WISLAH.COM – Tajikistan, negara kecil di Asia Tengah yang dulunya merupakan bagian dari Uni Soviet, kini menjadi sorotan dunia internasional karena kebijakan kontroversialnya yang melarang penggunaan jilbab. Keputusan ini memicu kecaman dari berbagai negara Muslim dan organisasi hak asasi manusia.
Sejarah dan Budaya Tajikistan
Sebelum merdeka pada tahun 1991, Tajikistan merupakan salah satu republik Soviet yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun, selama era Soviet, praktik keagamaan dibatasi dan dikontrol ketat oleh pemerintah. Setelah merdeka, Tajikistan mengalami masa transisi yang sulit, termasuk perang saudara dan ketidakstabilan politik.
Kebijakan Sekuler dan Larangan Jilbab
Pemerintah Tajikistan, yang menganut sistem sekuler, telah lama berusaha untuk membatasi pengaruh agama dalam kehidupan publik. Pada tahun 2017, pemerintah mengeluarkan undang-undang yang melarang penggunaan jilbab di sekolah dan lembaga publik lainnya. Larangan ini diperluas pada tahun 2023 dengan melarang penggunaan jilbab di semua tempat umum.
Alasan di Balik Larangan Jilbab
Pemerintah Tajikistan berdalih bahwa larangan jilbab bertujuan untuk melindungi nilai-nilai sekuler negara dan mencegah ekstremisme. Namun, banyak pihak yang menilai kebijakan ini sebagai bentuk diskriminasi terhadap umat Muslim dan pelanggaran terhadap kebebasan beragama.
Reaksi Dunia Islam
Larangan jilbab di Tajikistan menuai kecaman keras dari berbagai negara Muslim dan organisasi internasional. Mereka menyerukan agar pemerintah Tajikistan mencabut kebijakan diskriminatif ini dan menghormati hak-hak umat Muslim.
Dampak Sosial dan Politik
Larangan jilbab di Tajikistan tidak hanya berdampak pada kehidupan sehari-hari umat Muslim, tetapi juga menimbulkan ketegangan sosial dan politik. Beberapa kelompok Muslim merasa hak-hak mereka dirampas dan terpinggirkan oleh kebijakan pemerintah.