Siapa Menteri Termiskin Sepanjang Sejarah Indonesia ?

Siapa Menteri Termiskin Sepanjang Sejarah Indonesia ?

Menteri Termiskin | Menteri Sutami | Menteri Termiskin di Indonesia | Menteri Sederhana | Menteri Tidak Korupsi |

Tanya : Siapa Menteri Termiskin Sepanjang Sejarah Indonesia ?

Jawab: Menteri Termiskin Sepanjang Sejarah Indonesia adalah Sutami

Jabatan Menteri merupakan jabatan strategis yang banyak diincar banyak orang. Maklum, menjadi Menteri selain sebuah pengabdian untuk negeri, juga dapat diartikan memiliki potensi untuk mendapatkan berbagai fasilitas negara beserta gaji dan tunjangan yang tidak sedikit.

Namun, ternyata ada satu sosok Menteri dengan karir yang mentereng dan menjabat sangat lama -bahkan terlama untuk posisinya- namun dikenal sepanjang sejarah Republik Indonesia berdiri sebagai Menteri paling miskin. Dialah Sutami.


Menurut Kompas.com, Sutami lahir di Surakarta, 19 Oktober 1928. Dia bersekolah di SMA Negeri 1 Surakarta dan melanjutkan kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) sampai meraih gelar insinyur. Sejak era Kabinet Dwikora tahun 1964, dirinya sudah diangkat menjadi Menteri Negara diperbantukan pada Menteri Koordinator Pekerjaan Umum dan Tenaga untuk urusan penilaian konstruksi oleh Presiden Soekarno.

Kariernya berlanjut dengan mengisi posisi yang sama pada Kabinet Dwikora II tahun 1966. Selama menjabat sebagai seorang menteri, Sutami adalah orang yang sangat sederhana serta memiliki kepercayaan dari Soekarno dan Soeharto. Dia menjabat sebagai menteri selama 14 tahun sejak 1965 hingga 1978.

Hidup sederhana dan atap rumah bocor Belasan tahun menjabat sebagai menteri, Sutami selalu menjaga kesederhanaannya. Saking sederhananya, atap rumah yang ditinggali Ir Sutami ternyata bocor. Bocornya rumah Ir Sutami ditulis oleh Staf Ahli Menteri PU, Hendropranoto Suselo, dalam Edisi Khusus 20 Tahun Majalah Prisma yang diterbitkan LP3ES tahun 1991 di Jakarta. Ketika itu, Ir Sutami masih menjabat sebagai Menteri PU dan Tenaga Listrik.

Saat Lebaran, rumah Ir Sutami ramai dikunjungi tamu, tetapi tamu yang datang malah terkaget-kaget. Mereka melihat ke atap dan banyak bekas bocor pada langit-langit rumah. Rupanya sudah lama rumah Sutami bocor. Padahal, Sutami sudah enam kali menjabat sebagai Menteri PU. Bahkan rumahnya di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, dibeli dengan cara mencicil. Baru saat akan pensiun, rumah itu lunas. Sutami tak pernah mau memanfaatkan fasilitas negara secara berlebihan. Saat lengser tahun 1978, dia mengembalikan semua fasilitas negara yang pernah ia terima.


Suatu ketika PLN pernah mencabut listrik di rumah pribadinya di Surakarta. Sutami ternyata pernah kekurangan uang hingga telat bayar listrik. Lebih miris lagi, Sutami sempat takut dirawat di rumah sakit karena tidak mempunyai uang untuk membayar biaya rumah sakit. Setelah pemerintah turun tangan, Sutami akhirnya bersedia dirawat di rumah sakit. Presiden Soeharto sendiri kerap menjenguk Sutami saat sakit.

Menurut catatan Tirto.id, Sepanjang masa jabatannya sebagai Menteri PU di Kabinet Pembangunan, Sutami banyak memelopori pembangunan waduk besar, pembuatan saluran irigasi tersier, dan pusat-pusat tenaga listrik. George J. Aditjondro melalui makalah “Large Dam Victims and Their Defenders” yang dimuat dalam The Politics of Environment in Southeast Asia (2005: 32) secara spesifik menyebut proyek-proyek Sutami sebagai monumen pembangunan Orde Baru.

Menurut Sutami, sebagaimana dipaparkan Aditjondro, pulau Jawa telah menanggung beban yang sangat berat sehingga sangat rawan terjadi bencana ekologis. Oleh karena itu, Jawa harus diselamatkan dengan jalan membangun lebih banyak waduk dan memindahkan sebagian penduduknya ke tempat pulau lain melalui program transmigrasi. “Pulau Jawa saat ini sedang menderita penyakit kronis. Hutan lindung sudah sangat berkurang, jauh di bawah presentasi minimal. Erosi terus menerus terjadi. Tanah mulai kritis dan sungai menjadi dangkal. […] oleh karena itu dalam melakukan pembangunan harus diselipkan di dalamnya pengertian tentang konsolidasi wilayah,” kata Sutami seperti dikutip Kompas (15/11/1980).

Hendropranoto dalam tulisannya di majalah Prismam sebagaimana ditulis Tirto.id, sempat menyinggung kegemaran Sutami hidup dalam kesederhanaan. Ia acap kali kedapatan menolak fasilitas-fasilitas menteri dan tidak suka merepotkan siapapun. Tidak heran jika pada akhirnya ada yang menjulukinya dengan sebutan “menteri termiskin”. Sifat Sutami yang tidak suka bermewah-mewah barangkali lahir dari aktivitas yang dikembangkannya semenjak menjadi Menteri PU masa Orde Baru.

Sutami kerap berkeliling ke pelosok untuk meninjau lokasi tujuan transmigrasi yang bermasalah. Bahkan pada suatu waktu, Sutami rela berjalan jauh untuk meninjau lokasi setelah mendapat keluhan dari Soeharto yang menyinggung kelayakan lahan transmigrasi di sekitar Jambi. Begitu besar perhatian Sutami pada pembangunan di tingkat bawah, sebagai menteri ia malah lebih sering mengurusi pembangunan jembatan desa atau irigasi kecil. Baginya, pembangunan sepatutnya langsung bermanfaat bagi rakyat kecil, ketimbang pembangunan-pembangunan raksasa yang menunjang ke arah perluasan industri.

Demikianlah sosok Menteri termiskin sepanjang sejarah Indonesia yang keteguhan dan kejujurannya patut diteladani generasi kini dan mendatang.

Related posts