Biografi Singkat Sayyid Quthb : Profil, Pendidikan, Karya dan Pemikiran

Biografi Singkat Sayyid Quthb : Profil, Pendidikan, Karya dan Pemikiran

Biografi Singkat Sayyid Quthb | Profil Sayyid Quthb | Pendidikan Sayyid Quthb | Karya Sayyid Quthb | Pemikiran Sayyid Quthb | Wislahcom | Referensi |

Profil Sayyid Quthb

Nama lengkap Sayyid Quthb adalah Sayyid Quthb Ibrahim Husain. Ia lahir pada tanggal 9 Oktober 1906 di Kampung Mausyah, salah satu provinsi Asyuth, di dataran tinggi Mesir.Ia dibesarkan di dalam sebuah keluarga yang menitik- beratkan ajaran Islam dan mencintai al-Qur’an. Ia merupakan anak ketiga dari 5 bersaudara, yang terdiri dari tiga perempuan dan dua lelaki.  

Namun jumlah sebenar saudara kandungnya berjumlah tujuh orang, tetapi dua orang telah meninggal dunia sewaktu usia kecil.  Ayahnya bernama al-Haj Quthb bin Ibrahim dan ibunya bernama Sayyidah Nafash Quthb. Bapanya seorang petani terhormat yang relatif berada dan menjadi anggota Komirasis Partai Nasionalis di desanya. Rumahnya dijadikan markas bagi kegiatan politik, lebih dari itu dijadikan pusat informasi yang selalu didatangi oleh orang- orang yang ingin mengikuti berita- berita nasional dan internasional dengan diskusi-diskusi para aktivis partai yang sering berkumpul di situ, atau tempat membaca Koran.  


Ayahnya di panggil ke hadrat Yang Mahakuasa ketika ia sedang kuliah. Tidak lama kemudian (1941), ibunya pula menyusul kepergian bapanya.Wafatnya dua orang yang dicintainya itu membuatnya merasa sangat kesepian. Tetapi di sisi lain, keadaan ini justru memberikan pengaruh positif dalam karya tulis dan pemikirannya.

Pendidikan Sayyid Quthb

Qutub muda adalah seorang yang sangat pandai. Konon, pada usianya yang relatif muda, dia telah berhasil menghafal al-Quran diluar kepala pada umurnya yang ke-10 tahun. Pendidikan dasarnya dia peroleh dari sekolah pemerintah selain yang dia dapatkan dari sekolah Kuttab.

Pada tahun 1912, saat usia Sayyid Qutub genap enam tahun, keluarganya aktif mengirimnya ke sekolah. Namun, waktu itu ia belum begitu tertark untuk belajar dan lebih suka tinggal di rumah, bermain bersama kedua adik perempuannya yang juga masih-masih kecil. Untungnya, orangtuanya tidak kehilangan akal. Agar Sayyid mau bersekolah, kedua orangtuanya membelikan seragam khusus sehingga penampilan beliau tampak berbeda dari siswa-siswa lainnya. 

Pada tahun 1918 M, dia berhasil menamatkan pendidikan dasarnya. Pada tahun 1921 Sayyid Qutub berangkat ke Kairo untuk melanjutkan pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah. Pada masa mudanya, ia pindah ke Helwan untuk tinggal bersama pamannya, Ahmad Husain Ustman yang merupakan seorang jurnalis yang merangkap menjadi guru.

Setiap menulis di surat kabar, ia selalu menggunakan nama pena Ahmad al-Musyiy- nisbat kepada desa asalnya Musya. Ahmad juga aktif di politik dan menjadi anggota Partai Al-Wafd dan berteman baik dengan Abbas Mahmud AlAqqad.  Pada tahun 1925 M, ia masuk ke institusi diklat keguruan, dan lulus tiga tahun kemudian. Lalu ia melanjutkan jenjang perguruannya di Universitas Dar al-Ulum hingga memperoleh gelar sarjana (Lc) dalam bidang sastra sekaligus diploma pendidikan.

Berbekal persedian dan harta yang sangat terbatas, karena memang ia terlahir dalam keluarga sederhana, Qutub di kirim ke Halwan. Sebuah daerah pinggirang ibukota Mesir, Cairo. Kesempatan yang diperolehnya untuk lebih berkembang di luar kota asal tak disia-siakan oleh Qutub. Semangat dan kemampuan belajar yang tinggi ia tunjukkan pada kedua orang tuannya. Sebagai buktinya, ia berhasil masuk pada perguruan tinggi Tajhisziyah Dar al Ulum, sekarang Universitas Cairo.

Kala itu, tak sembarang orang bisa meraih pendidikan tinggi di tanah Mesir, dan Qutub beruntung menjadi salah satunya. Tentunya dengan kerja keras dan belajar. Tahun 1933 Qutub dapat menyabet gelar sarjana pendidikan. 14 Setelah beliau menamatkan pendidikannya dari Dar al-Ulum pada musim panas 1933. Beliau langsung bekerja sebagai guru PNS di beberapa sekolah yang berada di bawah jajaran Kementrian Pendidikan dan Pengajaran. Tak lama setelah itu ia diterima bekerja sebagai pengawas pendidikan di Dapertemen Pendidikan Mesir.

Selama bekerja, Qutub menunjukkan kualitas dan hasil yang luar biasa, sehingga ia dikirim ke Amerika untuk menuntut ilmu lebih tinggi dari sebelumnya. Qutub memanfaatkan betul waktunya ketika berada di Amerika, tak tanggung-tanggung ia menuntut ilmu di tiga perguruan tinggi di negeri Paman Sam itu. Wilson’s Teacher’s College, di Washington ia jelajahi, Greeley College di Colorado ia timba ilmunya, juga Stanford University di California tak ketinggalan diselami pula.

Beliau tinggal di Amerika kurang lebih dua tahun, lalu pulang pada tanggal 20 Agustus 1950. Setelah kembali bekerja, beliau di tunjuk sebagai Pembantu Inspektorat pada kantor Kementerian Pendidikan, yang waktu itu di kepalai oleh Menteri Pendidikan, Ismail al-Qubbaniy.

Pada tanggal 22 Oktober 1951, ia dipindahkan ke Dinas Pendidikan Kota Kairo Selatan. Namun, dikembalikan ke Kementerian pada tanggal 17 April 1952 dan bekerja sebagai Asisten Pemilik pada bagian Penelitian Teknis dan proyek. Dan akhirnya, beliau mengajukan pengunduran diri pada tanggal 18 November 1952.

Hukum dan ilmu Allah saja muaranya. Selama ia mengembara, banyak problem yang ditemuinya di beberapa negara. Secara garis besar Sayyid Qutub menarik kesimpulan, bahwa problem yang ada ditimbulkan oleh dunia yang semakin matrealistis dan jauh dari nilai-nilai agama. Alhasil, setelah lama mengembara, Sayyid Qutub kembali lagi ke asalnya. Seperti pepatah, sejauh-jauh bangau terbang, pasti akan pulang ke kandang. Ia merasa, bahwa Quran sudah sejak lama mampu menjawab semua pertanyaan yang ada. Ia kembali ke Mesir dan bergabung dengan kelompok pergerakan Ikhwanul Muslimin. Di sanalah Sayyid Qutub benar-benar mengaktualisasikan dirinya. Dengan kapasitas dan ilmunya, tak lama namanya meroket dalam pergerakan itu. Tapi pada tahun 1951, pemerintahan Mesir mengeluarkan larangan dan pembubaran Ikhwanul Muslimin ( IM).

Karya Sayyid Quthb

Sayyid Quthb telah banyak menghasilkan sebuah karya, ia mulai mengembangkan bakatnya menulis dengan membuat buku untuk anak-anak yang meriwayatkan pengalaman (sejarah) Nabi Muhammad SAW dan cerita-cerita lainnya dari sejarah Islam. Perhatiannya kemudian meluas dengan menulis cerita-cerita pendek, sajak-sajak, kritik sastra, serta artikel untuk majalah.


Karya-karya Sayyid Quthb sangat banyak yang beredar di kalanagan Negara Islam. Bahkan beredar di kawasan Eropa, Afrika, Asia dan Amerika. Dimana terdapat pengikut Ikhwanul Muslimin, dan hampir dipastikan disana ada buku-bukunya, karena ia merupakan tokoh Ikhwan terkemuka. Adapun karya-karya buku hasil torehan Sayyid Quthb adalah sebagai berikut :

  • Muhimmatus Sya’ir fil Hayah wa Syi’ir Al-Jail Al-Hadhir, tahun terbit 1933.
  • As-Sathi’ Al-Majhul, kumpulan sajak Quthb satu-satunya, terbit Februari 1935.
  • Naqd Kitab “Mustaqbal Ats-Tsaqafah di Mishr” li Ad-Duktur Thaha Husain, terbit tahun 1939.
  • At-Tashwir Al-Fanni fi Al-Qur’an, buku Islamnya yang pertama, terbit April 1954.
  • Al-Athyaf Al-Arba’ah, ditulis bersama-sama saudaranya yaitu Aminah, Muhammad dan Hamidah, terbit tahun 1945.
  • Thilf min Al-Qaryah, berisi tentang gambaran desanya, serta catatan masa kecilnya di desa, terbitan 1946.
  • Al-Madinah Al-Manshurah, sebuah kisah khayalan semisal kisah Seribu Satu Malam, terbit tahun 1946.
  • Kutub wa Syakhsyiat, sebuah studinya terhadap karya- karya pengarang lain, terbit tahun 1946.
  • Ashwak, terbit tahun 1947.
  • Mashahid Al-Qiyamah fi Al-Qur’an, bagian kedua dari serial Pustaka Baru Al-Qur’an, terbit pada bulan April 1947.
  • Raudhatul Thifl, ditulis bersama Aminah As’said dan Yusuf Murad, terbit dua episode.
  • Al-Qashash Ad-Diniy, ditulis bersama Abdul Hamid Jaudah As-Sahar.
  • Al-Jadid Al-Lughah Al-Arabiyyah, bersama penulis lain.
  • Al-Adalah Al-Ijtima’iyah fil Al-Islam. Buku pertamanya dalam pemikiran Islam, terbit April 1949.
  • Ma’rakah Al-Islam wa Ar-Ra’simaliyah, terbit Februari 1951.
  • As-Salam Al-Islami wa Al-Islam, terbit Oktober 1951.
  • Tafsir Fi-Zhilal Al-Qur’an, diterbit dalam tiga masa yang berlainan.
  • Dirasat Islamiah, kumpulan bermacam artikel yang dihimpun oleh Muhibbudin al-Khatib, terbit 1953. Al-Mustaqbal li Hadza Ad-Din, buku penyempurna dari buku Hadza Ad-Din.
  • Khashaish At-Tashawwur Al-Islami wa Muqawwimatahu, buku dia yang mendalam yang dikhususkan untuk membicarakan karakteristik akidah dan unsur-unsurnya.
  • Al-Islami wa Musykilat Al-Hadharah.

Sedangkan studinya yang bersifat keislaman harakah yang matang, yang menyebabkan ia dieksekusi (dihukum penjara) adalah sebagai berikut:

  • Ma’alim fith-Thariq
  • Fi-Zhilal As-Sirah.
  • Muqawwimat At-Tashawwur Al-Islami.
  • Fi Maukib Al-Iman. e. Nahwu Mujtama’ Islami.
  • Hadza Al-Qur’an.
  • Awwaliyat li Hadza Ad-Din.
  • Tashwibat fi Al-Fikri Al-Islami Al-Mu’ashir.

Pemikiran Sayyid Quthb

Dalam kitabnya yang berjudul “Sayyid Quthb : Khulashatuhu wa Manhaju Harakatihi, Muhammad Taufiq Barakat membagi fase pemikiran Sayyid Quthb menjadi tiga tahap.

Pertama, tahap pemikiran sebelum mempunyai orientasi Islam. Kedua, Tahap mempunyai orientasi Islam secara umum. Ketiga, Tahap pemikiran berorientasi Islam militan. Pada fase ketiga inilah, Sayyid Quthb sudah mulai merasakan adanya keengganan dan rasa muak terhadap westernisasi, kolonialisme dan juga terhadap penguasa Mesir.

Masa-masa inilah yang kemudian menjadikan beliau aktif dalam memperjuangnkan Islam dan menolak segala bentuk westernisasi yang kala itu sering digembor-gemborkan oleh para pemikir Islam lainnya yang silau akan kegemilingan budaya-budaya Barat.

Dalam pandangannya, Islam adalah aturan yang komprehansif. Islam adalah ruh kehidupan yang mengatur sekaligus memberikan solusi atas problem sosial-kemasyarakatan. Al-Qur’an dalam tataran umat Islam dianggap sebagai acuan pertama dalam pengambilan hukum maupun mengatur pola hidup masyarakat karena telah dianggap sebagai prinsip utama dalam agama Islam, maka sudah menjadi sebuah keharusan jika al-Qur’an dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada.

Berdasarkan asumsi itulah, Sayyid Quthb mencoba melakukan pendekatan baru dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an agar dapat menjawab segala macam bentuk permasalahan. Adapun pemikiran Sayyid Quthb yang sangat mendasar adalah keharusan kembali kepada Allah dan kepada tatanan kehidupan yang telah digambarkan-Nya dalam al-Qur’an, jika manusia menginginkan sebuah kebahagiaan, kesejahteraan, keharmonisan dan keadilan dalam mengarungi kehidupan dunia ini.

Meski tidak dipungkiri bahwa Al-Qur’an telah diturunkan sejak berabadabad lamanya di zaman Rasulullah dan menggambarkan tentang kejadian masa itu dan sebelumnya sebagaimana yang terkandung dalam Qashash al-Qur’an, namun ajaran-ajaran yang dikandung dalam al-Qur’an adalah ajaran yang relevan yang dapat diterapkan di segala tempat dan zaman. Maka, tak salah jika kejadian-kejadian masa turunnya al-Qur’an adalah dianggap sebagai cetak biru perjalanan sejarah umat manusia pada fase berikutnya. Dan tidak heran jika penafsiran-penafsiran yang telah diusahakan oleh ulama klasik perlu disesuaikan kembali dalam masa sekarang. Berangkat dari itu, Sayyid Quthb mencoba membuat terobosan terbaru dalam menafsirkan al-Qur’an yang berangkat dari realita masyarakat dan kemudian meluruskan apa yang dianggap tidak benar yang tejadi dalam realita tersebut.

Sayyid Quthb sering mengkritik pemerintahan Gamal Abdul Naser setelah kepulangannya ke Mesir. Ia berpendapa bahwa Mesir pada saat itu secara sosial politik berada pada tingkat kebobrokan. Hal ini diakibatkan oleh undang-undang yang berlaku di Mesir sangat bertentangan dengan jiwa kebudayaan manusia dan agama. Selain itu undang-undang yang berlaku tidak sesuai dengan kondisi social dan geografis, karena menurutnya, secara kultur masyarakat Mesir sangat berbeda dengan barat yang sekuler, dan lebih dekat dengan tradisi Islam.

Dengan adanya beberapa kritiknya bahwa undang-undang itu ternyata berdampak sistemik terhadap pemerintahan dan aplikasinya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Maka mendirikan pemerintahan yang didasarkan atas dasar ideologi nasionalisme Arab telah gagal, karena meniru barat yang mencoba memisahkan agama dan masyarakat.

Sayyid Quthb tidak hanya mengkritik pemerintahan Mesir yang terkesan sekuler pada saat itu, namun juga memberikan solusi dengan menyodorkan Islam sebagai satu-satunya ideologi yang Sholih li kulli wal Makan, menurutnya Islam mempunyai jawaban untuk segala problem sosial dan politik, selain itu Islam juga memiliki konsep untuk menciptakan masyarakat yang harmonis.

Sayyid Quthb juga menambahkan bahwa Islam harus menguasai pemerintahan guna menjamin kesejahteraan yang merata, dan memberikan bimbingan dalam hal-hal kebijaksanaan umum, serta berusaha melakasanakan pandangan-pandangan dan nilai-nilainya. Karena suatu ideologi tidak dapat dilaksanakan dalam kehidupan, kecuali apabila diwujudkan dalam suatu sistem sosial khusus dan ditranformasikan menjadi undang-undang yang menguasai kehidupan.

Related posts