Desa Sadar Hukum: Pengertian, Syarat, Kriteria, Indikator, dan Dasar Hukum

Desa Sadar Hukum: Pengertian, Syarat, Kriteria, Indikator, dan Dasar Hukum
Desa Sadar Hukum: Pengertian, Syarat, Kriteria, Indikator, dan Dasar Hukum

WISLAH.COM – Berikut adalah artikel mendalam mengenai Desa Sadar Hukum (DKSH), sebuah inisiatif penting dalam membangun kesadaran dan kepatuhan hukum di tingkat desa/kelurahan. Artikel ini akan mengupas secara detail pengertian DKSH, syarat-syarat pembentukannya, kriteria penilaian yang ketat, indikator kesadaran hukum yang komprehensif, serta dasar hukum yang kuat yang mendasari program ini. Dengan memahami informasi ini secara menyeluruh, diharapkan masyarakat dan pemerintah desa/kelurahan dapat lebih berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat yang sadar dan patuh hukum, menciptakan lingkungan yang harmonis dan berkeadilan.

Program DKSH merupakan salah satu strategi utama pemerintah untuk meningkatkan kesadaran hukum dan budaya hukum masyarakat. Dengan adanya kesadaran hukum yang tinggi, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami hak dan kewajibannya, serta mampu menyelesaikan permasalahan hukum secara damai dan berkeadilan. Selain itu, DKSH juga bertujuan untuk memperkuat eksistensi negara Indonesia sebagai negara hukum, di mana setiap warga negara memahami dan menghormati aturan hukum yang berlaku.

Artikel ini disusun secara rinci dan panjang, dengan mengacu pada berbagai sumber hukum dan referensi terkait, termasuk Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 41 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tujuannya adalah memberikan pemahaman yang komprehensif tentang DKSH, sehingga dapat menjadi panduan praktis bagi masyarakat dan pemerintah desa/kelurahan dalam melaksanakan program ini secara efektif.


A. Pengertian Desa Sadar Hukum (DKSH)

Desa Sadar Hukum (DKSH) adalah desa atau kelurahan yang telah berhasil dibina atau secara mandiri memenuhi serangkaian kriteria yang ditetapkan sebagai desa/kelurahan yang sadar hukum. Program DKSH dimulai dengan pembentukan Kelompok Keluarga Sadar Hukum (Kadarkum) pada desa/kelurahan tersebut. Kadarkum ini berperan sebagai wadah bagi masyarakat untuk belajar dan berdiskusi mengenai hukum, serta menjadi agen perubahan dalam meningkatkan kesadaran hukum di lingkungan mereka. Setelah Kadarkum terbentuk dan aktif, desa/kelurahan tersebut dapat diusulkan menjadi desa binaan, dan jika memenuhi semua kriteria, akan ditetapkan sebagai DKSH oleh pemerintah kabupaten/kota.

B. Syarat Pembentukan Desa Sadar Hukum (DKSH)

Proses pembentukan Desa Sadar Hukum (DKSH) melibatkan serangkaian tahapan dan persyaratan yang harus dipenuhi. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa desa/kelurahan yang ditetapkan sebagai DKSH benar-benar memiliki kesadaran dan kepatuhan hukum yang tinggi, serta mampu menjadi contoh bagi desa/kelurahan lainnya. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai syarat-syarat pembentukan DKSH:

  1. Keberadaan Kelompok Keluarga Sadar Hukum (Kadarkum): Syarat utama dan pertama yang harus dipenuhi adalah keberadaan Kelompok Keluarga Sadar Hukum (Kadarkum) yang aktif dan berfungsi dengan baik di desa/kelurahan tersebut. Kadarkum merupakan wadah bagi masyarakat untuk belajar, berdiskusi, dan meningkatkan kesadaran hukum mereka. Kadarkum harus memiliki anggota yang representatif dari berbagai elemen masyarakat, seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, pejabat lingkungan, ketua RT/RW, dan unsur masyarakat lainnya. Jumlah anggota Kadarkum minimal 15 orang dan harus terdaftar di Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, atau Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
  2. Pembinaan Kadarkum: Kadarkum yang telah terbentuk harus dibina secara berkala oleh Pembina Kadarkum Tingkat Daerah, yang terdiri dari Gubernur sebagai Penasehat, Bupati/Walikota sebagai Ketua, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM sebagai Sekretaris, serta berbagai unsur Pemerintah Daerah dan Kementerian/Lembaga terkait. Pembinaan Kadarkum dilakukan melalui penyuluhan hukum langsung dan tidak langsung, dengan frekuensi minimal 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun. Pembinaan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan hukum, pemahaman hukum, dan sikap hukum anggota Kadarkum, sehingga mereka dapat menjadi agen perubahan dalam meningkatkan kesadaran hukum di masyarakat.
  3. Penetapan Desa/Kelurahan Binaan (DKB): Setelah Kadarkum aktif dan dibina dengan baik, desa/kelurahan tersebut dapat diusulkan menjadi Desa/Kelurahan Binaan (DKB). Penetapan DKB dilakukan oleh Bupati/Walikota dengan Surat Keputusan. DKB merupakan tahap awal sebelum desa/kelurahan tersebut ditetapkan sebagai DKSH. Selama menjadi DKB, desa/kelurahan tersebut akan terus dibina dan dievaluasi untuk memastikan bahwa mereka memenuhi semua kriteria yang ditetapkan.
  4. Pemenuhan Kriteria Penilaian DKSH: Syarat utama lainnya adalah desa/kelurahan tersebut harus memenuhi kriteria penilaian DKSH yang meliputi empat dimensi, yaitu akses informasi hukum, akses implementasi hukum, akses keadilan, dan akses demokrasi dan regulasi. Setiap dimensi ini memiliki indikator dan parameter penilaian yang spesifik, yang harus dicapai oleh desa/kelurahan tersebut. Penilaian dilakukan melalui pengisian kuesioner DKSH oleh aparat desa/kelurahan atau pejabat yang berwenang. Hasil penilaian ini akan menjadi dasar untuk menentukan apakah desa/kelurahan tersebut layak ditetapkan sebagai DKSH.
  5. Usulan Verifikasi dan Penetapan DKSH: Setelah memenuhi semua kriteria, DKB dapat diusulkan untuk diverifikasi dan ditetapkan sebagai DKSH. Usulan verifikasi dilakukan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM, dan jika disetujui, akan dilanjutkan dengan penetapan DKSH oleh Gubernur melalui Surat Keputusan. Proses ini melibatkan penilaian yang ketat terhadap semua aspek yang terkait dengan kesadaran dan kepatuhan hukum di desa/kelurahan tersebut.

Dengan memenuhi semua syarat dan kriteria yang telah ditetapkan, diharapkan Desa Sadar Hukum (DKSH) dapat menjadi model bagi desa/kelurahan lainnya dalam membangun masyarakat yang sadar dan patuh hukum. Hal ini akan memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan nasional, serta menciptakan lingkungan yang harmonis, adil, dan sejahtera bagi seluruh masyarakat Indonesia.


C. Kriteria Penilaian Desa Sadar Hukum (DKSH)

Kriteria penilaian DKSH sangatlah rinci dan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat desa/kelurahan. Berikut adalah penjelasan lebih detail mengenai setiap dimensi penilaian:

  1. Dimensi Akses Informasi Hukum: Dimensi ini menilai sejauh mana masyarakat memiliki akses mudah dan memadai terhadap informasi hukum yang relevan. Hal ini mencakup ketersediaan peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, layanan konsultasi hukum, serta berbagai media informasi hukum lainnya. Desa/kelurahan yang baik akan memiliki pusat informasi hukum, perpustakaan desa, atau bahkan layanan konsultasi hukum online yang dapat diakses oleh masyarakat secara luas.
  2. Dimensi Akses Implementasi Hukum: Dimensi ini berfokus pada sejauh mana peraturan perundang-undangan diimplementasikan secara efektif dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Hal ini mencakup penegakan hukum yang adil dan konsisten, serta partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan. Desa/kelurahan yang sadar hukum akan memiliki tingkat kriminalitas yang rendah, tingkat kesadaran membayar pajak yang tinggi, serta partisipasi masyarakat yang aktif dalam kegiatan siskamling atau ronda malam.
  3. Dimensi Akses Keadilan: Dimensi ini menilai sejauh mana masyarakat memiliki akses yang mudah dan terjangkau terhadap layanan bantuan hukum dan mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Hal ini mencakup ketersediaan paralegal atau pengacara desa, lembaga mediasi atau arbitrase desa, serta berbagai program bantuan hukum lainnya. Desa/kelurahan yang sadar hukum akan memiliki mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif, sehingga masyarakat dapat menyelesaikan permasalahan hukum mereka secara damai dan tanpa harus melalui proses pengadilan yang panjang dan mahal.
  4. Dimensi Akses Demokrasi dan Regulasi: Dimensi ini menilai sejauh mana masyarakat berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan di tingkat desa/kelurahan. Hal ini mencakup keterlibatan masyarakat dalam musyawarah desa, pemilihan kepala desa, serta penyusunan peraturan desa/kelurahan. Selain itu, dimensi ini juga menilai sejauh mana nilai-nilai kearifan lokal diakomodasi dalam peraturan desa/kelurahan, sehingga peraturan tersebut sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat.

D. Indikator Kesadaran Hukum

Untuk menilai tingkat kesadaran hukum masyarakat, digunakan beberapa indikator kunci, antara lain:

  1. Pengetahuan Hukum: Indikator ini mengukur sejauh mana masyarakat mengetahui dan memahami berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik di tingkat nasional maupun daerah. Pengetahuan hukum yang baik akan membantu masyarakat untuk menghindari perilaku yang melanggar hukum, serta memahami hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara.
  2. Pemahaman Hukum: Indikator ini lebih mendalam daripada pengetahuan hukum, yaitu mengukur sejauh mana masyarakat memahami isi, tujuan, dan manfaat dari peraturan perundang-undangan. Pemahaman hukum yang baik akan mendorong masyarakat untuk mematuhi hukum bukan hanya karena takut sanksi, tetapi karena mereka memahami bahwa hukum dibuat untuk kebaikan bersama.
  3. Sikap Hukum: Indikator ini mengukur kecenderungan masyarakat untuk menerima dan mematuhi hukum. Sikap hukum yang positif ditunjukkan dengan adanya penghargaan dan apresiasi terhadap hukum, serta kesadaran bahwa hukum diperlukan untuk menjaga ketertiban dan keadilan dalam masyarakat.
  4. Pola Perilaku Hukum: Indikator ini merupakan yang paling penting, yaitu mengukur sejauh mana masyarakat benar-benar mematuhi hukum dalam kehidupan sehari-hari. Pola perilaku hukum yang baik ditunjukkan dengan rendahnya tingkat pelanggaran hukum, tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan yang berhubungan dengan hukum, serta adanya kesadaran untuk menyelesaikan permasalahan hukum secara damai dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

E. Dasar Hukum Desa Sadar Hukum (DKSH)

Program DKSH memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu:

  • Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara: Undang-undang ini memberikan mandat kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk melaksanakan pembinaan hukum nasional, termasuk di tingkat desa/kelurahan.
  • Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 41 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia: Peraturan ini mengatur lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan HAM dalam melaksanakan pembinaan hukum nasional, termasuk program DKSH.

Penutup:

Semoga artikel “Desa Sadar Hukum: Pengertian, Syarat, Kriteria, Indikator, dan Dasar Hukum” ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai konsep DKSH dan pentingnya dalam membangun masyarakat yang sadar dan patuh hukum. Dengan adanya kesadaran hukum yang tinggi, diharapkan masyarakat dapat lebih berperan aktif dalam pembangunan desa/kelurahan, serta mampu menyelesaikan permasalahan hukum secara damai dan berkeadilan. Dengan demikian, DKSH dapat menjadi salah satu pilar penting dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang modern dan beradab.

Related posts