Gempa Bumi | Pengertian Gempa Bumi | Cara Mendeteksi Gempa Bumi | Kategori Gempa Bumi | Bencana yang Terjadi Setelah Gempa Bumi |
Pengertian Gempa Bumi
Gempa bumi adalah bencana yang dapat membawa kerusakan besar, baik pada bangunan, jalan, jembatan, alam, bahkan hingga merenggut nyawa manusia. Sesungguhnya dalam satu tahun terjadi 10.000-30.000 gempa bumi akibat pergerakan lempeng, baik secara konvergen, divergen, dan transform. Ketebalan lempeng dan kekuatan akibat pergerakan lempeng itulah yang menyebabkan kerusakan pada lapisan kerak bumi yang kita tinggali.
Gempa bumi terjadi karena adanya gerakan lempeng bumi atau disebut juga gempa tektonik. Gempa bumi juga dapat terjadi karena pergerakan magma dalam gunung berapi akibat tekanan gas, yang disebut sebagai gempa vulkanik. Peristiwa alam lain yang dapat menyebabkan gempa yaitu tanah longsor, yang disebut sebagai gempa runtuhan. Selain itu gempa juga dapat disebabkan oleh jatuhnya benda langit yang berukuran besar dan berat contohnya meteorit dan asteroid. Gempa seperti ini disebut gempa tumbukan. Gempa bumi juga bisa dibuat oleh manusia apabila kita mengunakan bahan peledak berskala besar, misalnya untuk meruntuhkan gedung-gedung tinggi. Gempa seperti ini disebut gempa buatan. Selain gempa tektonik, akibat gempa biasanya hanya dirasakan di wilayah tempat terjadinya bencana atau penggunanaan alat peledak, tidak meluas. Pem belajaran berikut ini lebih banyak membahas gempa tektonik.
Sumber di dalam bumi, tempat terjadinya gempa atau titik pusat gempa disebut hiposentrum. Hiposentrum berlokasi dekat permukaan kerak bumi, namun dapat juga berlokasi di kedalaman hingga ratusan kilometer. Kekuatan gempa tidak bergantung pada kedalaman gempa. Daerah di bagian kerak bumi atau permukaan bumi yang berada tepat di atas hiposentrum disebut episentrum. Gempa biasanya dirasakan pertama kali dan paling merusak di titik episentrum ini.
Gempa bumi melepaskan energi dalam bentuk getaran, yang disebut sebagai gelombang seismik, yang merambat, baik di dalam lempeng bumi dan juga di kerak atau permukaan bumi. Posisi hiposentrum gempa dapat diketahui dengan menggunakan pengukuran gelombang seismik. Kamu telah mempelajari tentang gelombang pada bab sebelumnya jadi kamu pasti sudah mengenal jenis gelombang dan mengetahui bahwa gelombang merambat dengan membawa energi. Kedua jenis gelombang, yaitu gelombang transversal dan gelombang longitudinal pun terjadi pada lempeng bumi. Oleh karena itulah akibat gempa dapat dirasakan di beberapa tempat sekaligus, bahkan di tempat dengan radius ratusan hingga ribuan kilometer jauhnya. Gelombang yang merambat di dalam lempeng bumi berupa gelombang Primer (P) atau Sekunder (S).
Kecepatan perambatan gelombang seismik tergantung pada lapisan batuan yang dilewatinya. Semakin rapat batuan yang dilewati, semakin cepat perambatan terjadi dan sebaliknya.
Cara Mendeteksi Gempa Bumi
Alat untuk mengukur besarnya getaran gempa bumi disebut sebagai seismograf. Alat ini mengukur energi gempa bumi di episentrum. Diagram hasil pengukuran seismograf disebut seismogram. Ketika gempa bumi terjadi, semua seismograf di berbagai tempat menghitung waktu tibanya gelombang ke tempat seismograf berada. Gelombang P dan S tiba pada waktu yang berbeda. Perbedaan inilah yang digunakan untuk mengukur titik hiposentrum gempa. Diperlukan setidaknya pengukuran seismogram di tiga titik untuk menentukan letak hiposentrum secara tepat.
Kekuatan gempa bumi diukur dalam Skala Richter (SR). Skala ini diusulkan oleh seorang ahli Fisika dari Amerika bernama Charles Richter pada tahun 1935. Angka yang digunakan mulai dari 0, kenaikan satu angka menunjukkan penambahan kekuatan gempa 10 kali lipat dan penambahan energi gempa sebesar 30 kali lipat. Contoh gempa 7 SR berkekuatan 10 kali lipat lebih besar, kuat, dan memiliki rambatan energi 30 kali lebih besar dibandingkan gempa berukuran 6 SR.
Metode pengukuran dengan menggunakan Skala Richter memiliki keterbatasan dalam hal frekuensi dan jarak. Dengan makin banyaknya seismograf yang digunakan di berbagai belahan dunia maka skala yang digunakan untuk mengukur gempa secara tepat adalah skala Momen Magnitudo (M). SR mendasarkan perhitungan pada amplitudo gelombang sedangkan M mendasarkan perhitungan pada frekuensi. Sejak tahun 2008 Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah tidak menggunakan SR dan mengganti pengukuran kekuatan gempa dengan ukuran Momen Magnitudo (https://www.liputan6.com/news/read/3624335/ beda-magnitudo-dengan-skala-richter-sebagaiukuran-gempa). Pada gempa-gemba besar, pengukuran kekuatan dengan skala M lebih tepat dibandingkan SR.
Kategori Gempa Bumi
Berdasarkan magnitudonya, gempa bumi didikategorikan dari gempa kecil sampai sangat besar sebagai berikut:
Magnitudo | Kategori Gempa |
≥ 8 | Sangat besar |
7 – 7,9 | Besar |
6 – 6,9 | Kuat |
5 – 5,9 | Sedang |
4 – 4,9 | Ringan |
3 – 3,9 | Minor |
Bencana yang Terjadi Setelah Gempa Bumi
Gempa Susulan
Setelah terjadi gempa utama yang bermagnitudo besar, lempeng bumi yang telah bergerak karena saling bertumbukan atau bergesekan membutuhkan waktu untuk kembali ke posisi stabil. Pergerakan kembalinya lempeng bumi ke posisi stabil setelah gempa utama ini yang menyebabkan gempa susulan. Kekuatan gempa susulan biasanya lebih kecil dibandingkan gempa utama. Walaupun kekuatan gempa lebih kecil, namun dapat merusak bangunan-bangunan yang rangkanya telah rusak akibat gempa utama. Oleh karena itu setelah terjadi gempa, selama beberapa waktu kita tidak disarankan untuk masuk ke dalam bangunan dan menunggu di ruang terbuka, karena dikhawatirkan masih terjadi gempa susulan.
Tsunami
Pada tanggal 28 September 2018, Indonesia dikejutkan dengan berita terjadinya tsunami di Palu, Sulawesi Tengah. Gelombang besar, setinggi 6 meter, menyapu bersih kawasan pemukiman, dari dekat pantai sampai ke kota Palu. Lebih dari dua ribu nyawa tidak tertolong. Banyak bangunan rusak termasuk berbagai fasilitas umum dan rumah warga. Pengungsi pada saat itu tercatat 82.775 orang. Tsunami ini terjadi pada malam hari, setelah terjadi gempa besar berkekuatan 7,4 M. Kurang dari sepuluh menit sejak gempa mengguncang, terjadilah tsunami (https:// www.bbc.com/indonesia/indonesia -457 95714).
Sebelum tsunami Palu, tsunami besar juga pernah terjadi di Aceh pada akhir tahun 2004 setelah gempa sangat besar berkekuatan 9,3 M yang menelan korban nyawa lebih dari dua ratus ribu orang (https://nasional. kompas.com/read/2019/12/26/10570861/5-faktagempa-dan-tsunami-aceh-tragedi-yang-terjadi-15- tahun-lalu?page=all). Episentrum gempa ini terletak di lepas pantai barat Sumatera. Tsunami yang diperkirakan mencapai ketinggian 30 meter menyapu daratan hingga 12 km dari bibir pantai di Aceh. Jarak episentrum ke Banda Aceh adalah sejauh 250 km. Inilah tsunami yang paling banyak memakan korban jiwa yang pernah terjadi di Indonesia. Diperkirakan energi tsunami ini 23.000 kali lebih besar dibandingkan bom atom yang terjadi di Hiroshima, Jepang. Beberapa wilayah lain yang juga mengalami tsunami adalah Kepulauan Andaman di India, Phuket di Thailand, dan juga di Srilangka (Rickard, et al., 2009 p.302).
Tsunami dapat terjadi saat episentrum gempa terletak di dasar laut sehingga menyebabkan gelombang besar. Walaupun pada awalnya gelombang yang terjadi hanya setinggi 2 meter, namun dengan pergerakan yang sangat cepat hingga 800km/jam, saat mencapai perairan dangkal, ketinggian gelombang meningkat pesat. Gelombang yang sangat cepat ini memiliki energi yang sangat tinggi untuk menghancurkan apapun yang dilewatinya.