Pengertian, Paradigma, Pendekatan, dan Indikator Pembangunan (Rangkuman Materi Geografi Kelas 12 SMA Kurikulum Merdeka)

Perkalian dan Pembagian Bilangan Desimal, Contoh dan Cara Menghitungnya (Rangkuman Materi Matematika SD/MI Kelas 4 Bab 16) Kurikulum Merdeka

Pengertian, Paradigma, Pendekatan, dan Indikator Pembangunan | Rangkuman Materi Geografi Kelas 12 | Bab 2 | SMA | Kurikulum Merdeka | Wislah Indonesia |

Pengertian, Paradigma, Pendekatan, dan Indikator Pembangunan

Pengertian Pembangunan

Pembangunan adalah suatu proses perubahan yang mengarah pada kebaikan dari keadaan sebelumnya, berbeda dengan perusakan yang menuju keburukan. Definisi pembangunan menunjukkan bahwa itu melibatkan pertumbuhan, kemajuan, dan perubahan positif di berbagai bidang kehidupan. Pembangunan tidak hanya mencakup perubahan fisik, tetapi juga nonfisik.

Penting untuk dicatat bahwa pembangunan harus mensyaratkan pertumbuhan ekonomi yang positif dan kemajuan di bidang lainnya, seperti pendidikan, sosial, dan keagamaan. Tujuan akhir dari pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan mencapai cita-cita masyarakat. Sehingga, pembangunan diharapkan dapat menciptakan suatu kondisi di mana kehidupan masyarakat menjadi sejahtera dan maju secara bersamaan.


Paradigma Pembangunan

Paradigma pembangunan adalah seperangkat kepercayaan dasar yang membimbing dan mengarahkan tindakan terkait ilmu pengetahuan. Dalam konteks pembangunan, paradigma berfungsi sebagai kerangka pikir, tolok ukur, acuan, parameter, arah, dan tujuan pembangunan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam pembangunan, terdapat dua paradigma yang lazim digunakan oleh pemerintah. Pertama, paradigma pendekatan dari atas (top-down) yang menciptakan program-program yang bertanggung jawab pada pelaksana (pemerintah dan lembaga terkait) serta kelompok tertentu. Walaupun program ini didasarkan pada “analisis kebutuhan” masyarakat, penilaian lebih mengandalkan survei dan penelitian, tanpa melibatkan masyarakat secara signifikan. Pendekatan ini dapat menimbulkan masalah seperti ketidakcocokan antara peneliti dan pelaksana, masyarakat hanya sebagai objek, dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang proses pembangunan.

Kedua, paradigma pendekatan dari bawah (bottom-up) yang mulai banyak digunakan oleh pemerintah. Pendekatan ini berkembang pesat setelah era rezim otoritarian berakhir, digantikan oleh rezim yang lebih demokratis pada tahun 1990-an. Paradigma ini merupakan modifikasi dan reaksi terhadap pendekatan pembangunan sebelumnya. Paradigma bottom-up membuka peluang bagi pemerintah dan masyarakat untuk berkolaborasi dalam proses pembangunan.

Dengan pendekatan bottom-up, peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dan kesenjangan ekonomi dan sosial dapat berkurang. Pendekatan ini juga menciptakan forum “komunikasi pembangunan” yang memungkinkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat. Melalui forum ini, pengetahuan masyarakat dapat diperluas dan perilaku dapat diubah untuk mencapai peningkatan kesejahteraan. Pembangunan bottom-up menempatkan masyarakat sebagai subjek daripada target pembangunan. Pendekatan ini dianggap lebih efektif dan memperkuat peran masyarakat dalam proses pembangunan.

Pendekatan-Pendekatan Pembangunan

Pembangunan merupakan fenomena yang kompleks dan dinamis yang melibatkan banyak aspek terkait. Skala besar pembangunan nasional melibatkan aspek ekonomi, sosial, politik, pertahanan, dan keamanan yang saling terkait. Pembangunan juga harus mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, kondisi sosial yang kondusif, stabilitas politik, dan stabilitas pertahanan serta keamanan. Di tingkat yang lebih kecil, pembangunan di lingkungan masyarakat setempat juga mempertimbangkan kondisi masyarakat, ketersediaan bahan material, tenaga kerja, dan lainnya. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang tepat dalam mewujudkan pembangunan.

Ada beberapa pendekatan pembangunan yang dapat dipilih untuk mencapai pembangunan yang diinginkan. Dalam buku ini, disajikan empat pendekatan pembangunan: pembangunan berwawasan kependudukan, pembangunan berwawasan lingkungan, pembangunan berkelanjutan, dan pembangunan berpusat pada manusia. Keempat pendekatan tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

1. Pembangunan Berwawasan Kependudukan (Population Based Development)

Pendekatan ini adalah pembangunan sumber daya manusia, berorientasi pada partisipasi penduduk dan peningkatan kualitas penduduk sebagai tujuan pembangunan. Peningkatan kualitas penduduk akan menekan laju pertambahan penduduk dan meningkatkan kualitas penduduk menuju masyarakat yang lebih sejahtera. Dalam pendekatan ini, penduduk menjadi subjek sekaligus objek dalam pembangunan, dan pembangunan lebih menekankan peningkatan sumber daya manusia daripada infrastruktur semata-mata.

2. Pembangunan Berwawasan Lingkungan (Environmental Based Development)

Pendekatan ini memperhatikan kondisi alam dan menjaga kelestariannya dalam pembangunan. Tujuannya adalah menciptakan pembangunan yang tidak mengganggu keseimbangan ekosistem dan memperhatikan perlindungan serta pengembangan lingkungan hidup. Pembangunan berwawasan lingkungan memerlukan keterpaduan dan koordinasi antara sumber daya manusia, sumber daya buatan, dan sumber daya alam yang menopangnya.

3. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memiliki keberlangsungan jangka panjang, melintasi generasi, dan berupaya menyediakan sumber daya dan lingkungan yang sehat untuk kehidupan. Konsep ini berkaitan dengan kesadaran akan tatanan sosial dalam masyarakat dengan tujuan kepentingan ekonomi yang seimbang dengan nilai moral dan ekologi. Pembangunan berkelanjutan berfokus pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan secara sosial dan lingkungan.

4. Pembangunan Berpusat pada Manusia (Human-Centered Development)


Pendekatan ini menempatkan manusia sebagai pusat pembangunan, dengan tujuan menciptakan kesejahteraan bagi manusia secara keseluruhan. Pendekatan ini mengutamakan peningkatan kualitas hidup manusia melalui pemberdayaan, partisipasi, dan pengambilan keputusan yang melibatkan masyarakat secara aktif.

Setiap pendekatan pembangunan memiliki latar belakang, tujuan, dampak, dan implementasi masing-masing. Pembangunan yang berhasil harus memperhatikan integrasi dan harmonisasi antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Implementasi dari setiap pendekatan pembangunan memerlukan upaya dan partisipasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan berdaya saing. Semua pendekatan tersebut di atas dapat memberikan dampak positif pada pembangunan dan kualitas hidup manusia serta lingkungan yang berkelanjutan di masa kini dan masa depan.

Indikator Keberhasilan Pembangunan

Indikator keberhasilan pembangunan memiliki peran penting bagi warga negara untuk mengukur kemajuan suatu negara. Meskipun pertumbuhan ekonomi sering dianggap sebagai tolok ukur utama, ada beberapa indikator lain yang dapat menggambarkan keberhasilan pembangunan secara lebih holistik.

a. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu paradigma pembangunan yang berkembang saat ini. Keberhasilan pembangunan suatu negara diukur dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan peningkatan produktivitas masyarakat atau negara dari tahun ke tahun, diukur dengan Gross National Product (GNP) per tahun. Pendekatan per kapita (GNP dibagi jumlah penduduk) digunakan untuk membandingkan pertumbuhan ekonomi antar negara. Namun, pendekatan ini memiliki kelemahan karena mengabaikan perbedaan karakteristik antarnegara seperti struktur umur penduduk, nilai tukar mata uang, distribusi pendapatan, dan kondisi sosial budaya.

b. Pemerataan Distribusi Pendapatan (Rasio Gini)

Rasio Gini digunakan sebagai indikator ketimpangan pendapatan atau kesejahteraan keseluruhan dalam masyarakat. Rentang angka Gini berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna). Jika rasio Gini melampaui 0,5, ini menunjukkan ketimpangan yang buruk dan dapat menyebabkan masalah sosial. Ketimpangan distribusi pendapatan terjadi ketika sekat antara masyarakat kaya dan miskin semakin lebar, sehingga sebagian besar hidup dalam kemiskinan dan kondisi buruk.

c. Indeks Kualitas Hidup (IKH)

Indeks Kualitas Hidup (Physical Quality of Life Index) adalah indikator alternatif dalam mengukur kinerja pembangunan suatu negara. Tiga indikator yang digunakan dalam IKH adalah tingkat harapan hidup pada usia satu tahun, tingkat kematian bayi, dan tingkat melek huruf. Angka rata-rata harapan hidup dan angka kematian bayi mencerminkan status gizi ibu dan anak, tingkat kesehatan, dan lingkungan keluarga, sementara angka melek huruf mencerminkan akses pendidikan sebagai hasil pembangunan.

Masing-masing indikator diukur pada skala 1 hingga 100, dengan angka 1 menandakan kinerja pembangunan terburuk dan angka 100 untuk kinerja pembangunan terbaik. Penggunaan IKH bertujuan untuk mengukur kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.

Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, dan indeks kualitas hidup merupakan indikator penting yang harus diperhatikan dalam mengevaluasi keberhasilan pembangunan suatu negara. Dengan mengintegrasikan berbagai indikator ini, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih menyeluruh tentang tingkat kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara.

Dampak Pembangunan Wilayah terhadap Perubahan Ruang Muka Bumi

Perubahan muka bumi merupakan konsekuensi dari pembangunan wilayah yang bertujuan memenuhi kebutuhan hidup penduduk. Beberapa jenis perubahan fisik alam diubah untuk berfungsi secara lebih optimal. Contohnya, pembangunan bendungan seperti Bendungan Sutami di Malang mengubah sungai menjadi bendungan dengan beragam fungsi seperti penyediaan air untuk pertanian, energi listrik, dan pariwisata. Selain itu, pembangunan kawasan industri, infrastruktur jalan, dan jembatan juga menyebabkan perubahan muka bumi.

Interaksi antarruang juga berdampak pada perubahan muka bumi. Pembangunan infrastruktur jalan meningkatkan mobilitas penduduk antarwilayah, menyebabkan pertumbuhan ekonomi, dan transformasi wilayah pertanian menjadi wilayah industri, bisnis, dan pemukiman penduduk. Sebagai contoh, Jembatan Nasional Suramadu dan Jalan Tol Trans-Jawa berkontribusi pada perubahan bentuk muka bumi.

Selain itu, perubahan muka bumi dapat dipengaruhi oleh bencana alam dan faktor manusia. Bencana seperti pergerakan lempeng, gunung meletus, gempa bumi, dan banjir dapat mengubah kenampakan muka bumi. Upaya pengurangan risiko bencana menjadi prioritas pembangunan dengan penerapan sistem peringatan dini, penilaian risiko bencana, dan penanggulangan bencana.

Pembangunan di Indonesia juga menghadapi tantangan tingginya risiko bencana karena banyak daerah rawan bencana seperti banjir, gunung berapi aktif, dan lempeng aktif. Untuk meningkatkan ketahanan terhadap bencana, pemerintah telah melakukan berbagai upaya seperti Indonesia Multi Donor Fund Facility for Disaster Recovery (IMDFF-DR) yang mendukung pemulihan ekonomi daerah dan memperkuat ketahanan individu.

Dalam menghadapi bencana alam, pendekatan yang berfokus pada komunitas dan masyarakat lokal menjadi kunci keberhasilan pembangunan kembali. Contohnya adalah pemulihan di Jawa pasca gempa bumi di Yogyakarta, di Nias dan Aceh setelah tsunami Samudra Hindia, dan di Pangandaran pasca tsunami. Bencana alam juga telah mengubah bentuk muka bumi, seperti gempa bumi di Palu yang meninggalkan perubahan signifikan di wilayah tersebut.

Related posts