Macam-Macam Perlawanan | Rangkuman Materi IPAS Kelas 6 | Bab 2 | SD | Kurikulum Merdeka | Wislah Indonesia |
Macam-Macam Perlawanan
Perang Jawa: Perjuangan Pangeran Diponegoro
Pada abad ke-19, keadaan di Jawa, terutama di Surakarta dan Yogyakarta, menjadi semakin memprihatinkan. Campur tangan pemerintah Belanda menyebabkan timbulnya konflik di lingkungan kerajaan. Budaya Barat yang tidak selaras dengan budaya Nusantara mulai diperkenalkan, termasuk minuman keras. Selain itu, Belanda memberlakukan kebijakan baru dengan menaikkan pajak dan memasang patok-patok pembuatan jalan di atas tanah leluhur Kesultanan Yogyakarta. Tindakan ini menimbulkan kemarahan Pangeran Diponegoro, yang kemudian menyatakan perang dengan bantuan pasukan kerajaan.
Dalam perang tersebut, Pangeran Diponegoro menerapkan taktik gerilya dengan serangan mendadak dan memutus jalur pengiriman makanan bagi pasukan Belanda. Taktik ini menyebabkan pasukan Belanda mengalami banyak kekalahan. Untuk mengatasi hal ini, Belanda di bawah komando Jenderal de Kock meminta bantuan tentara dari wilayah Sumatera, Sulawesi, dan merekrut tentara dari Afrika dan Pantai Gading untuk memperkuat jumlah pasukan.
Selain itu, Jenderal de Kock juga menerapkan strategi baru yang disebut Benteng Stelsel. Strategi ini melibatkan pembangunan banyak benteng untuk membatasi pergerakan pasukan Diponegoro. Dampaknya, pasukan Diponegoro menjadi terdesak dan mengalami banyak kekalahan, sehingga mereka terpaksa melakukan perundingan dengan Belanda. Namun, dalam situasi perundingan, Belanda bertindak licik dengan menangkap Pangeran Diponegoro dan mengasingkannya ke Makassar, Sulawesi Selatan, hingga beliau meninggal di pengasingan pada tahun 1855.
Perang Diponegoro, atau dikenal juga sebagai Perang Jawa, dianggap sebagai The Great War oleh orang Eropa karena berhasil membuat Belanda harus mengerahkan hingga 50.000 tentara. Belanda mengalami banyak kerugian akibat perang ini, sehingga muncul ide cultuurstelsel sebagai upaya mengganti kerugian yang mereka alami.
Perang Padri: Perjuangan Tuanku Imam Bonjol
Perang Padri terjadi di wilayah Minangkabau, Sumatera Barat, yang dipicu oleh konflik antara kaum adat dengan kelompok agama yang dikenal sebagai kaum Padri. Pertentangan ini berakar dari perbedaan praktik keagamaan dan memunculkan peperangan dalam skala yang luas. Kaum adat menghadapi kekalahan dalam perang dan terdesak, sehingga mereka meminta bantuan tentara Belanda yang berada di wilayah tersebut. Dalam kesempatan ini, Belanda menginginkan wilayah Minangkabau menjadi bagian dari kekuasaan mereka.
Pada peperangan ini, kelompok kaum Padri dipimpin oleh Datuk Bandaro, namun setelah wafat, kepemimpinan diambil alih oleh Tuanku Imam Bonjol. Untuk menghadapi pasukan kaum adat yang didukung oleh Belanda, Tuanku Imam Bonjol menerapkan strategi perang gerilya yang berhasil mengacaukan pasukan Belanda. Akibatnya, Belanda terpaksa meminta gencatan senjata dan melakukan perundingan pada tahun 1825.
Saat gencatan senjata berlangsung, pasukan Belanda dipindahkan ke Jawa untuk membantu menghadapi Perang Jawa atau Perang Diponegoro. Setelah berhasil menang dalam Perang Jawa, pasukan Belanda dipindahkan kembali ke Sumatera Barat untuk melawan kaum Padri dan menguasai wilayah tersebut.
Pertempuran sengit terjadi di daerah Agam pada tahun 1833 dengan jumlah pasukan Belanda yang meningkat pesat. Dalam pertempuran tersebut, Tuanku Imam Bonjol akhirnya ditangkap oleh Belanda pada tanggal 25 Oktober 1837. Ia diasingkan ke Cianjur, kemudian dipindahkan ke Ambon, dan akhirnya ke Manado. Tuanku Imam Bonjol wafat pada tahun 1864 dan dimakamkan di Kampung Pineleng dekat Kota Manado. Perang Padri dan perlawanan Tuanku Imam Bonjol mencerminkan semangat perjuangan melawan penindasan dan upaya mempertahankan kemerdekaan wilayah dari campur tangan asing.
Masa Pergerakan Nasional
Pada masa awal pergerakan nasional, berdiri berbagai organisasi pergerakan seperti Budi Utomo, Sarekat Dagang Islam, Muhammadiyah, dan Indische Partij. Kemudian, dalam fase radikal, muncul organisasi seperti Perhimpunan Indonesia (PI) dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Selanjutnya, pergerakan berubah menjadi fase moderat yang bersedia bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda, terwakili oleh organisasi Partindo, Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelis Islam a’la Indonesia (MIAI), Persatuan Pemuda Kristen, Persatuan Pemuda Katolik, dan berbagai organisasi moderat lainnya.
Faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya pergerakan nasional antara lain sejarah kejayaan kerajaan-kerajaan Indonesia di masa lalu, penderitaan rakyat akibat penjajah, munculnya golongan terpelajar dan cendekiawan, masuknya paham baru seperti nasionalisme dan demokrasi, serta kebangkitan nasional di negara-negara tetangga seperti Filipina dan India.
Pergerakan nasional ini kemudian menjadi cikal bakal terjadinya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yang dihasilkan dari Kongres Pemuda. Pada peristiwa ini, lagu kebangsaan “Indonesia Raya” ciptaan W.R. Soepratman diperdengarkan dan dipublikasikan pertama kali dalam surat kabar Sin Po dengan menyatakan bahwa lagu tersebut adalah lagu kebangsaan.
Sumpah Pemuda terdiri dari tiga poin penting: pertama, menyatakan persatuan darah sebagai putra dan putri Indonesia; kedua, mengakui persatuan sebagai bangsa Indonesia; dan ketiga, menjunjung bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda menjadi lambang semangat persatuan dan perjuangan bagi kemerdekaan Indonesia.
Kedatangan Penjajahan Jepang
Pada tanggal 8 Desember 1941, pasukan Jepang menyerang pangkalan angkatan laut Amerika di Pearl Harbor, Hawaii, memicu Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik. Dalam waktu singkat, Jepang berhasil menduduki Filipina, Myanmar, Malaya, Singapura, dan termasuk Indonesia. Pada tanggal 1 Maret 1942, pasukan Jepang berhasil mendarat di Pulau Jawa dan menguasai Batavia (sekarang Jakarta) empat hari kemudian. Pada tanggal 8 Maret 1942, angkatan Perang Sekutu menyerah tanpa syarat kepada Jepang.
Jepang menduduki Indonesia karena negara ini kaya akan bahan mentah seperti minyak bumi dan batu bara. Selain itu, wilayah Indonesia juga memiliki banyak produksi pertanian yang dibutuhkan oleh tentara Jepang. Jumlah penduduk Indonesia yang banyak dimanfaatkan Jepang untuk membantu perangnya, dengan menyebut mereka sebagai romusha. Walaupun masa penjajahan Jepang hanya berlangsung selama 3,5 tahun, kekejamannya melebihi penjajah sebelumnya.
Siksaan yang diderita oleh bangsa Indonesia berlanjut, baik dalam hal ekonomi maupun bentuk siksaan militer lainnya. Pada pertengahan tahun 1945, terbentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang bertujuan untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Persidangan ini berlangsung meskipun Indonesia masih berada di bawah kekuasaan Jepang. Jepang berjanji untuk memberikan hadiah kemerdekaan setelah sidang BPUPKI selesai. Kemudian, PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dibentuk, yang terdiri dari wakil-wakil dari wilayah luar Jawa dan beberapa mantan anggota BPUPKI.
Namun, sebelum PPKI dapat melangsungkan sidang pertamanya, bom atom meledak di Hiroshima dan Nagasaki, yang menyebabkan Jepang menyerah kepada sekutu. Hal ini berdampak pada janji kemerdekaan yang diberikan untuk Indonesia. Meskipun demikian, peristiwa bom atom itu menjadi titik pembuka bagi kemerdekaan Indonesia untuk meraih hak kemerdekaan dengan usaha sendiri.
Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajah
Masyarakat Indonesia telah mengalami masa penjajahan dan penindasan oleh bangsa-bangsa Eropa dan Jepang. Awalnya, perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia bersifat kedaerahan dan hanya berfokus pada pembelaan wilayah atau daerah tempat tinggal mereka. Namun, pada tahun 1908, berdiri organisasi modern pertama yang bernama Budi Utomo, diikuti oleh lahirnya organisasi nasionalisme lain seperti Sarekat Dagang Islam, Indische Partij, Partai Nasional Indonesia (PNI), dan lainnya.
Organisasi-organisasi ini lebih mementingkan persatuan dan kesatuan Indonesia. Akhirnya, organisasi-organisasi ini mencetuskan peristiwa bersejarah yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda, yang merupakan pengakuan dari pemuda-pemudi Indonesia untuk mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.
Bangsa Indonesia telah melakukan berbagai bentuk perlawanan terhadap bangsa Eropa dan Jepang yang melakukan penjajahan. Berikut adalah perbedaan karakteristik perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan Eropa dan Jepang:
1. Sifat Perjuangan:
– Pada masa penjajahan Eropa, perjuangan bangsa Indonesia masih bersifat kedaerahan dan belum sepenuhnya bersatu. Perlawanan lebih banyak berdasarkan dasar daerah masing-masing.
– Sebaliknya, pada masa penjajahan Jepang, bangsa Indonesia telah ditanamkan konsep persatuan dan kesatuan. Perjuangan lebih berfokus pada ideologi persatuan dalam mencapai kemerdekaan.
2. Bentuk Perjuangan:
– Perjuangan bangsa Indonesia pada masa penjajahan Eropa cenderung menggunakan peperangan fisik, termasuk bentuk perlawanan bersenjata.
– Di masa penjajahan Jepang, bangsa Indonesia lebih mengandalkan kecerdasan dengan menggunakan organisasi-organisasi yang dibentuk oleh Jepang untuk mengobarkan cita-cita kemerdekaan dan mempersiapkan kemerdekaan tersebut.
3. Hasil Perjuangan:
– Pada masa penjajahan Eropa, perlawanan bangsa Indonesia hampir selalu berakhir dengan kekalahan.
– Namun, pada masa penjajahan Jepang, perlawanan berhasil mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk mencapai kemerdekaan.
Dengan berbagai bentuk perlawanan dan semangat persatuan, bangsa Indonesia akhirnya berhasil mencapai kemerdekaannya dari kedua penjajah tersebut.