Wislahcom | Referensi | : Perkembangan ajaran-ajaran tasawuf di Indonesia tidak lepas dari jasa para sufi yang telah menyebarkannya. Berbagai tantangan yang mereka hadapi, mulai dari tantangan sosial yang tak jarang dikucilkan dari masyarakat, tantangan ekonomi, hingga tantangan keselamatan diri. Tak jarang kita dapati informasi sejarah para sufi yang dibunuh karena perbedaan pandangan dan kepentingan kekuasaan. Namun, itu semua tidak menghalangi mereka untuk terus menebarkan ajaran-ajaran yang pada umumnya bertujuan membersihkan hati dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di antara para sufi tersebut adalah Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, Abdul Somad al-Falimbani, Abdul Rauf as-Sinkili, Abdul Muhyi Pamijahan, Syaikh Yusuf al-Makasari, Syaikh Muhammad Nafis al-Banjari,
Perjalanan kehidupan dan ilmu para sufi perlu dipelajari sebagai referensi dan hikmah teladan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan yang seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat.
Pada kesempatan kali ini akan membahas tentang Abdul Muhyi Pamijahan.
Simak penjelasan singkat tentang : Sosok Abdul Muhyi Pamijahan dan Keteladanan Abdul Muhyi Pamijahan.
Sosok Abdul Muhyi Pamijahan
Syaikh Abdul Muhyi atau disebut juga Syaikh Muhyi Pamijahan adalah tokoh penting yang menyebarkan secara luas Tarekat Syattariyah di Indonesia terutama di wilayah Priangan Timur seperti Garut, Tasikmalaya hingga ke Ciamis dan Kuningan. Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan merupakan anak dari keluarga bangsawan. Ayahnya Sembah Lebe Warta Kusuma (Abdul Jalil) adalah keturunan Raja Galuh (Pajajaran) yang saat itu bagian dari kerajaan Mataram. Ibunya Raden Ajeng Tangan Ziah, juga keturunan bangsawan Mataram yang nasabnya sampai ke Syekh Ainul Yaqin (Sunan Giri). Abdul Muhyi dilahirkan di Mataram pada tahun 1069 H/1648 M, dan dibesarkan di kota Gresik.
Pendidikan agamanya pertama kali ia dapatkan dari ayahnya sendiri dan dilanjutkan dari ulama-ulama sekitar Ampel. Pada usia 19 tahun (1669 M) ia pergi ke tanah suci Mekah. Namun sebelumnya, mampir terlebih dahulu di Aceh belajar ajaran Tarekat Syattariyah kepada Abdul Rauf as-Sinkel yang dikenal sebagai ulama yang berupaya mendamaikan ajaran paham Waḥdatul Wujud dengan paham Sunah. Meskipun begitu, Syekh Abdul Rauf as-Sinkel tetap menolak paham ini yang menanggap adanya penyatuan antara Tuhan dan hamba. Ajaran inilah yang kemudian dibawa Syekh Abdul Muhyi ke Jawa. Di usia 27, ia bersama temannya dibawa gurunya ke Baghdad untuk berziarah ke makam Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, dan bermukim di sana selama 2 tahun, setelah itu melanjutkan ke tanah suci Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. Di Mesjid al-Haram, gurunya Syaikh Abdul Rauf mendapatkan ilham agar Syaikh Abdul Muhyi menemukan sebuah gua di Pulau Jawa. Saat kembali dari tanah suci Syaikh Muhyi melaksanakan titah gurunya, namun tak mudah baginya menemukan gua yang dimaksud. Selama pencarian, beliau pindah dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Selama 12 tahun pencarian akhirnya di saat usianya 40 tahun, Syaikh Muhyi menemukan gua yang dimaksud di daerah Tasikmalaya.
Goa itu kini dikenal dengan Goa Pamijahan, terletak di kaki bukit gunung Mujarod. Kata “Pamijahan” merupakan nama baru di masa hidup Syaikh Abdul Muhyi. Wilayah ini disebut Safar Wadi yang diambil dari kata Bahasa Arab, Safar yang berarti “jalan” dan “wadi” yang berarti “lembah”. Jadi Safar Wadi adalah jalan yang berada di lembah. Hal ini disesuaikan dengan letaknya yang berada di antara dua bukit di pinggir kali. Namun, sekarang nama Safar Wadi dikenal dengan sebutan “Pamijahan” yang berarti tempat penenangan karena Syaikh Abdul Muhyi sering melakukan zikir untuk dekat kepada Allah Swt. Setelah menemukan gua itu Syaikh Muhyi membawa serta keluarganya dan menyebarkan ajaran Tarekat Syattariyah.
Karya tulis Syaikh Abdul Muhyi yang asli tidak ditemukan, namun ajarannya disalin dan dilanjutkan oleh murid-muridnya, di antaranya putra sulungnya, Syaikh Haji Muhyiddin yang menjadi tokoh Tarekat Syattariyah sepeninggal ayahnya. Ajaran Syaikh Abdul Muhyiddin ditulis dengan huruf pegon (Arab Jawi) dengan menggunakan bahasa Jawa pesisir. Naskah versi Syaikh Haji Muhyiddin berjudul Martabat Kang Pitutu (Martabat Alam Tujuh) dan sekarang terdapat di museum Belanda.
Keteladanan Abdul Muhyi Pamijahan
Berikut ini adalah keteladan Abdul Muhyi Pamijahanyang bisa dijadikan motivasi dan suri tauladan, diantaranya:
- Keteladanan akhlak yang mulia baik di dalam berhubungan dengan masyarakat ataupun penguasa. Beliau adalah ulama yang moderat yang independen terhadap kekuasaan.
- Dalam berdakwah beliau adalah ulama yang akomodatif terhadap budaya lokal.
- Dalam menyampaikan dakwah beliau juga melakukan dakwah praktis yaitu menyembuhkan orang yang sakit.
- Membimbing masyarakat untuk bercocok tanam yang produktif.
- Dakwah melalui kekerabatan dan pernikahan.
- Menyingkirkan perdukunan melalui pertarungan spiritual.
- Memiliki jaringan yang luas meliput Cirebon, Aceh, Makassar, Solo, Jawa Timur hingga Trengganu yang membuat namanya harum.
- Menjalin komunikasi politik dengan penguasa setempat.