Syaikh Yusuf al-Makassari : Sosok dan Keteladanan

Syaikh Yusuf al-Makassari : Sosok dan Keteladanan

Wislahcom | Referensi | : Perkembangan ajaran-ajaran tasawuf di Indonesia tidak lepas dari jasa para sufi yang telah menyebarkannya. Berbagai tantangan yang mereka hadapi, mulai dari tantangan sosial yang tak jarang dikucilkan dari masyarakat, tantangan ekonomi, hingga tantangan keselamatan diri. Tak jarang kita dapati informasi sejarah para sufi yang dibunuh karena perbedaan pandangan dan kepentingan kekuasaan. Namun, itu semua tidak menghalangi mereka untuk terus menebarkan ajaran-ajaran yang pada umumnya bertujuan membersihkan hati dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di antara para sufi tersebut adalah Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, Abdul Somad al-Falimbani, Abdul Rauf as-Singkili, Abdul Muhyi Pamijahan, Syaikh Yusuf al-Makassari, Syaikh Muhammad Nafis al-Banjari,

Perjalanan kehidupan dan ilmu para sufi perlu dipelajari sebagai referensi dan hikmah teladan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan yang seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat.

Pada kesempatan kali ini akan membahas tentang Syaikh Yusuf al-Makassari.


Simak penjelasan singkat tentang : Sosok Syaikh Yusuf al-Makasari dan Keteladanan Syaikh Yusuf al-Makasari.

Sosok Syaikh Yusuf al-Makassari

Syaikh Yusuf lahir pada tahun 1626 M di Makasar dengan nama kecilnya Muhammad Yusuf. Syaikh Yusuf dilahirkan dari keluarga bangsawan tinggi di kalangan suku Makassar, dan mempunyai pertalian kekerabatan dengan raja-raja Banten, Gowa dan Bone. Syaikh Yusuf kecil telah diajarkan serta di didik secara Islam, Ia diajar mengaji al-Quran oleh gurunya yang bernama Daeng Ri Tasammag sampai selesai.

Syaikh Yusuf memiliki pengetahuan yang tinggi, luas dan mendalam. Hal ini terbukti dari kegigihannya menuntut ilmu dari berbagai ajaran tasawuf. Syaikh Yusuf meninggalkan negerinya, Gowa menuju pusat Islam di Mekah pada tahu 1644 H di usia 18 tahun.


Sebelum sampai ke Mekah beliau singgah di Aceh menemui ulama masyhur di kenalnya melalui tulisan-tulisan sang guru, Syaikh Nuruddin ar-Raniri di Aceh. Setelah menerima ijazah tarekat Qadiriyah dari Syaikh Nuruddin ar-Raniri, barulah beliau melanjutkan perjalanannya menuju wilayah Timur Tengah. Di Arab Saudi, mula-mula Syaikh Yusuf mengunjungi negeri Yaman, berguru pada Sayyid Syaikh Abi Abdullah Muhammad Abdul Baqi bin Syaikh al-Kabir Mazjaji al-Yamani Zaidi al-Naqsyabandi. Di sana beliau dianugerahi ijazah tarekat Nasqsyabandiyah.

Tidak cukup sampai disana, Syaikh Yusuf melanjutkan perjalanannya menuju Zubaid, masih di negeri Yaman untuk menemui Syaikh Maulana Sayyid Ali. Dari gurunya ini Syaikh Yusuf mendapatkan ijazah tarekat al-Baalawiyah. Setelah tiba musim haji, barulah beliau menuaikan ibadah haji di Makkah.

Syaikh Yusuf tidak hanya menjalani prosesi ibadah haji, namun juga menuntut ilmu di Madinah berguru pada Syaikh al-Kurdi al-Kurani. Dari Syaikh al-Kurdi ini beliau menerima ijazah tarekat Syattariyah. Belum juga puas menuntut ilmu, Syaikh Yusuf berangkat ke negeri Syam (Damaskus) menemui Syaikh Abu al-Barakat Ayyub al-Khalwati al-Qurasyi. Setelah melihat kemajuan amal syariat dan amal hakikat yang dialami Syaikh Yusuf, akhirnya, gurunya ini memberkan ijazah tarekat Khalwatiyah.

Keteladanan Syaikh Yusuf al-Makassari

Keluasan ilmu Syaikh Yusuf al-Makassari tidak menjadikannya tinggi hati, namun semakin memiliki kepribadian yang tawadhu’. Kondisi ini merupakan implementasi dari ajaran-ajaran yang beliau dapatkan secara komprehensif dari berbagai tarekat. Ajaran yang paling utama yang beliau ajarkan adalah penyucian batin (tazkiyatun nafs). Proses penyucian hati menempuh cara-cara yang moderat. Baginya, kehidupan dunia ini tidak harus ditinggalkan dan hawa nafsu harus dimatikan sama sekali. Melainkan hidup ini harus dimanfaatkan guna menuju Allah Swt. Gejolak hawa nafsu harus dikuasai melalui tata tertib, kedisiplinan diri, dan penguasaan diri atas dasar orientasi ketuhanan yang senantiasa melingkupi kehidupan manusia.

Hidup dalam pandangan Syaikh Yusuf bukan hanya untuk mencipatakan keseimbangan antara duniawi dan ukhrowi. Namun, kehidupan ini harus memiliki cita-cita dan tujuan hidup menuju pencapaian anugerah Tuhan. Dengan demikian ajaran hidup Syaikh Yusuf ini mengajarkan kepada kita untuk menemukan kebebasan dalam menempatkan Allah Swt sebagai pusat orientasi dan inti dari cita, karena hal ini akan memberi tujuan hidup itu sendiri.

Related posts