Mengapresiasi Peradaban Daulah Usmani (Rangkuman Materi PAI Kelas 9 SMP Kurikulum Merdeka)

Perkalian dan Pembagian Bilangan Desimal, Contoh dan Cara Menghitungnya (Rangkuman Materi Matematika SD/MI Kelas 4 Bab 16) Kurikulum Merdeka

Mengapresiasi Peradaban Daulah Usmani | Rangkuman Materi PAI Kelas 9 | Bab 5 | SMP | Kurikulum Merdeka | Wislah Indonesia |

Mengapresiasi Peradaban Daulah Usmani

Sejarah Lahirnya Daulah Usmaniyah

Daulah Usmaniyah, entitas bersejarah yang mengilhami perjalanan panjang Islam di wilayah Turki, memiliki akar dalam kelompok etnis Suku Kayi. Keberadaan suku ini bermula dari momen dramatis saat invasi Jenghis Khan dan pasukannya. Menghindari serbuan tersebut, Suku Kayi berhasil bertahan dan melarikan diri. Pimpinan Sulaiman memimpin perjalanan suku ini, membawa mereka melewati perjalanan panjang dari Transoxania ke wilayah Kurdistan, Azerbaijan, dan Asia Kecil, tempat mereka akhirnya menetap dan merintis kehidupan baru.

Seiring berjalannya waktu, Daulah Usmaniyah mengalami pergeseran ibu kota beberapa kali, mencerminkan dinamika perjalanan dan perkembangan wilayah yang dikuasai. Pada tahun 1299 hingga 1335 Masehi, Sogut menjadi pusat pemerintahan. Kemudian, ibu kota berpindah ke Bursa pada periode 1335 hingga 1413 Masehi, dan setelahnya ke Adrianopel pada tahun 1413 hingga 1453 Masehi. Puncaknya, ibu kota Daulah Usmaniyah berada di Konstantinopel mulai dari tahun 1453 hingga 1922 Masehi.


Masa Awal Berdiri Daulah Usmaniyah

Daulah Usmaniyah, entitas bersejarah yang mendefinisikan perjalanan Turki, memiliki akar yang kuat dalam para pemimpin awal yang berdedikasi. Inilah beberapa sosok penting yang membentuk landasan berdirinya Daulah Usmaniyah:

1. Usman I (699-726 H./1299-1326 M.): Pada tahun 1299, pasukan Mongol di bawah Ghazan Khan menyerang, namun berhasil digagalkan oleh Usman. Kondisi tersebut memungkinkan Usman Bey untuk menyatakan diri sebagai pemimpin penuh dan mendirikan Daulah Usmaniyah pada tanggal 27 Juli 1299, dengan Qurah Hisyar (Iskisyiyar) sebagai ibu kotanya. Keberaniannya, keadilan, kebijaksanaan, dan kesucian hati menjadikan dia simbol penghormatan di kalangan rakyat. Ia berhasil mempersatukan suku-suku Turki dengan semangat keimanan, diberi gelar “al-Ghozi” yang berarti ksatria. Pencapaiannya termasuk perluasan wilayah hingga ke Kekaisaran Byzantium dan pembebasan kota Bursa di tepi Laut Marmara.

2. Orkhan (726-761 H./1326-1361 M.): Menggantikan ayahnya, Usman I, Orkhan menetapkan Bursa sebagai ibu kota dan membentuk pasukan khusus Inkisyariyah/Jenissari. Ini memungkinkan penggabungan daerah Turkeman, Nicaae (1331), Nicomedia (1337), Scutari (1338), dan Teluk Edremit.

3. Murad I (761-791 H./1360-1388 M.): Putra Orkhan, Murad I, adalah seorang mujahid berani dan rajin beribadah. Di bawah pemerintahannya, Daulah Usmaniyah berkembang pesat. Wilayahnya merambah Asia Kecil dan Eropa, termasuk penaklukan Adrianopel yang diubah menjadi Edirne sebagai ibu kota baru. Perluasan wilayahnya mencakup utara Yunani, meskipun upaya serangan oleh pihak Kristen berhasil digagalkan. Murad I gugur sebagai syuhada dan kekuasaannya diteruskan oleh putranya, Bayazid I.

4. Bayazid I (791-805 H./1389-1402 M.): Bayazid I, seorang pemimpin berani dan cerdas, melanjutkan ekspansi wilayah dengan cepat. Dalam setahun, ia berhasil menguasai wilayah Kristen Anatolia dan mendapatkan julukan “Yaldrum” yang berarti kilat. Kehandalannya membuat Paus khawatir sehingga terjadi Perang Salib I. Namun, cita-citanya untuk menaklukkan Konstantinopel terhenti oleh pertemuan dengan Timur Lenk, pemimpin keturunan Mongol-Turki. Timur Lenk akhirnya mengalahkan Bayazid, dan perseteruan mereka dipicu oleh desakan pemimpin Irak untuk bantuan, provokasi kerajaan Kristen, dan keinginan bersama untuk perluasan wilayah.

Pemimpin-pemimpin ini, dengan berbagai kepribadian dan visi mereka, memainkan peran krusial dalam membentuk fondasi Daulah Usmaniyah. Perjalanan awal ini menandakan semangat perjuangan, kepemimpinan yang bijak, dan semangat untuk mengembangkan wilayah yang menjadi ciri khas perjalanan panjang Daulah Usmaniyah.

Masa Kebangkitan dan Kejayaan Daulah Usmaniyah

Setelah menghadapi kekalahan melawan Timur Lenk, Daulah Usmaniyah mengalami periode pecah belah dan pertikaian dalam perjuangan merebut kekuasaan antara keturunan Bayazid. Namun, Muhammad I, putra bungsu Sultan Bayazid, berhasil menyatukan saudara-saudaranya, membangkitkan kembali Daulah Usmaniyah, dan melewati batas kejayaan sebelumnya.

1. Muhammad I (817-824 H./1403-1421 M.):

Sultan Muhammad I dengan cermat membangun kembali kekuatan negara. Melalui strategi diplomasi, ia menjalin hubungan dengan Byzantium dan Venesia, untuk menjaga stabilitas dalam negeri dan mengembalikan beberapa wilayah yang diambil oleh Timur Lenk. Citra dan kejayaan Daulah Usmaniyah berhasil dipulihkan. Kepedulian Sultan Muhammad I terhadap para fuqoha mendorong perpindahan ibu kota dari Adronopel ke Busyro. Namun, ia wafat pada usia 43 tahun, dan digantikan oleh putranya, Murad II.

2. Murad II (824-855 H./1421-1451 M.):

Sultan Murad II meneruskan tradisi perluasan wilayah. Ia menargetkan Albania, Asia Kecil, Falakh, dan Hongaria yang sebelumnya terlepas dari kekuasaan Daulah Usmaniyah. Meskipun menghadapi beberapa pertempuran, seperti Perang Salib kedua, Murad II berhasil mengatasi hambatan dengan bantuan putranya dan mengamankan situasi negara. Dia kemudian mewariskan kekuasaannya kepada putranya, Muhammad Al-Fatih.

3. Muhammad II/Al-Fatih (855-884 H./1451-1481 M.):

Al-Fatih menjadi Sultan pada usia 12 tahun dan dengan hebatnya menaklukkan Konstantinopel pada usia 21 tahun, diberi julukan “al-Fatih” (sang penakluk). Keahliannya dalam strategi perang, keterampilan dalam ilmu pengetahuan, dan kejujurannya membuatnya dikenang sebagai sosok berkelas. Al-Fatih adalah pemimpin yang menggabungkan keadilan dan kekuatan. Dia menggapai mimpi kemenangan setelah mendengar ramalan Rasulullah tentang Konstantinopel.

Dalam upaya penaklukkan Konstantinopel, Al-Fatih melakukan beberapa langkah: ia bersekutu dengan negara tetangga, membangun benteng di selat Bosporus, memata-matai benteng Konstantinopel, dan melakukan diplomasi dengan Kaisar Konstantinopel. Setelah 9 bulan berjuang, Konstantinopel berhasil ditaklukkan pada 29 Mei 1453 M. Al-Fatih menghormati agama Kristen dan memerintahkan perlindungan bagi gereja Hagia Sofia. Ia juga merenovasi kota dan mendirikan istana megah, serta mengubah nama Konstantinopel menjadi Islambul (Istambul).

4. Bayazid II (884-918 H./1481-1512 M.):

Pada masa pemerintahannya, Daulah Usmaniyah mengalami krisis politik dan ketidakstabilan yang banyak. Tahun 918 H/1512 M, Sultan Bayazid II menyerahkan kekuasaannya kepada Sultan Salim I.

5. Salim I (918-926 H./1512-1520 M.):

Sultan Salim I adalah sosok yang dihormati, giat, dan berdedikasi. Meskipun masa pemerintahannya singkat, ia berhasil mempersiapkan fondasi kejayaan Daulah Usmaniyah di bawah kepemimpinan Sulaiman Al-Qanuni.

6. Sulaiman I/Al-Qonuni (927-974 H./1520-1566 M.):

Sulaiman I, juga dikenal sebagai Al-Qonuni, memerintah pada saat puncak kejayaan Turki Usmani. Ia adalah legislator ulung yang menciptakan undang-undang dan membawa Turki Usmani mencapai titik puncak. Sulaiman I dikenal sebagai tokoh yang cerdas, penuh strategi, serta berwawasan luas dalam ilmu pengetahuan. Pemerintahannya dicirikan oleh pembangunan masjid, madrasah, istana, museum, dan penaklukan wilayah yang mengukuhkan posisi Turki Usmani sebagai kekuatan global.

Daulah Usmaniyah mencapai kejayaan yang mengagumkan dengan penaklukan kota-kota besar seperti Madinah, Yerusalem, Damaskus, Baghdad, Balkan, dan sebagian besar Afrika Utara. Keberhasilan ini membuatnya menjadi negara yang dihormati di tiga benua. Peninggalan sejarah Turki Usmani dapat diakses melalui berbagai aplikasi pencarian lokasi atau melalui scan QR yang disediakan.


Masa Kemunduran Daulah Usmaniyah

Setelah wafatnya Sultan Sulaiman Al-Qanuni, Daulah Turki Usmani mengalami kemerosotan yang mengkhawatirkan. Wilayah kekuasaan mereka menyusut, gejolak pemberontakan merajalela, dan situasi kepemimpinan mengalami krisis yang serius. Beberapa sultan yang memerintah setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni adalah:

1. Sultan Salim II (1566-1574 M.):

Menggantikan ayahnya, Sultan Salim II dikenal dengan perilaku yang tidak terpuji. Ia menggunakan kekayaan negara untuk kepentingan pribadinya. Pada masa ini, pasukan Kristen di bawah pimpinan Don Juan dari Spanyol menyerang, dan pasukan Turki Usmani mengalami kekalahan.

2. Sultan Murad III (1574-1595 M.):

Sultan Murad III naik tahta menggantikan ayahnya, Sultan Salim II. Di masa pemerintahannya, Daulah Usmaniyah berhasil merebut kembali Tunisia dan menguasai wilayah Tiflis di Laut Hitam serta kota Tabriz yang menjadi ibu kota Safawi. Namun, sifat-sifat negatif seperti ayahnya menyebabkan pemberontakan dan penurunan nilai mata uang.

3. Sultan Muhammad III (1595-1603 M.):

Sultan Muhammad III menggantikan Sultan Murad III setelah pertikaian dengan saudara-saudaranya. Masa pemerintahannya ditandai oleh persaingan dalam keluarga. Ia meninggal pada tahun 1603 akibat serangan jantung.

4. Sultan Ahmet I (1603-1617 M.):

Sultan Ahmet I naik takhta pada usia 13 tahun menggantikan Sultan Muhammad III, dan meninggal pada usia 28 tahun. Ia mewariskan peninggalan bersejarah, seperti Masjid Sultan Ahmet I yang juga dikenal sebagai Masjid Biru.

5. Sultan Mustafa I (1617-1618 M.):

Sultan Mustafa I mengambil alih tahta setelah kematian Sultan Ahmet I. Ini adalah kali pertama tampuk kekuasaan tidak diwariskan kepada putra, melainkan kepada saudara laki-laki. Namun, kepemimpinan yang tidak stabil mengakibatkan pelemahan ekonomi dan akhirnya ia digulingkan dengan paksa.

Setelah serangkaian sultan di atas, berbagai sultan bergantian memimpin Daulah Usmaniyah, antara lain:

– Sultan Usman II (1618-1622 M.)

– Sultan Murad IV (1623-1640 M.)

– Sultan Ibrahim (1640-1648 M.)

– Sultan Muhammad IV (1648-1667 M.)

– Sultan Sulaiman II (1687-1691 M.)

– Sultan Ahmet II (1691-1695 M.)

– Sultan Mustafa II (1695-1703 M.)

– Sultan Ahmet III (1703-1730 M.)

– Sultan Mahmud I (1730-1754 M.)

– Sultan Usman III (1745-1757 M.)

– Sultan Mustafa III (1757-1774 M.)

– Sultan Abdul Hamid I (1774-1789 M.)

– Sultan Selim III (1789-1807 M.)

– Sultan Mustafa IV (1807-1808 M.)

– Sultan Mahmud II (1808-1839 M.)

– Sultan Abdul Majid I (1839-1861 M.)

– Sultan Abdul Aziz I (1861-1876 M.)

– Sultan Murad V (1876 M.)

– Sultan Abdul Hamid II (1876-1909 M.)

– Sultan Mehmed V (1909-1918 M.)

– Sultan Mehmed VI (1918-1922 M.)

Masa kemunduran ini menggambarkan Daulah Usmaniyah yang terperosok dalam perpecahan internal dan tantangan eksternal, yang pada akhirnya membawa pada akhir dari era kekhalifahan tersebut.

Masa Keruntuhan Daulah Usmaniyah

Dalam rentang waktu yang cukup panjang, Daulah Usmaniyah menghadapi rangkaian kemunduran yang mendalam. Krisis meluas pada berbagai aspek, mencakup ekonomi, politik, dan militer. Saat ini, kesultanan ini memasuki era reformasi di bawah kepemimpinan Sultan Abdul Hamid II dan para penerusnya. Sultan terakhir dari garis keturunan ini adalah Sultan Abdul Hamid II, yang memerintah hingga tahun 1924 M. Pada tahun tersebut, Daulah Usmaniyah berubah menjadi Republik Turki, mengakhiri keberlangsungan sistem kesultanan dan membuka babak baru sebagai negara republik modern.

Keteladanan yang Bisa Diterapkan dari Sejarah Daulah Turki Usmani

Perjalanan sejarah Daulah Turki Usmani menyajikan sejumlah pelajaran berharga yang mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari kita. Semangat kerja keras dan ketabahan menjadi salah satu hal yang dapat kita ambil, mengajarkan pentingnya tetap berusaha tanpa putus asa. Beberapa bentuk semangat kerja keras dan ketekunan yang terdapat dalam sejarah Daulah Turki Usmani adalah:

a. Semangat Bekerja Keras dalam Menetapkan Sistem Hukum Pemerintahan: Daulah Usmani menerapkan tiga sistem pengadilan yang mencakup muslim, non-muslim (Yahudi dan Kristen), serta pengadilan dagang. Sistem hukum Daulah Usmani berakar pada Al-Qur’an, sunah, ijma’, konsensus ulama, qiyas, dan adat setempat. Era reformasi abad ke-19 melihat perubahan dalam sistem pengadilan, dengan tujuan menciptakan pengadilan yang adil dan inklusif. Semangat bekerja keras ini mengajarkan pentingnya mempertahankan kebenaran dan tanggung jawab di dalam tindakan sehari-hari.

b. Semangat Bekerja Keras dalam Memperkuat Negara melalui Militer: Daulah Usmani membentuk angkatan darat dan laut yang terdepan pada masanya. Penggunaan senjata modern seperti senapan lontar dan meriam dalam militer mereka memberikan pelajaran tentang betapa pentingnya kedisiplinan dan upaya keras dalam menjaga dan mengembangkan aspek militer dan pertahanan negara.

c. Semangat Bekerja Keras dalam Membangun Ekonomi Negara: Pengelolaan keuangan yang cermat dan inovatif di Daulah Usmani membuktikan keefektifan lembaga keuangan yang profesional. Pemanfaatan sumber daya alam dan perluasan perdagangan menjadi modal penting dalam membangun ekonomi yang kuat. Semangat bekerja keras dalam mengasah kreativitas dan inovasi mengajarkan tentang pentingnya mencukupi kebutuhan hidup dan berkontribusi pada kesejahteraan negara.

d. Semangat Bekerja Keras dalam Mewujudkan Toleransi antar Umat Beragama: Walaupun mayoritas muslim, Daulah Usmani memberikan kebebasan beragama bagi warganya. Kemampuan menghormati dan hidup berdampingan dengan beragam agama menunjukkan betapa pentingnya sikap inklusif dan penghargaan terhadap perbedaan dalam masyarakat yang beragam.

e. Semangat Bekerja Keras dalam Meningkatkan Sains Teknologi: Daulah Usmani mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui perpustakaan dan pendidikan. Semangat berinovasi, bekerja keras dalam mencari ilmu, serta kerja sama dalam mencapai tujuan akademis menjadi pelajaran yang berharga dalam upaya mengembangkan diri dan bangsa.

f. Membangun dan Menghargai Bahasa dan Budaya: Usmani mengadopsi bahasa, budaya, seni, dan tradisi lokal yang ditemukan serta mengkombinasikannya dengan hal-hal baru. Ini mengajarkan kita untuk menghormati dan melestarikan berbagai budaya yang ada di sekitar kita serta merangkul keberagaman sebagai kekayaan.

g. Membangun dan Menghargai Arsitektur: Karya arsitektur Usmani menggabungkan beragam gaya dan menciptakan identitas budaya yang unik. Menghargai warisan sejarah serta upaya dalam melestarikan peninggalan budaya menjadi teladan dalam menjaga identitas dan sejarah bangsa.

Dari sejarah perjalanan Daulah Turki Usmani, kita belajar bahwa keberhasilan terkait erat dengan semangat kerja keras. Generasi masa kini harus mengadopsi semangat ini dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Pengasahan kreativitas, inovasi, tanggung jawab, dan kerja keras dapat membawa manfaat dalam menghadapi tantangan dan meningkatkan kualitas diri. Tidak hanya itu, pelajaran dari kemunduran Daulah Turki Usmani mengingatkan kita untuk menghindari kesalahan masa lalu dan membangun fondasi yang kuat untuk masa depan yang lebih baik.

Related posts