Pernah mendengar tentang Sunan Kudus? Sunan Kudus merupakan salah satu wali songo yang menyebarkan islam di tanah nusantara dengan cara-cara damai, santun, toleran dan dapat menyesuaikan diri dengan adat-adat lokal penduduk Nusantara sehingga ajaran Islam diterima baik oleh masyarakat.
Masih bingung, tentang cerita Sunan Kudus.
Simak penjelasan berikut ini tentang Biografi Sunan Kudus, Peran Sunan Kudus dalam Mengembangkan Islam di Indonesia dan Sikap Positif dalam Pribadi Sunan Kudus.
Biografi Sunan Kudus
Ja’far Shadiq Azmatkhan atau Sunan Kudus, putra Usman Haji bin Ali Murtadha, saudara kandung Sunan Ampel. Ia adalah cucu buyut Syaikh Ibrahim As Samarkandi dan silsilahnya bersambung sampai Rasulullah Saw melalui jalur Saydina Husen bin Fatimah binti Rasulullah Saw.
Sunan Kudus belajar ilmu agama kepada ayahandanya, Raden Usman Haji atau Sunan Ngudung, selain itu, ia juga berguru kepada Kyai Telinsing, seorang Cina muslim bernama asli The Ling Sing, mubalig datang bersamaan dengan datangnya Laksamana Cheng Ho ke pulau Jawa untuk menyebarkan Islam melalui anak buahnya yang disebar ke sejumlah daerah. Ja’far Shadiq juga belajar di Ampeldenta, memperdalama agama Islam kepada penerus pesantren Sunan Ampel, di samping itu terdapat hubungan keluarga dari ibunya Ja’far Shadiq dan Sunan Ampel. Ia juga pernah mengembara ke berbagai negeri dari tanah Hindustan sampai ke Tanah Suci Makah dalam rangka beribadah haji.
Raden Ja’far Shadiq muda pernah diangkat menjadi senopati atau panglima kerajaan Demak menggantikan Sunan Ngudung, ayahandanya. Ia diberikan tugas memperluas wilayah kerajaan Demak sebagai pusat pengembangan Islam masa akhir Majapahit. Ia juga pernah diangkat sebagai Imam Besar Masjid Agung Demak, masjid Kerajaan Islam Demak yang menjadi pusat dakwah dan pengkaderan para penyebar Islam.
Jabatan lain yang pernah diemban saat di Demak, Sunan Kudus diangkat sebagai qadhi atau hakim, yaitu jabatan di Kesultanan Demak yang lebih tinggi dari Imam Masjid. Namun pada saat pecahnya perselisihan di Kerajaan Demak, dan wafatnya Sultan Terenggana, ia memutuskan untuk pindah ke Kudus mengembangkan dakwah Islam yang ramah. Di Kudus, Ja’far tidak lagi disibukkan oleh urusan pemerintahan sehingga bisa fokus dalam menjalankan dakwah Islam.
Wilayah Kudus, sebelumnya bernama Desa Tajug yang menjadi daerah dakwahnya Kyai Telinsing, guru Sunan Kudus. Tokoh ini giat menyebarkan dakwah Islam, selain itu Kyai Telinsing juga mengajari penduduk ilmu pertukangan dan seni mengukir. Sehingga saat Ja’far Shadiq pindah dari Demak ke Tajug, sebahagian penduduknya sudah memeluk agama Islam. Kepindahannya ke Kudus menyebabkan gelar Sunan Kudus melekat dalam diri Ja’far Shadiq.
Dalam dakwahnya Sunan Kudus menggunakan pendekatan seni dan budaya sebagaimana yang dilakukan oleh Wali Songo lainnya. Sunan Kudus tidak melakukan perlawanan keras melainkan menghargai dan mentoleransi budaya setempat. Bersama masyarakat ia membangun Masjid dan menara Kudus, dan Padasan atau tempat wudhu dengan arsitektur yang mengadopsi ajaran Hindu-Budha. Dakwah Sunan Kudus disampaikan dengan tutur bahasa yang santun dan akhlak mulia. Disamping menyampaikan ajaran Islam, Ia juga mengajarkan hal-hal yang terkait dengan kehidupan sehari-hari, seperti pande besi, dan alat-alat pertukangan lainnya.
Peran Sunan Kudus dalam Mengembangkan Islam di Indonesia
- Mempelopori Toleransi Beragama
Di awal dakwahnya ke Kudus, Sunan Kudus mementingkan persatuan masyarakat lokal dengan menghormati pemeluk agama lain. Ia melarang penyembelihan sapi pada saat pelaksanaan ibadah qurban, hal ini dilakukan sebagai bentuk toleransi kepada ajaran agama lain yang memposisikan sapi sebagai hewan yang dihormati dan dikeramatkan. Pelarangan tersebut bukan karena dilarang menurut ajaran Islam tapi penyembelihan sapi pada saat itu dapat menimbulkan ketersinggungan sebuah kerajaan yang dipimpin Pangeran Poncowati.
Kearifan yang dilakukan Sunan Kudus mengundang kehadiran Pangeran Poncowati menanyakan “Apakah larangan menyembelih sapi oleh Sunan Kudus adalah ajaran agama Islam? “Sapi bukanlah hewan yang diharamkan, dan larangan itu disampaikan sebagai penghormatan itu kepada pemeluk agama yang menganggap sapi sebagai binatang yang dihormati” jawab Sunan Kudus. Kejadian ini sebagai sebab masuk islamnya Pangeran Poncowati dan menyerahkan wilayah kerajaann kepada Sunan Kudus.
Dalam dakwahnya, Sunan Kudus melakukan hal-hal yang unik untuk menarik perhatian pemeluk agama lain berkumpul di depan masjid. Misalnya, suatu hari Sunan Kudus membeli sapi yang disebut kebo Gumiran kepada pedagang asing, sapi tersebut ia tambatkan di halaman. Warga Hindu Budha yang penasaran dengan apa yang akan dilakukan Sunan Kudus, akhirnya berkumpul. Sunan Kudus pun bercerita tentang sapi waktu masih kecil. Ia nyaris mati karena haus, lalu, dalam kehausannya datanglah seekor sapi yang kemudian menyusuinya hingga segar lagi. Saat dewasa, demi hormatnya kepada sapi ia melarang masyarakat untuk menyakiti sapi.
Pengetahuan Sunan Kudus tentang budaya lokal membuatnya melakukan inovasi-inovasi dalam menyampaikan dakwah lewat budaya yang membuatnya dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat kudus pada zamannya.
- Melakukan Akulturasi Budaya Islam dan Budaya Lokal
Dalam usahanya menarik simpati agama lain memeluk Islam, Sunan Kudus melakukan akulturasi budaya dalam arsitektur masjid yang mengkompromikan arsitektur Islam dan Hindu Budha, yaitu:
- Membangun Masjid dan Menara Kudus
Sejak meninggalkan Demak, dan tinggal di Kudus, Ja’far Shadiq memulai dakwahnya dengan membangun masjid Agung Kudus yang besar dan indah, sebuah inskripsi berbahasa Arab menyebutkan bahwa masjid tersebut dibangun tahun 956 H/1549. Arsitektur menara kudus yang unik menggambarkan kompromi Islam dengan arsitektur setempat yang bercirikan Hindu sebagai upaya pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat yang sudah mapan dalam budayanya.
Bangunan Menara mempunyai tinggi 18 meter, dengan ukuran dasar persegi 10 x 10 meter. Dihiasi dengan piring keramik bergambar yang berjumlah 32 buah. Dua puluh buah berwarna biru berlukiskan masjid, manusia, unta dan kurma. Sedangkan 12 buah lainnya berwarna putih berlukiskan kembang.
Sunan Kudus menyebarkan Islam dengan jalan kebijaksanaan, mengkompromikan arsitektur Islam, Jawa, Hindu Budha, dan Kebudayaan Tionghoa. sehingga mendapatkan simpati dari penduduk setempat yang masih beragama Hindu atau Budha atau aliran kepercayaan lainnya.
- Membangun Padasan ( Tempat Wudhu)
Padasan dibangun dengan pancuran berjumlah delapan dan diberikan arca di atasnya. Dalam ajaran Budha arca menjadi simbol dalam keyakinan mereka. Terdapat delapan ajaran yang dinamakan asta sanghika marga. (sebuah ajaran cara bersikap dalam kehidupan).
Dalam usahanya mencari perhatian orang-orang Hindu Budha, Sunan Kudus menarik mereka lewat arsitektur menara dan padasan di sekitarnya hingga membuahkan hasil, lambat laun banyak para pemeluk Hindu Budha berdatangan memeluk Islam hingga Kudus menjadi kota penting dalam penyebaran Islam.
- Berdakwah Seni dan Budaya Dalam menarik simpati masyarakat, Sunan Kudus dikenal punya kebiasaan mengadakan acara Bedug Dandangan, Sunan Kudus menabuh beduk berkali-kali, untuk mengundang para jamaah ke masjid dan mengumumkan hari pertama puasa kepada masyarakat. Tradisi ini masih berlansung di beberapa daerah Indonesia baik di Jawa atau daerah lain. Sunan Kudus juga menciptakan tembang Mijil atau Maskumambang yang berisi pesan-pesan agama. Tembang dijadikan sebagai media dakwah yang mudah diterima oleh masyarakat.
Sikap positif dalam pribadi Sunan Kudus
Dalam usaha menyebarkan dan mengembangkan dakwah Islam di Indonesia, Sunan Ampel patut menjadi teladan dalam sikap positif yang ditunjukkan:
- Pemberani
Azmatkhan adalah mantan prajurit Kerajaan Demak, bahkan sebagai Senopati Kerajaan Demak. Ia menggantikan Sunan Ngudung, ayahnya yang gugur di medan perang, lalu dialah melanjutkan misi kerajaan Demak. Tidak lama kemudian ia memutuskan untuk mengembara menyebarkan Islam ke daerah Kudus.
- Kreatif
Upaya-upaya yang dilakukan Sunan Kudus dalam mengembangkan Islam di kota Kudus mencerminkannya sebagai sosok yang kreatif dan selalu berfikir mencari cara-cara unik dalam menarik simpati masyarak agar memeluk Islam, seperti menambatkan sapi di halaman masjid, melarang masyarakat menyembelih sapi dan mempelopori akulturasi budaya Islam, Jawa, Hindu Budha dan China dalam arsitektur Menara Kudus, Lawang kembar dan Padasan.
- Seniman
Selain sebagai ulama penyebar Islam, Sunan Kudus juga dikenal pencipta tembang Miji dan Maskumbang. Tembang adalah puisi tradisonal Jawa yang muncul di akhir Majapahit diciptakan oleh para Wali Songo. Lewat tembang-tembang yang diciptakan dan disebarkan ke masyarakat, Sunan Kudus menyisipkan ajaran Islam melalui isi tembang, sehingga dengan mudah diingat oleh masyarakat.
- Santun dan Toleran
Jejak perjalanan Sunan Kudus dalam menyebarkan Islam melalui jalan damai terlihat dari peninggalannya, seperti Masjid Menara Kudus menjadi salah satu bukti Sunan Kudus tidak serta merta memaksakan ajaran Islam diterima masyarakat. Ia tampil mengkompromikan berbagai budaya dan kearifan lokal, melalui tutur kata santun ia menyampaikan Islam rahmatan lil alamin atau Islam yang membawa kasih sayang bagi semua lapisan.
Sumber: Buku Guru & Buku Siswa SKI Kelas VI MI