Wislahcom | Referensi | : Di Jalan M.H Thamrin No. 11, pusat perbelanjaan Sarinah berdiri. Keberadaanya diresmikan oleh presiden Indonesia pertama, Sukarno, pada 17 Agustus 1962, 59 tahun lalu. Sukarno meletakkan batu pertama gedung dengan penuh rasa optimis. Proklamator tersebut yakin gedung yang menjadi pusat perbelanjaan pertama di Indonesia ini akan menjadi sentra perdagangan dan promosi barang-barang produksi dalam negeri, terutama hasil pertanian dan perindustrian rakyat.
“Yang boleh impor hanya 40%. Tidak boleh lebih. 60% mesti barang kita sendiri. Jual-lah di situ kerupuk udang bikinan sendiri. Jual-lah di situ potlot kita sendiri,” kata Sukarno dalam peletakan batu pertama Sarinah, dikutip dari Historia.
Sukarno memang sosok yang penuh ambisi. Di tahun yang sama, ia sedang giat-giatnya membangun proyek mercusuar untuk memperlihatkan citra pembangunan Indonesia kepada mata dunia. Tak mengherankan apabila pembangunan gedung itu bukan hanya dimaksudkan untuk mendongkrak produk lokal, tetapi juga sebagai bangunan pencitraan ala Sukarno.
Empat tahun berselang, gedung itu secara resmi kokoh berdiri. Saat itu, segala hal tentang Sarinah diakhiri dengan predikat “pertama”: pusat perbelanjaan pertama, gedung berpendingin udara pertama, gedung yang berekskalator listrik pertama, dan menurut Eka Budianta dalam Cakrawala Rooseno (2008), sebagai toko serba ada pertama di Asia Tenggara.
“Sarinah termasuk toko serba ada yang paling awal di Asia Tenggara. Ketika Singapura belum dibangun dan Kuala Lumpur masih rawa-rawa, Jakarta mulai berbenah dengan membangun departement store yang pertama,” tulis Eka Budianta dikutip dari Tirto.id
Namun, era kejayaan Sarinah hanya berlangsung pada tiga dekade setelahnya. Hal ini terjadi usai gelombang pendirian pusat perbelanjaan melanda Jakarta pada warsa 1990-an. Sejak itu nama Sarinah mulai tenggelam dan tersingkir. Dan menjadi semakin tenggelam ketika memasuki abad ke-21 setelah globalisasi yang membawa produk-produk luar semakin merajalela dan diminati masyarakat.
“Ketenggelaman” Sarinah disaksikan langsung oleh saya, tiga tahun lalu tepatnya pada Oktober 2018, ketika mengunjunginya untuk pertama kali. Saat itu cukup memprihantikan. Gedung cukup kosong. Hanya terbuka beberapa kios yang menjual produk-produk lokal. Hanya ramai dilantai bawah saja karena faktor tempat makan McDonalds. Memang, bagi yang sering berkunjung atau sekadar melintas di depan Sarinah, pasti paham betul bahwa gerai fastfood di sudut Sarinah tak pernah sepi pengunjung. Apalagi, di akhir pekan. Gerai ini seolah tak pernah ‘mati’. Dari pagi hingga bertemu pagi, pengunjung silih berganti terus menerus tak kunjung henti. Bangunan dua lantai seolah tak cukup menampung para pengunjung yang berdatangan.
Hari itu memang terjadi hujan lebat yang mengguyur Jakarta seharian. Mungkin hal ini membuat orang-orang malas keluar rumah. Namun, di saat yang bersamaan, pusat perbelanjaan yang letaknya berdekatan dengan Sarinah, Grand Indonesia, sangat dipadati pengunjung. Artinya, hipotesis bahwa hujan menghambat gerak masyarakat mengunjungi Sarinah terbukti gagal.
Apa yang dialami oleh saya rupanya hanya segelintir dari sekian banyak cerita tentang kesepian Sarinah. Erick Thohir adalah salah satunya. Menteri BUMN itu mengunjungi Sarinah pada 27 Desember 2019 dalam suasana yang sepi. Melalui akun instagram resminya, Erick memberikan solusi dengan mengatakan, “Sarinah harus dibenahi. Pembaharuan perlu dilakukan untuk dapat tetap bersaing, namun dengan tidak meninggalkan nilai sejarah dari Sarinah itu sendiri.” Artinya, Sarinah akan melakukan penyegaran tidak tetapi tidak melupakan nilai historisnya.
Kesepian Sarinah semakin parah usai fastfood yang menjadi jantung gedung itu tutup di tahun 2020. Sepeninggalan McDonald, Sarinah semakin tenggelam. Dikutip dari CNN Indonesia, Direktur Utama PT Sarinah (Persero) Gusti Ngurah Putu Sudiarta Yasa mengatakan pihaknya memang akan melakukan perubahan bisnis. Perubahan akan dilakukan dengan fokus menyediakan ekosistem bisnis bagi UMKM dan produk Indonesia. Ia menyebut dalam waktu dekat ini manajemen Sarinah akan melakukan zonasi. Dengan sistem zonasi tersebut, nantinya produk-produk UMKM dan buatan dalam negeri akan lebih dikedepankan. Perubahan akan dilakukan setelah Gedung Sarinah direnovasi. Renovasi gedung sedianya akan mulai pada Juni 2020. Meskipun melakukan perubahan, ia mengatakan Sarinah tetap akan memprioritaskan para tenant untuk kembali berusaha di tempat mereka.