WISLAH.COM: Indonesia Kembali diguncang aksi terorisme, setelah sebelumnya terjadi aksi bunuh diri dengan bom (suicide bombing) terjadi di Gereja Katedral pada Minggu 28 Maret 2021, Rabu 31 Maret 2021 aksi teror bahkan merangsek ke jantung kepolisian, tepatnya Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri) dengan aksi penembakan. Lalu, mengap aksi terorisme seolah tidak pernah surut? Dan Siapakah Para Pendukung Terorisme di Indonesia?
Membaca pendukung terorisme di Indonesia dapat dilakukan dengan memetakan organisasi atau individu yang bersimpati ke organisasi teroris internasional seperti Islamic State Iraq and Syiria (ISIS). Poltak Partogi Nainggolan tahun 2018 silam menerbitkan buku berjudul Ancaman ISIS di Indonesia yang antara lain memetakan para pendukung ISIS di Tanah Air.
Organisasi Pendukung Teror
Menurut Nainggolan, sampai pertengahan Maret 2014, kelompok pendukung ISIS/IS di Indonesia terdiri dari Jama’ah Tauhid wal-Jihad (JTJ), Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Ba’asyir/Dulmatin, Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso alias Abu Wardah, sisa-sisa Mujahidin Indonesia Barat (MIB) pimpinan Bachrum Syah/Abu Roban, dan Muhajirun yang merupakan sempalan dari Hizbut-Tahrir yang tergabung dalam Forum Aktivis Syariah Islam (Faksi).
Di luar itu masih terdapat Tauhid Wal Jihad, penerap ajaran “jihad,” pimpinan Aman (Oman) Abdurrahman, Grup Teroris Bima Iskandar, Negara Islam Indonesia Banten pimpinan Iwan Rois, dan Laskar Jundullah pimpinan Agung Hamid. Mereka bersatu mendirikan Jamaah Anshar Al-Daulah (JAD), pimpinan Marwan alias Abu Musa sebagai pimpinan sementara hingga Aman (Oman) Abdurrahman bebas dari Nusakambangan.
Aksi peledakan diri di Makassar yang dilakukan pasangan suami istri kemarin, menurut pengakuan pihak kepolisian merupakan jaringan dari Jamaah Anshar Al-Daulah (JAD) ini. Fakta ini menunjukkan bahwa jaringan teroris dengan sel-selnya masih aktif dan tidak pernah lenyap sama sekali.
Pemimpin gerakan radikal Islam lainnya, Abu Jandal Al-Yamani Al-Indonesi melalui Youtube sejak akhir tahun 2014, telah mengancam akan mendatangi dan membantai semua anggota Polri dan TNI, jika kembali ke Indonesia, untuk menegakkan syariat Allah. Mereka menentang motto Polri dan TNI yang menyatakan “NKRI sebagai harga mati.” Mereka menentang niat Panglima TNI kala itu, Moeldoko, yang ingin bergabung dengan koalisi Barat yang ingin membasmi ISIS/IS di Kawasan Asia Tenggara.
TNI dan Polisi dengan demikian, menjadi target utama para teroris di Tanah Air karena kedua institusi tersebut menjadi representasi negara dalam perang melawan terror. Aksi penembakan di Mabes Polri yang dilakukan seorang perempuan berinisial ZA pada Rabu sore 31 Maret 2021 kemarin merupakan aksi yang boleh jadi didorong oleh semangat kebencian yang sama.
Lone Wolf
Pasca-kematian pemimpin Al-Qaeda, Osama bin Laden, dan perancang operasi, Anwar al-Awlaqi, pada tahun 2011, serta komandan lapangannya, Abu Musab al-Zarkawi, pada tahun 2006, aksi-aksi terorisme internasional yang dilakukan organisasi penerusnya, seperti ISIS/IS, tidak bergantung pada kehadiran dan perintah atau komando seorang pemimpin tertinggi atau sentral. Mereka sudah berinisiatif sendiri dan melakukan secara tidak lagi hanya berdasarkan rantai komando atau lone wolf.
Tidak mengherankan, aparat anti-teroris (Densus 88) kemudian menemukan sel teroris dalam bentuk yang lebih kecil dan bergerak secara mandiri. Mereka tidak berafiliasi dengan kelompok teroris tertentu, seperti yang sudah dikenal selama ini, antara lain Jamaah Ansharut Daulah (JAD) atau Neo-Jamaah Islamiyah. Para pengikut JAD (pimpinan, anggota, ataupun simpatisannya) selama ini ditemukan aparat keamanan Indonesia telah banyak terlibat dalam berbagai aksi-aksi terorisme di berbagai wilayah di tanah air.