukannya dengan dibantu oleh Suhud (Jazimah, 2016). Pengibaran bendera itu diikuti dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Peristiwa proklamasi diabadikan dalam foto oleh Frans Mendur dan Alex Mendur yang pada saat itu berprofesi sebagai wartawan. Namun, foto-foto karya Alex dirampas dan dihancurkan oleh tentara Jepang sehingga foto-foto proklamasi yang dapat kita saksikan saat ini adalah hasil karya Frans Mendur. Jika kalian memiliki perangkat digital dan jaringan internet, kalian dapat menelusuri beberapa foto proklamasi secara daring pada laman Arsip Nasional Republik Indonesia berikut https://anri.sikn.go.id/index.php/proklamasi-kemerdekaan.

Peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia berlangsung secara sederhana. Meskipun demikian, peristiwa ini sangat besar dampaknya bagi bangsa Indonesia.

Peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia sudah sangat lama berlalu. Namun, kita sebagai generasi penerus bangsa masih dapat merasakan dampaknya. Peristiwa proklamasi pada 17 Agustus 1945 merupakan sebuah pernyataan tegas dari bangsa Indonesia yang tidak mau lagi berada di penindasan bangsa asing. Kita yang hidup di masa kini dapat menikmati kemerdekaan itu dan tidak harus merasakan hidup di bawah penjajahan. Oleh karenanya, kita semua patut bersyukur atas kemerdekaan yang diperjuangkan dengan susah payah oleh para pendahulu kita.

Baca Kumpulan: Rangkuman Sejarah Kelas 11 SMA

Related posts