Biografi Singkat Wahbah Az-Zhuhaili | Profil Wahbah Az-Zhuhaili | Pendidikan Wahbah Az-Zhuhaili | Karya Wahbah Az-Zhuhaili | Pemikiran Wahbah Az-Zhuhaili | Wislahcom | Referensi |
Profil Wahbah Az-Zhuhaili
Syaikh Wahbah al-Zuhaili dilahirkan pada tanggal 6 Maret 1932 M, bertempat di Dair ‘Atiyah kecamatan Faiha, provinsi Damaskus Suriah. Nama lengkapnya adalah Wahbah bin Musthafa al-Zuhaili, putra dari Musthafa al-Zuhaili. Yakni, seorang petani yang sederhana dan terkenal dalam keshalihannya. Sedangkan ibunya bernama Hj. Fatimah binti Musthafa Sa’adah. Seorang ibu yang memiliki sifat wara’ dan teguh dalam menjalankan syari’at agama. Pada tahun 2015, dunia Islam turut berduka cita dengan meninggalnya beliau dalam usia 83 tahun di kota kelahirannya, Damaskus, Suriah. Pada Sabtu Malam Ahad tanggal 09 Agustus 2015, tidak disebutkan penyebab beliau menghembuskan nafas terakhir. Kabar duka ini pun dengan cepat sampai ketelinga para ulama.
Wahbah al-Zuhaili adalah seorang tokoh di dunia pengetahuan, selain terkenal di bidang tafsir beliau juga seorang ahli fiqh. Hampir dari seluruh waktunya semata-mata hanya difokuskan untuk mengembangkan bidang keilmuan. Beliau adalah ulama yang hidup diabad ke-20 yang juga sejajar dengan tokoh-tokoh lainnya, seperti Thahir ibnu ‘Asyur, Said Hawwa, Sayyid Qutb, Muhammad Abû Zahra, Mahmud Syaltut, ‘Ali Muhammad al-Khafif, ‘Abdul Ghanî, ‘Abdul Khâliq dan Muhammad Salam Madzkur. Adapun kepribadian beliau adalah sangat terpuji di kalangan masyarakat Syiria baik itu dalam amal-amal ibadahnya maupun ketawadhu’annya, disamping juga memiliki pembawaan yang sederhana. Meskipun memiliki madzhab Hanafi, namun dalam pengembangan dakwahnya beliau tidak mengedepankan madzhab atau aliran yang dianutnya, tetap bersikap netral dan proporsional.
Baca Juga : Biografi Singkat Syekh Yasin Al-Fadani,
Pendidikan Wahbah Az-Zhuhaili
Wahbah Az-Zuhaili lahir di Desa Dir Atiyah, Damaskus, Syiria pada tahun 1932 M, terlahir dari pasangan H. Mustafa dan Hj. Fatimah binti Mustafa Sa’dah. Beliau mulai belajar Al-quran dan Ibtidaiyah di kampungnya, beliau menamatkan pendidikan Ibtidaiyah di Damaskus pada tahun 1946 M. Beliau lalu melanjutkan pendidikannya di kuliah Syariah dan tamat pada tahun 1952 M. Beliau sangat suka belajar, sehingga ketika beliau pindah ke Kairo Mesir, beliau mengikuti beberapa kuliah secara bersamaan. Yaitu di Fakultas Bahasa Arab di Universitas Al-Azhar dan Fakultas Hukum Universitas Ain Syams.
Selama belajar di al-Azhar, Wahbah Az-Zuhaili berhasil mendapatkan gelar doktor dengan yudisium summa cumlaude. Ketika itu beliau menulis disertasi yang berjudul Aṡar Al-Ḥarb fi Al-Fiqh Al-Islami : Dirasah Muqaranah baina Al-Mazhib Al-Samaniyyah wa Al-Qanun Al-Dauli Al-Am (Efek Perang Dalam Fiqih Islam : Studi Komparatif antar Madzhab Delapan dan Hukum Internasional Umum). Disertasi tersebut kemudian direkomendasikan untuk dibarter dengan universitas-universitas asing.
Setelah memperoleh ijazah Doktor, pekerjaan pertama beliau adalah staf pengajar pada Fakultas Syariah, Universitas Damaskus pada tahun 1963, kemudian menjadi asisten dosen pada tahun 1969, dan menjadi Profesor pada tahun 1975. Sebagai guru besar, beliau menjadi dosen tamu di sejumlah Universitas di Negara-negara Arab, seperti pada Fakultas Syari‟ah dan Hukum, serta Fakultas Adab Pascasarjana Universitas Benghazi Libya. Pada Universitas Khurtum, Universitas Ummu Darman, Universitas Afrika, yang ketiganya berada di Sudan. Wahbah Az-Zuhaili sangat produktif dalam menulis, mulai dari artikel dan makalah, sampai kitab besar yang terdiri dari enam belas jilid. Badi as-Sayyid al- Lahlam dalam biografi Syekh Wahbah Az-Zuhaili yang ditulisnya dalam buku berjudul Wahbah Az-Zuhaili al-Alim, al-Faqih, al-Mufassir menyebutkan 199 karya tulis Wahbah Az-Zuhaili selain jurnal.
Baca Juga : Biografi Singkat Mohammad Hatta
Karya Wahbah Az-Zhuhaili
Wahbah Az-Zuhaili sangat produktif menulis. Mulai dari diktat perkuliahan, artikel untuk majalah dan koran, makalah ilmiah, sampai kitab-kitab besar yang terdiri atas enam belas jilid, seperti kitab Tafsir Al-Wasith. Ini menyebabkan az-Zuhaili juga layak disebut sebagai ahli tafsir. Bahkan, ia juga menulis dalam masalah aqidah, sejarah, pembaharuan pemikiran Islam, ekonomi, lingkungan hidup, dan bidang lainnya, yang menunjukkan kemultitalentaannya dan multidisiplinernya.
Wahbah az-Zuhhaili banyak menulis buku, kertas kerja dan artikel dalam pelbagai ilmu Islam. Buku-bukunya melebihi 200 buah buku dan jika digabungkan dengan tulisan-tulisan kecil melebihi dari 500 judul. Satu usaha yang jarang dapat dilakukan oleh ulama‟ saat ini. Wahbah az-Zuhhaili diibaratkan sebagai al-Suyuti kedua (al-Sayuthi al-Tsani) pada zaman ini jika dipadankan dengan Imam al-Sayuti. Diantara buku-buku karya Wahbah az-Zuhhaili adalah :
Baca Juga : Biografi Singkat KH Sahal Mahfudh
- Dalam Bidang al-Qur’an dan ‘Ulum al-Qur’an :
- At-Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa asy-Syari’ah wa al-Manhaj
- At-Tartil at-Tafsir al-Wajiz ‘ala Hamsy al-Qur‟an al-‘Azhim wa Ma’ahu
- At-Tafsir al-Wajiz wa Mu’jam Ma’ani al-Qur’an al-‘Aziz.
- Al-Quran al-Karim-Bunyatuhu at-Tasyri’iyah wa Khashaishuhu al-Hadhariyah.
- Al-‘Ijaz al-‘Ilmi fi al-Qur’an al-Karim.
- Asy-Syar’iyyah al-Qira’at al-Mutawatirah wa Astaruha fi ar-Rasm al-Qur’ani wa al-Ahkam.
- Al-Qishsah al-Qur’aniyyah.
- Al-Qismi al-Insaniyyah fi al-Qur’an al-Karim
- Al-Qur‟an al-Wajiz-Surah Yasin wa Juz ‘Amma
- Dalam Bidang Fiqh dan Ushul Fiqh :
- Astar al-Harb fi al-Fiqh al-Islami.
- Ushul al-Fiqh al-Islami 1-2.
- Al-‘Uqud al-Musamah fi Qanun al-Mu’amalat alMadaniyyah al-Imarati.
- Al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu al-Juz at-Tasi’ al-Mustadrak
- Al-Fiqh al-IslamiwaAdilatuhu (8 jilid)
- Nazhariyat adh-Dhaman au Ahkam al-Mas’aliyyah al-Madaniyyah wa al-Jinaiyyah.
- Al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh
- Al-Washayawa al-Waqaf fi al-Fiqh al-Islami
- Al-Istinsakhjadl al-‘Ilmwa ad-Din wa al-Akhlaq
- Nadhriyat ad-Dharurahasy-Syar’iyyah
- At-TamwilwaSaq al-Awraq al-Maliyah – al-Barshah
- Khitbat ad-Dhaman
- Bai’ al-Asham
- Bai’ at-Taqsith
- Bai’ ad-Dain fi asy-Syari’ah al-Islamiyyah
- Al-Buyu’ waAstaruha al-Ijtima’iyyah al-Mu‟ashirah
- Al-Amwalallati Yasihhu Waqfuha wa Kaifiyat Sharfiha
- Asbab al-IkhtilafwaJihat an-Nazhr al-Fiqhiyyah
- Idarah al-Waqf al-Khairi
- Ahkam al-Mawad an-Najsahwa al-Muhramah fi al-Gaza’ wa ad-Dawa’
- Ahkam at-Ta‟amulma’a al-Masharif al-Islamiyyah
- Al-Ijtihad al-Fiqhi al-Hadist Munthalaqatuhu wa Itijahatuhu
- Al-Ibra’ min ad-Dain
- Ad-Dain wa Tufu’iluhu ma’a al-Hayah
- Az-zara’i’ fi as-Siyasah asy-Syar’iyyah wa al-Fiqh al-Islami
- Shir min ‘Urudh at-Tijarah al-Mu‟ashirah wa Ahkam az-Zakah
- Al-‘Urfwa al-‘Adah
- Al-‘Ulum asy-Syar’iyyah baina al-Wahidah wa al-Istiqlal
- Al-Mazhab asy-Syafi’i wa Mazahabuhu al-Wasith baina alMazahib al-Islamiyyah
- Nuqath al-Iltiqa’ baina al-Mazahib al-Islamiyyah
- Manahij al-Ijtihad fi al-Mazahib al-Mukhtalifah
- Al-Hadits al-‘Alaqat ad-Dauliyyah fi al-Islam Muqaranah bi al-Qanun ad-Dauli
- Ar-Rakhsasy-Syar’iyyah 34. Tajdid al-Fiqhi al-Islami
- Al-Fiqh al-Maliki al-Yasr juz 1, juz 2
- Hukm Ijra’ al-‘Uqud bi Wasa’il al-It ishal al-Hadistah
- Zakat al-Mal al-‘Am 38. Al-‘Alaqat al-Dauliyyah fi al-Islam
- ‘A’id al-Istismar fi al-Fiqh al-Islami
- Tagayyur al-Ijtihad
- Tathbiq asy-Syari’ah al-Islami
- Ushul al-FiqhwaMadaris al-Bahtsafihi
- Bai’ al-‘Urbun
- At-Taqlid fi al-Mazdahib al-Islami ‘inda as-SunnahwaasySyi’ah
- Ushul at-Taqribbaina al-Mazahib al-Islamiyyah
- Ahkam al-Harb fi al-IslamiwaKhasaisuha al-Insaniyah
- Ijtihad at-Tabi’in 48. Al-Ba’ist ‘ala al-‘Uqud fi al-Fiqh al-IslamiwaUshulihi
- Al-Islam Din al-Jihad la al-‘Udwan
- Al-Islam Din asy-Syura wa ad-Dimuqrathiyyah.
- Karya-Karya di Bidang Hadits dan ‘Ulum al-Hadits
- Al-Muslimin as-Sunnah an-Nabawiyyah asy-Syarifah
- Haqiqatuha wa Makanatuha ‘inda Fiqh as-Sunnah an-Nabawiyyah
- Karya-Karya Wahbah az-Zuhaili di Bidang Aqidah Islam
- Al-Iman bi al-Qada’ wa al-Qadr
- Ushul Muqaranah Adyan al-Bad’i al-Munkarah
- Karya-Karya Wahbah az-Zuhaili di Bidang Dirasah Islamiyyah
- Al-Khasais al-Kubra li Huquq al-Insan fi al-Islam wa Da’aim ad-Dimuqrathiyyah al-Islamiyyah
- Ad-Da’wah al-Islamiyyah wa Gairu al-Muslimin, alManhaj wa al-Wasilah wa al-Hadfu
- Tabsir al-Muslimin li Goirihim bi al-Islami, Ahkamuhu wa Dawabituhu wa Adabuhu
- Al-Amn al-Gaza’i fi al-Islam
- Al-Imam as-SuyuthiMujadid ad-Da’wahila al-Ijtihad
- Al-Islam wa al-Imanwa al-Ihsan
- Al-Islam waTahdiyat al-‘Ashri, at-Tadhakhum an-Naqdi min al-Wajhahasy-Syar’iyyah
- Al-Islam waGairu al-Muslimin
- Al-MujaddidJamaluddin al-AfganiwaIshlahatuhu fi al- ‘alam al-Islami
- Al-MuharramatwaAtsaruha as-Sai’ah ‘ala al-Mujtama’
- Ad-Da’wah ‘ala Manhaj an-Nubuah
- Thariq al-Hijratainwa Bab as-Sa’adatain
- Al-Usrah al-Muslimah fi al-‘Alam al-Ma’ashir
- Haq al-Hurriyyah fi al-‘Alam
- Ats-Saqafahwa al-Fikr
- Al-Qim al-Islamiyyahwa al-Qim al-Iqtishadiyyah
- Ta’adudaz-Zaujah – al-Mabda’ wa an-Nazhriyyahwa atTathbiq
- Manhaj ad-Da’wah fi as-Sirah an-Nabawiyyah
- Al-‘llmwa al-ImanwaQadhayaasy-Syabab
- Ddikr Allah Ta’ala
- Ruhaz-Zamanjuz Al-‘Ashab
Baca Juga : Biografi Singkat KH. Imam Zarkasyi
Selain itu Az-Zuhaili juga turut berperan serta dalam penulisan berbagai penelitian seperti Ensiklopedia Fiqih di Kuwait, Mawsu’ah al-Arabiyah al-Kubra (Ensiklopedia Besar Arab) di Damaskus, Ensiklopedia Peradaban Islam di Yordania, dan Ensiklopedia Islam di Halb.
Karya intelektual az-Zuhaili yang lain adalah berupa jurnal ilmiah dan majalah-majalah yang diterbitkan di berbagai negara. Dari kesekian banyak karya az-Zuhaili ini, Nampak karya az-Zuhaili dalam bidang fiqih lebih dominan dibanding dengan karya-karyanya yang lain. Selain itu az-Zuhaili juga menulis artikel-artikel keislaman di Kuwait, Damaskus, Riyad, Tunisia, Mesir, dan Mekah al-Mukarramah. Pernah mengikuti lebih dari 100 seminar Islam internasional di Damaskus, Rabat, Riyad, Kairo, Turki, Karachi, Bahrain, Jeddah, Kuwait, al-Jazair, dan lainnya.
Ia juga pernah menjadi narasumber pada siaran-siaran radio dan televisi di Damaskus, Dubai, Kuwait, Kairo, Abu Dhabi dan lain-lain. Sekarang menjabat sebagai ketua jurusan fiqih dan mazhab Islam Fakultas Syariah Universitas Damaskus.16 Keberhasilan az-Zuhhaili di bidang akademik dan lainnya tidak lepas dari guru-guru yang telah membimbingnya baik yang ada di Syria sendiri ataupun yang berada di luar Syria. Guru-guru di Damaskus antara lain dalam bidang hadis dan ulum al-hadis, yaitu Syekh Mahmud Yasin, Syaikh Abd ar-Razzaq al-Humshi dan Syaikh Hasyim al-Khathib, guru di bidang fiqih dan fiqh Syafi’i, Syaikh Luthfi al-Fayumi, di bidang Ushûl Fiqh, mushthalah al-hadîts dan ‘llm al-Nahw, Syaikh Hasan al-Syatthy, guru dalam ilmu faraidl, hukum keluarga dan hukum waqaf, Syaikh Shalih al-Farfuri dalam ilmu Bahasa Arab seperti balaghah dan sastra, Syaikh Mahmud ar-Rankusi Ba’yun.
Baca Juga : Biografi Singkat Kiai Amin Sepuh
Pemikiran Wahbah Az – Zhuhaili
Corak Hukum dan Pemikiran Wahbah Az-Zuhaili
Sebagai seorang ulama kontemporer yang disegani berbagai kalangan, yang semasa dengan rekannya yaitu Yusuf al-Qardhawi, tentunya memiliki peran dalam kancah intelektualisme Islam, baik sebagai seorang pemikir maupun aktivis. Untuk melacak itu semua perlu diketengahkan secara sekilas proses perkembangan pemikiran yang dialami dan aktivitas karir dan pengabdiannya. Az-Zuhaili adalah seorang pemikir yang memiliki integritas keilmuwan di beberapa bidang, khususnya bidang hukum Islam yang banyak dijadikan rujukan oleh kalangan akademis maupun masyarakat umum. Pemikiran Az-Zuhaili berarah moderat, yang memadukan pemikiran salaf dengan khalaf dan pemikiran modern. Dan dalam melaksanakan syariat tidak boleh melupakan maqashid syariah-nya. Agama tidak semata soal halal-haram, tapi sarat berbagai pesan moral yang kadang dilupakan.
Az-Zuhaili menyadari bahwa modernisasi dalam segala bidang tidak menutup kemungkinan akan memunculkan inovasi baru dan industrialisasi. Namun Ia menekankan bahwa pembaharuan yang dilakukan harus tidak bertentangan dengan nilai-nilai syari’ah Islam. Menurutnya pintu ijtihad terbuka lebar bagi setiap orang yang memiliki keahlian yang didukung dengan kecerdasan intelektual, penguasaan bahasa dan memiliki wawasan yang luas dalam menetapkan suatu produk hukum dengan dasar yang argumentatif dan penggalian sumber hukum yang otentik.
Meski demikian az-Zuhaili berpandangan bahwa ruang lingkup ijthad terbatas pada hal-hal tertentu; pertama, tidak berkaitan dengan pembahasan bidang aqidah, ibadah, akhlaq dan syari’at yang qath’i, karena hukumnya terdapat dalam nash yang jelas dan bersifat ‘ubudiyah semata. Kedua, sesuatu yang tidak terdapat dalam nash yang qath’i atau dalilnya yang menjadi pijakan bersifat dzanni.
Baca Juga : Biografi Singkat Kiai Muara Ogan
Corak terpenting metodologi Wahbah Az-Zuhaili dalam setiap karyanya adalah metode ijtihadnya yang lebih mengarah pada Taysir (memudahkan) dalam pemahaman dan praktik keagamaan. Metode ini akan dapat membebaskan dari belenggu madzhab tertentu (fanatis). Karna Az-Zuhhaili merupakan ulama kontemporer yang sangat membenci fanatisme (ta’ashshub) mazdhab.
Dalam membahas aturan-aturan Syariah Islamiyah, Az-Zuhaili menyandarkannya kepada dalil-dalil yang shahih. Diantara keistimewaan corak pemikiran, baik dalam segi penulisan, pembaban, sistematika, maupun dalil-dalilnya dalam setiap karyanya adalah sebagai berikut :
- Menguraian syariat Islam yang di dasarkan atas dalil yang benar dari al-Qur’an dan as-Sunnah, dan akal. Menurutnya orang yang membatasi hukum Islam hanya diambil dari al-Qur’an saja, berarti ia telah menyelewengkan atau me-nasakh (melepaskan) Islam dari akar-akarnya, dan lebih dekat kepada musuh agama. Barang siapa membatasi fiqih hanya dengan memahami as-Sunnah saja, maka ia telah mereduksi (mempersempit) Islam dan berbuat aniaya. Pemikiran akan pincang dan tidak dapat merelevansikannya dengan zaman sehingga tidak akan memberikan kemaslahatan kepada manusia.
Oleh sebab itu pemikiran Az-Zuhaili selalu disertai dengan dalil-dalil hukumnya dengan tujuan agar terlepas dari taklid menuju kedudukan ittiba, menurutnya dalil-dalil hukum merupakan ruh dari fiqih itu sendiri, sehingga dengan mempelajari dalil-dalil hukum akal bisa menjadi terlatih dan keahlian seorang pakar fiqih dapat terbentuk.
Baca Juga : Biografi Singkat Kiai Husain Muhammad
- Az-Zuhaili juga menekankan metode perbandingan antara pendapat-pendapat empat mazdhab (Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah) dan kadang-kadang dengan madzhab lain. Dalam menganalisis pendapat setiap madzhab, beliau benarbenar bersandar pada buku dari mazhab masing-masing yang paling otoritatif, dengan disertai penyimpulan hukum (istinbaath al-ahkam) dari sumber-sumber hukum Islam baik yang naqli (alQur‟an, as-Sunnah, ijma‟ dan qiyas) ataupun yang aqli.
Az-Zuhaili menganggap bahwa, mengutip pendapat suatu madzhab dari rujukan yang tidak sama madzhabnya akan menyebabkan kesalahan penisbatan, terutama dalam pendapat yang paling unggul (rajih) dalam madzhab tersebut. Oleh sebab itu menurut beliau mempelajari hukum-hukum fiqh dengan sebatas bersandaran pada definisi atau identifikasi masalah atau berdasarkan kemungkinan-kemungkinan atas sesuatu yang bisa terjadi tidak akan dapat diterima oleh akal dan tidak pula menenteramkan jiwa.
Baca Juga : Biografi Singkat KH. Ahmad Asrori Al Ishaqi
- Berusaha menjelaskan kesahihan hadist, men-takhrij dan menilai hadist-hadist yang dijadikan dalil oleh para ahli fiqih, sehingga akan jelas mendapatkan dalil yang benar. Dengan demikian, beliau dapat mengambil dalil yang benar (sahih) itu dan meninggalkan pendapat yang bersandar pada hadist yan dhoif.
- Berupaya memperluas berbagai hukum fiqih mengenai persoalan pokok, menimbang asumsi-asumsi hukum fiqih dari setiap madzhab yang lain, sehingga terjadi sikap saling menghormati. Az-Zuhaili juga berupaya mengungkapkan pendapat yang tidak terungkap untuk mengetahui hukum yang dikehendaki oleh suatu madzhab sehingga bisa dijadikan sandaran, yang selanjutnya oleh Az-Zuhaili melihat kecenderungan pendapat suatu madzhab kepada madzhab yang lain dan menimbang berbagai pendapat.
- Berfokus pada dimensi-dimensi praktis, dan mengesampingkan permasalah-permasalahan yang tidak riil, seperti membahas persoalan yang berkaitan dengan perbudakan dan hamba sahaya, yang pada era saat ini sudah di hapuskan dari seluruh dunia.
- Pemikiran Al-Zuhaili lebih fokus pada sisi praktikal, sehingga dalam penulisan karyanya ia tidak menyinggung masalah yang bersifat rekaan atau khayalan yang tidak mungkin dapat terjadi. Ia juga melakukan analisis dari beberapa argumentasi para ulama dan mengambil kesimpulan dari pendapat yang paling unggul (rajih) menurutnya, terutama jika salah satu dari pendapat ulama tersebut merujuk pada hadits dhaif, atau suatu pendapat itu lebih berpotensi memberikan kemaslahatan bagi masyarakat. Metode pemikiran yang seperti ini digunakan oleh Az-Zuhaili dalam tujuan untuk menghindari penafsiran yang salah serta fanatisme madzhab yang sempit.
- Az-Zuhaili dalam memaparkan hal yang dibahas, beliau selalu menggunakan ungkapan-ungkapan yang sederhana dan mudah, dijelaskan dengan contoh, dan sistematika yang mudah di pahami oleh orang-orang yang hidup pada abad ini. Dengan demikian fiqih lebih bisa diterima dengan metode, sistematika, dan penyusunan per babnya.
- Dalam karya az-Zuhaili, beliau tidak melewatkan untuk membahas sebagian dari asumsi-asumsi baru, sehingga orang islam dapat hidup dengannya, dengan diilhami oleh kaidah-kaidah syari’ah dan prinsip-prinsipnya serta pernyataan-pernyataan oleh fuqoha.
Baca Juga : Biografi Singkat KH. Abdul Halim
Dengan demikian, pintu ijtihad tetap terbuka bagi mereka yang mau terus mengembangkan pembahasan berijtihad, karna karunia Allah tidak pernah putus, dan pemberianNya kepada setiap orang tidak dibatasi oleh zaman tertentu. Dalam kondisi terpaksa (ad-dharuurah), sangat butuh (al-haajah), tidak mampu (al-ajz) atau ada alasan yang lain (al-udzur), maka taqlid terhadap semua madzhab dibenarkan walaupun sampai pada tahap talfiq.
Menurutnya mencari rukhshakh (tatabbu’ ar-rukhas) sewaktu dibutuhkan dan mengandung nilai kemaslahatan, karena agama Allah adalah agama yang mudah, bukan agama yang sulit. Allah SWT. Berfirman: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (al-Baqarah, 185) “dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam hal agama suatu kesempitan…”(al-Hajj,72) “Allah hendak memberimu keringanan kepadamu, dan sesungguhnya manusia dijadikan bersifat lemah…” (an-Nisa‟, 28).
Mengikuti rukhshoh tidak dibolehkan dengan tujuan main-main dan atas dasar semata-mata mengikuti hawa nafsunya, seperti apabila seseorang mengambil pendapat yang paling ringan baginya dari setiap madzhab, sedangkan tidak ada kondisi terpaksa (ad-dharuurah), sangat butuh (al-haajah), tidak mampu (al-ajz) atau ada alasan yang lain (al-udzur).
Talfiq juga tidak dibolehkan jika bertentangan dengan keputusan hakim dalam menghilangkan sengketa, begitu pula talfiq tidak boleh jika bertentangan dengan tradisi masyarakat atau bertentangan dengan pendapat yang disepakati bersama yang sesuai dengan ketentuan perintah-perintah syariah. Oleh sebab itu pemikiran az-Zuhaili selalu disertai dengan dalil-dalil hukumnya dengan tujuan agar terlepas dari taklid menuju kedudukan ittiba, selain dari menurutnya dalil-dalil hukum merupakan ruh dari fiqih itu sendiri, sehingga dengan mempelajari dalil-dalil hukum akal bisa menjadi terlatih dan keahlian seorang pakar fiqih dapat terbentuk.
Motto hidup dari Wahbah Az-Zuhaili adalah, “Inna sirra an-najah fi al-hayah ihsan ash-shilah billah azza wa jalla”, (Sesungguhnya, rahasia kesuksesan dalam hidup adalah membaikkan hubungan dengan Allah Azza wa Jalla).
Baca Juga : Biografi Singkat KH Sholeh Darat
Pemikiran Wahbah Az-Zuhaili Tentang Zakat Hasil Investasi Properti
Wahbah Az-Zuhaili adalah seorang cendikiawan muslim (‘alim ‘allamah) yang menguasai berbagai disiplin ilmu, beliau adalah seorang ulama muslim kontemporer yang mendunia, yang mana pemikirannya dalam berbagai disiplin ilmu telah menyebar ke berbagai belahan dunia islam melalui kitab-kitab karyanya. Diantara sekian banyak kitab-kitabnya adalah Al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu, yang menjadi rujukan sekaligus sumber utama dalam penelitian skripsi ini. Az-Zuhaili menyatakan bahwa pintu ijtihad terbuka lebar bagi setiap orang yang memiliki keahlian yang didukung dengan kecerdasan intelektual, penguasaan bahasa dan memiliki wawasan yang luas dalam menetapkan suatu produk hukum dengan dasar yang argumentatif dan penggalian sumber hukum yang otentik.
Az-Zuhaili dalam kitabnya tersebut, selain membahas properti dalam kategori harta yang mewajibkan untuk di bayarkan zakatnya, juga membahas tentang properti dalam beberapa bab dari kesekian banyak bab yang dibahas di dalam kitab tersebut, yang diantaranya adalah dalam bab jual beli, kegiatan muamalah dan juga dalam bab Wakaf.
“Properti adalah suatu barang tetap yang tidak dapat dipindahkan dan dikonversikan dari suatu tempat ke tempat yang lainnya seperti rumah dan tanah.”
Baca Juga : Biografi Singkat KH. Mas Mansyur
az-Zuhaili dalam kitabnya Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, menjelaskan : “Harta kekayaan berupa bangunan, pabrik, kapal, pesawat terbang, dan sebagainya tidak diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya yang diambil dari bagian benda-benda tersebut, akan tetapi keuntungan bersihnya perlu di zakati jika keuntungan tersebut sudah mencapai nisabnya.”
Sedangkan nishab dari hasil zakat investasi properti, menurut az-Zuhaili itu disamakan pada zakat harta (emas dan perak) dan prdagangan, hal ini dilakukan karna pada dasarnya modal yang digunakan dalam berinvestasi adalah berupa uang yang ditukar menjadi saham atau surat berharga lainnya. Az-Zuhaili membagi kewajiban zakat atas hasil investasi properti menjadi dua bagian, yaitu :
- Kewajiban zakat perorangan, yaitu ketika seseorang mengelola investasi propertinya secara mandiri, dengan demikian maka perhitungan zakatnya adalah sesuai dari pendapatnya : “ Zakat atas investasi properti adalah 2,5% dari keuntungan yang didapatkan, bukan 10% dari pembayaran pembiayaan.”
- Pengelolaan investasi properti secara barsama-sama (Syirkah), maka kewajiban zakat atasnya, melalui pembagian keutungan terlebih dahulu kepada tiap orang dalam kelompoknya, kemudian jika keutungan yang diperoleh setiap orang itu melebihi dari nishab yang sudah ditentukan atas zakat investasi properti, maka zakatnya harus di keluarkan bersamaan dengan harta lain yang dimilikinya. Dan dalam investasi properti yang dikelola bersama (syirkah) maka kewajiban zakat tidak dihitung dari suluruh keuntungan yang di dapat secara global, namun dengan melihat bagian dari tiap orang yang berserikat.
Investasi properti adalah harta yang berupa tanah, bangunan, sarana dan prasarana yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tanah atau bangunan. Properti pada dasarnya adalah tidak wajib dizakati, namun pengelolaan dan pengembangan yang memberikan penghasilan bagi pemiliknya dengan cara disewakan atau dijual hasilnya, itulah yang menjadi alasan diwajibkannya zakat, yaitu adanya perkembangan pada harta.
Dalam hal zakat properti ini, az-Zuhaili menggunakan metode qiyas yaitu menyamakan hukumnya dengan hukum zakat atas barangbarang yang sudah ada hadistnya dari Rasulullah, dengan melihat aspek-aspek yang mewajibkan untuk diperintahkannya melaksanakan zakat, yaitu pertumbuhan, pertambahan atau perkembangan ( Az-Zuhaili juga ber-ijtihad dengan melihat dari keumuman firman Allah dalam surah Al-Baqarah, yaitu: “Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, begitupun sebagian dari apa-apa yang telah kami keluarkan untukmu dari perut bumi… “ (Q.S. Al-Baqarah; 267).
Baca Juga : Biografi Singkat KH. Abubakar Bastari
Meskipun jumhur fuqoha kita tidak memberikan pernyataan atas wajibnya zakat untuk harta kekayaan seperti yang disebutkan diatas, mereka mengatakan “Tidak ada zakat dalam Real Estate, perabot rumah tangga, alat-alat kerja dan kendaraan…”.
Pada era Rasulullah, sahabat dan generasi setelahnya, belum ada perkembangan yang menjadikan uang berkembang seperti di zaman kita saat ini, Investasi properti adalah salah satu dana pembangunan terbesar dan paling popular saat ini. Namun karna kebiasaan dari sebagian kelompok saat ini sering menganggap bid‟ah atas penetapan hukum suatu hal baru yang belum ada dimasa Rasulullah dan generasi setelahnya, maka kita jarang menemukan kata kecuali menggemakan Syari’at yang pertama (menetapkan hukum sesuatu sesuai hukum awal).
Senada dengan pendapat az-Zuhaili yaitu beberapa pendapat dari para ulama‟ kontemporer diantaranya adalah yang dikemukakan oleh Yusuf al-Qardhawi:
“Kami berpedapat bahwa yang lebih baik adalah memungut zakat dari hasil investasi gedung atau pabrik dan sebangsanya. Dan kami juga membedakan antara harta yang memberikan hasil itu ke dalam harga bergerak dan tidak bergerak. Atas kekayaan yang bergerak dikenakan atas modal sebesar 2.5% sedangkan atas kekayaan yang tidak bergerak dikenakan zakat atas hasilnya sebesar 10% atau 5%. Dan nishabnya berdasarkan nishab uang, yaitu seharga 85 gram emas”.
Beberapa fuqaha (mujtahid) adalah “penemu” yang tetap sama dan memperbaharui kegunaan hukum islam yang pertama. Selain hal-hal yang dianggap diperdagangkan di mata, yaitu yang berpindah dari satu tangan ke tangan lainnya. Inilah yang dapat kita lihat di zaman kita pada bangunan, apartemen, tempat tinggal dan pabrik yang memproduksi serta menjual produk mereka di pasar. Ibn ‟Uqayl al-Hanbali, dan al-Hadawayh dari madzhab zaydiyah berpendapat bahwa zakat barang-barang konsumsi, seperti barang tak bergerak untuk disewakan serta semua barang yang disewakan wajib di zakati seperti halnya zakat perdagangan yang harus dikeluarkan zakatnya setiap tahun.
Baca Juga : Biografi Singkat KH. Syaikhuna Badruzzaman
Sedikit berbeda dengan pendapat bebrapa ulama yang di gelaskan diatas yaitu pendapat Az-Zuhaili sendiri, yang menganalogkan kadar yang harus dikeluarkan dalam zakat investasi properti seperti zakat perdagangan dan zakat mal (nuqud atau uang). kadar zakat dari investasi properti adalah 2,5 dari keuntungan yang harus dikeluarkan pada akhir tahun (haul), seperti kadar zakat perdagangan dan uang (mal).
Alasan az-Zuhaili dalam menetapkan kadar zakat investasi properti disamakan dengan kadar zakat perdagangan dan zakat mal (nuqud) adalah melihat keumuman dari surah Al-Baqarah; 267, yaitu setiap harta yang kitamiliki dan dihasilkan dari usaha yang baik, serta berijtihad mengkomparasikan antara pendapat ulama yang mewajibkan dan tidak mewajibkan atas zakat invetasi properti, dan menggali hukum baru yang di sesuaikan dengan muamalah pada saat ini dengan mengambil jalan tengah dari perbedaan pendapat tersebut namun masih dalam koridor syari’at agama islam.