Sukuk Adalah | Obligasi Syariah Adalah | Pengertian Sukuk | Karakteristik Sukuk | Mekanisme Penerbitan Sukuk | Perbedaan Sukuk dan Obligasi |
Sukuk adalah bentuk jamak dari kata “sakk” yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan. Istilah Arab digunakan untuk menunjukkan ikatan berdasarkan prinsip syariah.
Namun sejumlah penulis barat tentang sejarah peradaban islam/Arab abad pertengahan memberikan kesimpulan bahwa kata Sakk merupakan kata dari suara latin “cheque” atau “check” yang biasanya digunkan pada perbankan kontemporer. Sukuk juga dapat diartikan sebagai surat berharga syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang memiliki nilai yang sama dan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari beberapa aset berwujud tertentu.
Pengertian Sukuk / Obligasi Syariah Menurut Ahli
Di bawah ini adalah penjelasan / definisi sukuk yang wislah.com kumpulkan dari berbagai sumber :
Menurut Irwan Abdalloh, dalam bukunya “Pasar Modal Syariah”, sukuk adalah salah satu jenis efek syariah yang paling dikenal dan paling banyak dibahas oleh para ahli keuangan islam. Sukuk tidak sama dengan obligasi meskipun keduanya termasuk efek pendapatan tetap karena obligasi adalah efek berbasis surat utang (debt securities) sedangkan sukuk adalah efek syariah berbasis sekuritisasi aset (asset securitization).
Menurut Organisasi Akuntansi dan Audit untuk Lembaga Islam, sukuk investasi adalah sertifikat dengan nilai yang sama yang mewakili bagian tak terpisahkan dari kepemilikan properti, pabrik dan peralatan, penggunaan dan layanan atau (kepemilikan) properti proyek individu atau kegiatan investasi khusus, namun hal ini brlaku setelah menerima nilai sukuk, menutup langganan, dan menggunakan dana yang diterima untuk tujuan mana sukuk itu diterbitkan.
Menurut pasal 1 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 18/POJK/K.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Sukuk adalah sebagai berikut: Sukuk adalah surat berharga syariah dalam bentuk sertifikat atau bukti kepemilikan yang memiliki nilai yang sama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aset yang mendasarinya.
Menurut Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor: 32/DSN-MUI/IX/2002, obligasi syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Dasar Hukum Sukuk
Di bawah ini adalah kumpulan dasar hukum sukuk :
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no. 09/DSN-MUI/IV/2000, tentang pembiayaan ija>rah:
Menimbang:
a. Bahwa kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan memperoleh manfaat suatu barang sering memerlukan pihak lain melalui akad ija>rah, yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
b. Bahwa kebutuhan akan ija>rah kini dapat dilayani oleh lembaga keuangan syariah (LKS) melalui akad pembiayaan ija>rah.
c. Bahwa agar akad tersebut sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang akad ija>rah untuk dijadikan pedoman oleh LKS. Firman Allah QS. Al-Baqarah (Ayat 233): “dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila bagimu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah maha melipat apa yang kamu kerjakan”.
Hukum pelarangan bermuamalah dengan obligasi :
Obligasi merupakan istilah dari surat berharga bagi penetapan utang dari pemilik atau pihak yang mengeluarkan obligasi atas suatu proyek dan memberikan kepada pemegangnya hak bunga yang telah disepakati disamping nilai nominal obligasi tersebut pada saat habisnya masa utang.
Jadi pemegang obligasi menikmati beberapa hak berikut:
1. Hak mendapatkan bunga yang tetap sesuai dengan kesepakatan
2. Hak pengembalian nilai atau harga obligasi pada saat habis massanya
3. Hak untuk mengedarkan obligasi dengan menjualnya kepada orang lain
Pemegang obligasi tidak ikut serta dalam pengelolaan proyek yang dibiayainya, ia juga tidak berhak untuk mendapatkan keuntungan asli perusahaan pada waktu likuidasi atau bubar. Ia hanya sekedar pemberi utang kepada proyek tersebut. Terlihat disini bahwa obligasi adalah riba yang diharamkan secara jelas oleh ayat-ayat Al-Qur’an. Firman Allah SWT, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat, maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”(QS. AlBaqarah 278-279)
Karakteristik Sukuk
Di bawah ini adalah sembilan karakteristik sukuk yang dikeluarkan oleh Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah:
1. Aset Sukuk (Ushul al-Shukuk) yang digunakan sebagai dasar penerbitan Sukuk harus sesuai dengan prinsip syariah.
2. Aset Sukuk (Ushul al-Shukuk) merupakan milik pemegang Sukuk (Sukuk holder).
3. Setiap unit Sukuk wajib memiliki nilai yang sama (Mutasawiyah al-qimah).
4. Sukuk pada saat diterbitkan tidak mencerminkan utang penerbit kepada pemegang Sukuk, melainkan mencerminkan kepemilikan pemegang Sukuk terhadap Aset Sukuk (Ushul al-Shukuk).
5. Sukuk dapat berubah menjadi utang/piutang (dain) dalam hal Aset Sukuk (Ushul al-Shukuk) berubah menjadi piutang (dain) pemegang Sukuk.
6. Pada prinsipnya penerbitan Sukuk harus ada jangka waktu tertentu kecuali disepakati lain dalam akad atau diatur oleh peraturan perundangan yang berlaku.
7. Penerbit wajib membayarkan pendapatan kepada pemegang sukuk berupa bagi hasil/margin/fee dan membayar kembali dana sukuk pada saat jatuh tempo sesuai dengan skema akad.
8. Imbal hasil Sukuk dengan akad mudharabah dan musyarakah harus berasal dari kegiatan usaha yang menjadi Aset Sukuk (Ushul al-Shukuk).
9. Penggunaan pendapatan harus sesuai dengan prinsip syariah
Mekanisme Penerbitan Sukuk
Perusahaan-perusahaan yang hanya dapat memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu saja yang bisa menerbitkan obligasi syariah. Persyaratan-persyaratan tersebut sebagai berikut:
1. Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam diantaranya adalah:
a. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;
b. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
c. Usaha memproduksi, mendistribusikan, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram.
d. Usaha memproduksi, mendistribusikan, dan atau menyediakan barangbarang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
2. Peringkat investment grade:
a. Memiliki fundamental usaha yang kuat; b. Memiliki fundamental keuangan yang kuat
3. Memiliki citra yang baik bagi public;
4. Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Indeks (JII).
Perbedaan Sukuk dan Obligasi
Berikut adalah daftar perbedaan sukuk dengan obligasi, berdasar pada Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah, Mengenal Sukuk Instrumen Keuangan Berbasis Syariah, “Brosur Departemen Keuangan Republik Indonesia”.
Deskripsi | Sukuk | Obligasi |
Penerbit | Pemerintah, korporasi | Pemerintah, korporasi |
Sifat instrumen | Sertifikat kepemilikan/penyertaan atas suatu aset | Instrumen pengakuan hutang |
Penghasilan | Imbalan, bagi hasil, margin | Bunga, capital gain |
Jangka waktu | Pendek-menengah | Menengah-panjang |
Underlying asset | Perlu | Tidak perlu |
Pihak yang terkait | Obligor, SPV, investor, trustee | Obligor/issuer, investor |
Price | Market price | Market price |
Investor | Islami, konvensional | konvensional |
Pembayaran pokok | Bullet/amortisasi | Bullet/amortisasi |
Penggunaan hasil penerbitan | Harus sesuai syariah | Bebas |