Masyarakat Hukum Adat Adalah, Pengertian, Ciri Ciri, Corak, Faktor dan Struktur Masyarakat Hukum Adat

Masyarakat Hukum Adat

Masyarakat Hukum Adat Adalah | Pengertian Masyarakat Hukum Adat | Ciri Ciri Masyarakat Hukum Adat | Struktur Masyarakat Hukum Adat | Faktor Pembentuk Masyarakat Hukum Adat |

Pengertian Masyarakat Hukum Adat Menurut Para Ahli

Berikut beberapa pengertian masyarakat hukum adat menurut para ahli, dari berbagai sumber:

  • Menurut Kusumadi Pujosewojo, Masyarakat hukum adat adalah masyarakat yang timbul secara spontan di wilayah tertentu, berdirinya tidak ditetapkan atau diperintahkan oleh penguasa yang lebih tinggi atau penguasa lainnya, dengan rasa solidaritas sangat besar diantara anggota, memandang bukan anggota masyarakat sebagai orang luar dan menggunakan wilayahnya sebagai sumber kekayaan yang hanya dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh anggotanya.
  • Menurut Ter Haar, Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu, mempunyai kekuasaan sendiri dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda yang terlihat maupun tidak terlihat, dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorangpun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selamalamanya.
  • Menurut Hazairin, masyarakat hukum adat adalah kesatuan-kesatuan masyarakat yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri yang mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya. 25 Para tokoh masyarakat adat yang tergabung dalam AMAN merumuskan masyarakat hukum adat sebagai sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.
  • Menurut Van Vollenhoven, masyarakat hukum adat adalah merupakan suatu masyarakat hukum yang menunjuk pengertian-pengertian kesatuankesatuan manusia yang mempunyai tata susunan yang teratur, daerah yang tetap, penguasapenguasa atau pengurus, dan mempunyai harta, baik harta berwujud (tanah, pusaka) maupun harta tidak berwujud (gelar-gelar kebangsawanan).

Ciri Ciri Masyarakat Hukum Adat

Berikut beberapa ciri ciri masyarakat hukum adat menurut para ahli, dari berbagai sumber:


Ciri Ciri Masyarakat Hukum Adat Menurut Maria SW Sumardjono

  • Mereka merupakan suatu kelompok manusia,
  • Mempunyai kekayaan tersendiri terlepas dari kekayaan perorangan,
  • Mempunyai batas wilayah tertentu
  • Mempunyai kewenangan tertentu.

Ciri Ciri Masyarakat Hukum Adat Menurut Ter Haar

  • Kesatuan manusia yang teratur,
  • Menetap disuatu daerah tertentu,
  • Mempunyai penguasa-penguasa,
  • Mempunyai kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud, dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorangpun diantara para anggota itu mempunyai fikiran atau kecenderungan unutuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-lamanya.

Ciri Ciri Masyarakat Hukum Adat Menurut Soerjono Sokanto

  • Manusia yang hidup bersama, yang secara teoritis berjumlah dua orang dalam ukuran minilmalnya.
  • Manusia-manusia tersebut bergaul dan hidup bersama selama jangka waktu yang cukup lama.
  • Mereka sadar, bahwa manusia-manusia tersebut merupakan bagian dari suatu kesatuan, dan
  • Mereka merupakan suatu sistem kehidupan bersama yang menghasilkan kebudayaan.

Corak Masyarakat Hukum Adat

Berikut beberapa corak masyarakat hukum adat menurut para ahli, dari berbagai sumber:

F.D Hollemen membagi terdapat empat corak masyarakat hukum adat di Indonesia :

  • Magisch Religieus

Magisch Religieus diartikan sebagai pola fikir yang didasarkan pada keyakinan masyarakat tentang adanya sesuatu yang bersifat sakral. Corak magis religius ini berarti juga bahwa masyarakat tidak mengenal pemisahan antara dunia lahir dengan dunia ghaib yang keduanya berjalan secara seimbang. Masyarakat mempercayai bahwa setiap perbuatan dalam segala bentuknya akan mendapat imbala dan hukuman (reward and punishment) dari Tuhan. Corak pemikiran masyarakat sebelum mengenal agama adalah dengan mempercayai kepercayaan kepada benda ghaib yang menghuni suatu benda.Dalam pikiran Scholten, peraturan hukum demikian ini tidak didasarkan pada alam pikiran semata, tetapi juga melibatkan alam rohaniyah.

  • Communal

Masyarakat hukum adat berasumsi bahwa setiap anggota masyarakat merupakan bagian integral dari masyarakat hukum adat secara keseluruhan.Prinsip comunal dalam masyarakat hukum adat menghendaki agar anggota-anggota masyarakat hukum adat mempertahankan prinsip-prinsip kerukunan, kekeluargaan dan gotong royong serta tidak menonjolkan kepentingan pribadi, namun lebih mengutamakan kehidupan bersama.Sosiolog menempatkan kehidupan bersama ini sebagai model gemeinschaft. Ini berbeda dengan model gesselschaft dimana hubungan antar anggota masyarakat bersifat formal, memiliki orientasi ekonomi, memperhitungkan nilai guna (utilitarian), dan lebih didasarkan pada kenyataan sosial.


  • Concrette

Prinsip kongkrit diartikan sebagai prinsip yang serba jelas atau nyata yang menunjukkan bahwa setiap perbuatan yang dilakukan dalam masyarakat tidak dilakukan secara diam-diam. Penting untuk ditegaskan bahwa prinsip konkrit atau nyata ini berkaitan dengan pertanggungjawaban hukum. Perkembangan saat ini menunjukkan bahwa tanggung jawab hukum lebih banyak dibebankan pada pelaksana kebijakan padahal seharusnya tanggung jawab hukum yang lebih berat berada pada pembuat kebijakan.

  • Konstan

Prinsip konstan bermakna kesertamertaan khususnya dalam pemenuhan prestasi.Setiap pemenuhan prestasi selalu diiringi dengan kontra prestasi yang diberikan secara serta merta atau langsung.Contoh, dalam perjanjian jual beli setelah terjadi kesepakatan, maka selalu disertai dengan pembayaran sebagai tanda jadi (panjer). Prinsip konstan tidak hanya terjadi dalam transaksi jual beli namun juga pada hal lain seperti perkawinan dengan istilah pangjadi (Jawa Barat) dan paningset (Jawa Tengah) yang diberikan oleh mempelai pria kepada mempelai wanita dalam segala bentuknya yang dimaksudkan sebagai keseriusan mempelai pria untuk melagsungkan perkawinan.

Struktur Masyarakat Hukum Adat

Berikut beberapa struktur masyarakat hukum adat menurut para ahli, dari berbagai sumber:

Menurut Van Dijk, R,  Struktur masyarakat hukum adat di Indonesia, menganut adanya tiga macam sistem kekerabatan, yaitu sebagai berikut :

  • Sistem Kekerabatan Parental

Dalam sistem kekerabatan parental kedua orang tua maupun kerabat dari ayah-ibu itu berlaku peraturan-peraturan yang sama baik tentang perkawinan, kewajiban memberi nafkah, penghormatan, pewarisan. Dalam susunan parental ini juga seorang anak hanya memperoleh semenda dengan jalan perkawinan, maupun langsung oleh perkawinannya sendiri, maupun secara tak langsung oleh perkawinan sanak kandungnya, memang kecuali perkawinan antara ibu dan ayahnya sendiri.Susunan sistem kekerabatan ini terdapat masyarakat Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Kalimantan dan Sulawesi (Makassar).

  • Sistem Kekerabatan Patrilineal

Dalam sistem kekerabatan patrilineal anak menghubungkan diri dengan kerabat ayah berdasarkan garis keturunan laki-laki secara unilateral. Di dalam susunan masyarakat ini, yaitu berdasarkan garis keturunan bapak (laki-laki), keturunan dari pihak bapak (laki-laki) dinilai mempunyai kedudukan lebih tinggi serta hak-haknya juga akan mendapatkan lebih banyak. Susunan sistem kekerabatan ini terdapat pada masyarakat Suku Bali, suku Rejang, suku batak dan suku Makassar, dan Bangsa Arab.

  • Sistem Kekerabatan Matrilineal

Dalam masyarakat yang susunannya matrilineal, keturunan menurut garis ibu dipandang sangat penting, sehingga menimbulkan hubungan pergaulan kekeluargaan yang jauh lebih rapat dan meresap diantara para warganya yang seketurunan menurut garis ibu, hal mana yang menyebabkan tumbuhnya konsekuensi (misalkan, dalam masalah warisan) yang jauh lebih banyak dan lebih penting dari pada keturunan menurut garis bapak. Susunan sistem kekerabatan ini terdapat pada Suku Indian di Apache Barat, Suku Khasi di Meghalaya, India Timur Laut, Suku Nakhi di provinsi Sichuan dan Yunnan, Tiongkok,Suku Minangkabau di Sumatera Barat, Kerinci dan orang Sumendo)

Faktor Pembentuk Masyarakat Hukum Adat

Berikut beberapa faktor masyarakat hukum adat menurut para ahli, dari berbagai sumber:

  • Faktor Teritorial

Apabila dilihat dari dasar teritorial semata sebagai dasar pembentukan suatu masyarakat hukum adat, yaitu adanya kesamaan wilayah atau tempat tinggal maka kelompok tersebut telah dapat diartikan sebagai suatu masyarakat hukum. Karena contoh dan jumlah masyarakat seperti itu banyak ada di indonesia antara lain di jawa dan bali (desa adat seperti yang dikemukakan oleh Soekanto, seperti tersebut diatas).

  • Faktor Genealogis

Yaitu karena adanya hubungan darah. Artinya bahwa kelompok dalam masyarakat hukum itu terbentuk karena anggotanya berasal dari adanya hubungan darah antara orang yang satu dengan orang yang lainnya.

Soepomo menjelaskan, masyarakat hukum adat yang terbentuk karena faktor genealogis, maksudnya adalah karena orang-orang tersebut termasuk dalam suatu keturunan yang sama yaitu :

  • Garis keturunan menurut garis bapak (Patrilinial) seperti orang-orang Batak, Nias, Sumba dan Bali.
  • Pertalian darah menurut garis ibu (Matrilinial) seperti : famili di Minangkabau
  • Pertalian darah menurut garis ibu dan bapak (tata susunan parentil) seperti orang-orang Jawa, Sunda, Aceh dan Kalimantan.

Sedangkan masyarakat hukum adat yang terbentuk atas dasar faktor teritorial dibagi menjadi tiga jenis yaitu :

  • Persekutuan desa (dorp).
  • Persekutuan daerah (streek).
  • Persekutuan dari beberapa desa

Related posts