Pemikiran Socrates Tentang Filsafat | Makalah Pemikiran Socrates Tentang Filsafat | Penelitian Pemikiran Socrates Tentang Filsafat |
Pemikiran Socrates Tentang Filsafat
Socrates dikenal sebagai seorang yang tidak tampan, berpakaian sederhana, tanpa alas kaki dan berkelilingi mendatangi masyarakat Athena berdiskusi soal filsafat. Dia melakukan ini pada awalnya didasari satu motif religius untuk membenarkan suara gaib yang didengar seorang kawannya dari Oracle Delphi yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang lebih bijak dari Socrates. Merasa diri tidak bijak dia berkeliling membuktikan kekeliruan suara tersebut, dia datangi satu demi satu orang-orang yang dianggap bijak oleh masyarakat pada saat itu dan dia ajak diskusi tentang berbagai masalah kebijaksanaan. Metode berfilsafatnya inilah yang dia sebut sebagai metode kebidanan. Dia memakai analogi seorang bidan yang membantu kelahiran seorang bayi dengan caranya berfilsafat yang membantu lahirnya pengetahuan melalui diskusi panjang dan mendalam. Dia selalu mengejar definisi absolut tentang satu masalah kepada orang-orang yang dianggapnya bijak tersebut meskipun kerap kali orang yang diberi pertanyaan gagal melahirkan definisi tersebut. Pada akhirnya Socrates membenarkan suara gaib tersebut berdasar satu pengertian bahwa dirinya adalah yang paling bijak karena dirinya tahu bahwa dia tidak bijaksana sedangkan mereka yang merasa bijak pada dasarnya adalah tidak bijak karena mereka tidak tahu kalau mereka tidak bijaksana.
Kemunculan Sokrates terlebih dulu di dahului oleh kemunculan kaum sofis. Sokrates hadir dalam rangka menjawab apa yang telah mapan dalam konstruksi pemikiran kaum Sofis. Kaum Sofis sejak zaman Yunani Kuno sudah tidak baik. Dengan kehebatan mereka dalam berargumentasi, kaum Sofis dianggap sering menghalalkan segala cara untuk memenangkan perkara agar mendapatkan simpati masa-tujuannya akhirnya uang. Keberadaan kaum sofis dalam sejarah filsafat memiliki arti penting, kaum Sofis menjadikan manusia sebagai pusat pemikiran filsafatnya. Pandangan relativisme kaum Sofis mengatakan bahwa tidak ada pengenalan pun yang bersifat absolut atau objektif. Akibat dari paham yang demikian, maka ukuran kebenaran menjadi relatif dan subjektif. Maka dari itu sangat tidak mungkin kemunculan Sokrates dipisahkan dari kehadiran kaum Sofis.
Sokrates adalah orang yang juga menguasai seni berargumentasi seperti kaum Sofis, ia mempertanyakan pandangan-pandangan tradisional mengenai moralitas. Sokrates tampil sebagai upaya untuk memberikan sebuah jawaban atas pandangan kaum Sofis. Dalam kaitannya dengan kaum Sofis, sebenarnya kalau kita melihatnya secara sepintas antara Sokrates dengan kaum Sofis tidak memiliki banyak perbedaan. Sama dengan kaum Sofis, Sokrates memulai filsafatnya dengan bertolak dari pengalaman sehari-hari. Menurut Sokrates di dunia ini ada kebenaran yang bersifat objektif, di mana kebenaran itu tidak bergantung pada saya atau kita. Dan untuk membuktikan adanya kebenaran yang objektif, Sokrates menggunakan metode tertentu. Metode tersebut kita kenal dengan metode dialektika dari kata kerja Yunani yang berarti bercakapcakap atau berdialog. Metode Sokrates ini dikatakan sebagai metode dialektika karena memiliki peranan penting di dalamnya. Di dalam metode itu terdapat dua penemuan, kedua-duanya menyangkut berkenaan dengan dasar pengetahuan. Yang pertama ia menemukan induksi dan yang kedua ia menemukan definisi
Dengan definisi Sokrates dapat membuktikan kepada kaum Sofis bahwa pengetahuan yang umum ada, yaitu definisi itu. Dalam hal ini kaum Sofis tidak seluruhnya benar: yang benar ialah sebagian pengetahuan bersifat umum dan sebagian bersifat khusus; yang khusus itulah pengetahuan yang kebenarannya relatif.
Socrates melahirkan pemikiran sebagai berikut :
Dunia bayang-bayang: the story of the caveman
Seseorang yang suka merenung pasti pernah memikirkan tentang makna hidupnya. Misalnya pertanyaan ini: Apakah tujuan hidup itu? ”atau“ Untuk apa aku peroleh dan mempunyai ilmu pengetahuan?”. Khusus tentang fungsi Kongkrit filsafat dan ilmu pengetahuan, yang mengkhususkan diri ke dunia ide pemikiran dipandang tidak banyak memberikan jawaban nyata atas persoalan kehidupan, hanya melayang-layang di awang-awang. Benarkah demikian?. Tentu saja banyak sekali variasi jawaban dari dua peryataan di atas, tergantung latar belakang kehidupan dan pendidikan serta pandangan dunianya. Pada masa yunani kuno, pertanyaan-pertanyaan itu berusaha dijawab oleh Socrates. Socrates mengajarkan bahwa kebajikan adalah hal yang paling berharga diantara semua yang dimilik seseorang, bahwa kebenaran terletak di luar ” bayangbayang” pengalaman kita sehari-hari.
Ungkapan Socrates yang sangat terkenal adalah “kenalilah dirimu sendiri”. Manusia adalah makhluk yang terus-menerus mencari dirinya sendiri dan yang setiap saat harus menguji dan mengkaji secara cermat kondisi-kondisi eksistensinya. Socrates berkata dalam Apologia, “Hidup yang tidak dikaji” adalah hidup yang tidak layak untuk dihidupi. Bagi Socrates, manusia adalah makhluk yang bila disoroti pertanyaan yang rasional dapat menjawab secara rasional pula. Menurut Socrates, hakekat manusia tidak ditentukan oleh tambahan-tambahan dari luar, ia semata-mata tergantung pada penilaian diri atau pada nilai yang diberikan kepada dirinya sendiri. Semua hal yang ditambahkan dari luar kepada manusia adalah kosong dan hampa. Kekayaan, pangkat, kemasyhuran dan bahkan kesehatan atau kepandaian semuanya tidak pokok (adiaphoron). Satu-satunya persoalan adalah kecendrungan sikap terdalam pada hati manusia. Hati nurani merupakan “hal yang tidak dapat memperburuk diri manusia, tidak dapat juga melukainya baik dari luar maupun dari dalam”.
Tabiat Socrates tercermin dalam hal dunia bayang-bayang pernyataannya sebagai berikut : “Padang rumput dan pohon kayu tak memberi pelajaran apapun kepadaku, manusia ada. Ia memerhatikan yang baik dan buruk yang terpuji dan tercela. Suatu saat ia didapati ditanah lapang dimana banyak orang berkumpul, tidak lama ia berada dipasar. Ia berbicara dengan semua orang, menanyakan apa yang dibuatnya, ia ingin mengetahui sesuatu dari orang yang mengerjakan sesuatu ia selalu bertanya tentang pertukangannya. Ia bertanya kepada pelukis tentang apa yang dikatakan indah, kepada prajurit atau ahli perang, ia tanyakan apa yang dikatakan berani, kepada ahli politik ditanyakannya berbagai hal yang biasa dipersoalkan mereka dengan jalan bertanya itu, ia memaksa orang yang ia tanya supaya memperhatikan apa yang ia tahu dan hingga disisi mana tahunya pertanyaan itu mulanya mudah dan sederhana setiap jawaban disusul dengan pertanyaan baru yang lebih mendalam Dari pertanyaan biasa, lalu membawanya kepada pertanyaanpertanyaan lebih lanjut. Dalam ilmu pengetahuan modern sekarang “Dunia bayang-bayang: the story of the caveman” terutama dalam psikologi disebut Abstrak Thingking (berpikir abstrak) sebagai bentuk daya imajinasi sesorang untuk mendesain sebuah temuan atau gagasan terhadap sesuatu.
“Dunia bayang-bayang” atau berpikir abstrak diperlukan bagi manusia untuk mendefinsikan sesuatu hal demi kemajuan dan kesejahteraan kehidupan manusia dan dunia bayang-bayang (abstrak thingking) sebagai landasan awal bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Kebenaran universal
Sokrates memilih manusia sebagai objek penyelidikannya dan ia memandang manusia lebih kurang dari segi yang sama seperti mereka: sebagai makhluk yang mengenal, yang harus mengatur tingkah lakunya sendiri dan yang hidup dalam masyarakat. Sokrates memulai filsafatnya dengan bertitik tolak dari pengalaman sehari-hari dan dari kehidupan yang konkret. Sokrates tidak menyetujui relativisme yang dianut oleh kaum Sofis. Menurut Sokrates ada kebenaran objektif, yang tidak tergantung pada saya atau pada kita. Akan tetapi, sebaiknya kita tidak memandang keyakinan Sokrates itu dari sudut “kebenaran” saja.
Kebenaran tidak diperoleh begitu saja sebagai ayam panggang terlompat kedalam mulut yang ternganga, melainkan dicari dengan perjuangan seperti memperoleh segala barang yang tertinggi nilainya.
Socrates memandang akan adanya kebenaran objektif, yang tidak bergantung pada saya (individu) atau kita (kelompok). Dalam pembuktian hal ini Socrates menggunakan beberapa metode. Metode tersebut bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan atau disebut juga dengan dialog yang kemudian dianalisis. Metode ini dianggap memiliki preanan penting dalam menggali kebenaran objektif. Contoh, ketika Ia ingin menemukan makna adil, dia bertanya kepada pedagang, prajurit, penguasa dan guru. Dari semua penjelasan yang diberikan oleh lapisan masyarakat itu dapat ditarik sebuah benang merah yang bersifat universal tentang keadilan, dari sinilah menurut Socrates kebenaran universal ditemukan. Atau menghasilkan jawaban pertama (hipotesis pertama). Jika jawaban pertama menghasilkan konsekuensi yang mustahil maka hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain dan begitulah selanjutnya. Dan diskusi itu biasanya berakhir dengan aporia (kebingungan) dan terkadang juga menghasilkan suatu defenisi yang dianggap berguna. Dan metode ini disebut dialektika (dialog), yang berasal dari bahasa yunani yakni dialeghesthai.
Gerakan pendidikan yang dilakukan oleh Socrates yang dikenal dengan Metode Socratic: gnoti seauton, maieutica-technic, dan dialektika. Socrates menyumbangkan teknik kebidanan (maieutika tekhnic) dalam berfilsafat. Bertolak dari pengalaman konkrit, melalui dialog seseorang diajak Socrates (sebagai sang bidan) untuk “melahirkan” pengetahuan akan kebenaran yang dikandung dalam batin orang itu. Dengan demikian Socrates meletakkan dasar bagi pendekatan deduktif. Pemikiran Socrates dibukukan oleh Plato, muridnya. Hidup pada masa yang sama dengan mereka yang menamakan diri sebagai “sophis” (“yang bijaksana dan berapengetahuan”), Socrates lebih berminat pada masalah manusia dan tempatnya dalam masyarakat, dan bukan pada kekuatankekuatan yang ada dibalik alam raya ini (para dewa-dewi mitologi Yunani). Seperti diungkapkan oleh Cicero kemudian, Socrates “menurunkan filsafat dari langit, mengantarkannya ke kota-kota, memperkenalkannya ke rumah-rumah”. Karena itu dia didakwa “memperkenalkan dewa-dewi baru, dan merusak kaum muda” dan dibawa ke pengadilan kota Athena. Dengan mayoritas tipis, juri 500 orang menyatakan ia bersalah. Ia sesungguhnya dapat menyelamatkan nyawanya dengan meninggalkan kota Athena, namun setia pada hati nuraninya ia memilih meminum racun cemara di hadapan banyak orang untuk mengakhiri hidupnya.
Beberapa Penelitian Pemikiran Socrates Tentang Filsafat
Berikut adalah beberapa penelitian “Pemikiran Socrates Tentang Filsafat ” :
Mengenal Filsafat Antara Metode Praktik Dan Pemikiran Socrates, Plato Dan Aristoteles, oleh Mahfud dan Patsun
Berikut adalah kesimpulan dari penelitian yang ditulis oleh Mahfud dan Patsun dengan judul Mengenal Filsafat Antara Metode Praktik Dan Pemikiran Socrates, Plato Dan Aristoteles dalam Jurnal Studi Keislaman Vol. 5 No. 1 (2019): JUNI 2019
Sebagai penutup, jurnal ini banyak berbicara tentang konsep awal filsafat atau lebih sederhanya adalah langkah awal untuk mengenal filsafat secara umum. Dalam artikel ini diperkenalkan apa itu filsafat, bagaimana cara mempelajari filsafat, karakteristik filsafat pemikiran para tokoh. Periode perkembangan filsafat secara singkat. Artinya dapat dikatakan bahwa artikel ini adalah satu cara untuk memperkenalkan filsafat bagi siapa saja yang ingin belajar filsafat dan dapat dipahami karena bahasa yang digunakan adalah bahasa yang sangat sederhana.
LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN: Telaah Pemikiran Socrates, Plato dan Aristoteles, oleh Muhammad Tang, AH. Mansur dan Ismail
Berikut adalah kesimpulan dari penelitian yang ditulis oleh Muhammad Tang, AH. Mansur dan Ismail dengan judul LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN: Telaah Pemikiran Socrates, Plato dan Aristoteles dalam Journal of Islamic Studies Review Volume. 01, Number. 01, Maret 2021
Setelah membahas pemikiran ketiga filusuf tersebut di atas tentang pendidikan, maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, pendidikan hendaknya dikembangkan dengan dialektika (dialogis) atau dalam istilah sekarang ini metode diskusi (Socrates). Kedua, seseorang guru tidak memaksa kehendak atau memaksa gagasan-gagasan atau pengetahuan kepada seorang siswa, yang mana seorang siswa dituntut untuk mengembangkan pemikirannya sendiri dengan berpikir secara kritis, ini adalah suatu metode untuk meneruskan inteleknya dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaannya dan kekuatan mental. Ketiga, tujuan pendidikan yang benar menurut Socrates adalah untuk merangsang penalaran yang cermat dan disiplin mental yang akan menghasilkan perkembangan intelektual yang terus menerus dan standar moral yang tinggi. Keempat, pemerintah harus berperang aktif dalam mengembangkan pendidikan (Plato). Kelima, tujuan pendidikan menurut Plato adalah untuk menemukan kemampuan-kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga ia akan menjadi seorang warga negara yang baik, dalam suatu masyarakat yang harmonis, melaksanakan tugas-tugasnya secara efisien sebagai seorang anggota kelasnya. Keenam, menurut Aristoteles, agar orang dapat hidup baik, maka ia harus mendapatkan pendidikan. Pendidikan bukanlah soal akal semata-mata, akan tetapi soal memberi bimbingan kepada perasaan-perasaan yang lebih tinggi, supaya mengarah diri kepada akal, sehingga dapat dipakai akal guna mengatur nafsu-nafsu. Dan ketujuh, aristoteles mengemukakan bahwa pendidikan yang baik adalah yang mempunyai tujuan untuk kebahagiaan. Kebahagiaan tertinggi adalah hidup spekulatif