Wislahcom | Referensi | : Bulan Muharram merupakan bulan yang mulia, Mengapa demikian? Karena di Bulan Muharram terdapat beberapa amalan yang hukumnya sunnah untuk dikerjakan, misalnya Puasa Asyura (10 Muharram) dan lain-lain.
Nah, Apa sih amalan yang dikerjakan ketika Asyura? Dan peristwa penting, Apa saja yang terjadi pada Asyura?
Simak penjelasan singkat tentang : Pengertian Asyura, Peristiwa Penting Asyura, Hadits Tentang Asyura, Tragedi Karbala dan Doa Asyura.
Pengertian Asyura
Asyura (Suro dalam bahasa Jawa) diambil dari kata “Asyara” yang secara literal berarti yang ke 10 (sepuluh). Asyura dalam perbincangan sosial keagamaan sebagai tanggal 10 atau hari ke 10. Dan karena dalam sistem kalender Islam Asyura masuk dalam bulan Muharram, maka terma “Asyura” berarti tanggal 10 Muharram. Kata ini (Muharram) berarti dihormati, atau diharamkan untuk berperang. Nabi menyebut salah satu empat bulan yang disebut al Qur-an sebagai bulan-bulan yang dihormati adalah Muharram.
Peristiwa Penting Asyura
Ada sejumlah peristiwa penting dalam sejarah umat manusia yang terjadi pada hari itu. Sejumlah informasi menyebutkan peristiwa-peristiwa besar itu, antara lain :
- Nabi Adam diciptakan dan bertobat sesudah melakukan kekeliruan memakan buah terlarang.
- Nabi Nuh, selamat dari gelombang banjir besar di Ur dan mendarat.
- Nabi Ibrahim selamat dari pembakaran dirinya oleh raja Namrud.
- Nabi Sulaiman menduduki kursi kerajaan besar.
- Nabi Yusuf kembali bertemu dengan ayahnya; Nabi Ya’qub setelah dinyatakan saudara-saudaranya sudah mati dimakan binatang buas.
- Raja Firaun dan para pengikutnya tenggelam di Laut Merah dalam pengejaran mereka terhadap Nabi Musa.
- Nabi Musa diselamatkan dari pengejaran Firaun.
- Nabi Yunus keluar dari perut Ikan paus.
- Nabi Ayyub sembuh dari sakit panjangnya.
- Nabi Isa dilahirkan dan diangkat ke langit.
Hadits Tentang Asyura
Sebuah hadits menyebutkan :
عن ابن عباس رضي الله عنهما “أَنَّ رَسُولَ اللَّه صلى الله عليه وسلم قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَه؟” فَقَالُوا: هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِيهِ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ، فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّه صلى الله عليه وسلم :نَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ.” فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَمَرَ بِصِيَامِه”.(أخرجه مسلم باب صيام يوم عاشوراء)
“Ibnu Abbas, sahabat Nabi menceritakan bahwa manakala Nabi tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada tanggal 10 Asyura. Beliau bertanya : “kalian puasa apa?”. Mereka menjawab : “Ini hari besar, Nabi Musa selamat dari kejaran Firaun dan para pengikutnya, sementara Firaun sendiri tenggalam. Maka Nabi Musa bersyukur dengan berpuasa pada hari ini”. “Nah, kami tentu lebih layak dan patut untuk berpuasa daripada Nabi Musa dan kalian”.Nabi lalu berpuasa dan menganjurkan sahabat-sahabatnya berpuasa pula”.
Tetapi para sahabat Nabi mengatakan: “Duhai Nabi yang mulia, bukankah itu hari raya orang Yahudi dan Nasrani?. Nabi menjawab : “Oh, kalau begitu tahun depan kita tambah satu hari sebelumnya, tanggal 9 Muharram”.
Nabi Muhammad pada tanggal itu (9 dan 10 Muharram) selalu berpuasa. Beliau mengatakan :
عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما أنّه قال: قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: “إنّ عاشوراء يوم من أيّام الله، فمَن شاء صامه ومَن شاء تركه” رواه مسلم،
“Sesungguhnya hari Asyura termasuk hari yang dimuliakan Allah, barangsiapa suka berpuasa berpuasalah, siapa yang tidak ingin berpuasa, tidak apa-apa”.
وعن عائشةَ رضيَ اللهُ عنها قالت: “كان عاشوراءُ يومًا تَصومهُ قريش في الجاهلية، وكان النّبيُّ صلّى الله عليه وسلّم يصومه. فلمّا قدِمَ المدينةَ صَامَهُ وأمرَ بصيامه،” رواه البخاري. –
“Pada masa Jahiliyah kaum Quraisy berpuasa pada Asyura. Nabi dulu juga berpuasa pada hari itu. Ketika tiba di Madinah beliau berpuasa, dan menganjurkan pengikutnya berpuasa”. (H.R. Bukhari).
Nabi juga mengatakan : “Barangsiapa membagi kegembiraan bagi keluarganya pada hari Asyura, niscaya Allah akan melapangkannya sepanjang tahun”.
Sebagian kaum muslimin di Indonesia pada hari itu mentradisikan membuat makanan nasi atau bubur untuk dibagikan para tetangga dan fakir miskin. Mereka juga melaksanakan puasa sunnah dua hari, tanggal 10 dan 9 yang biasa disebut Tasu’a, mengikuti Nabi saw.
Tragedi Karbala
Dalam sejarah kaum Syi’ah, hari itu, 10 Muharram, menjadi hari yang sangat penting dan agung. Karena pada tanggal itu Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu kesayangan Nabi, dan keluarga serta mereka yang ikut bersamanya terbunuh dan dibantai secara kejam di sebuah daerah bernama Karbala, Irak, tahun 680 M. Ia terbunuh sesudah mengalami isolasi dan pertempuran selama 3 hari di tempat itu, oleh pasukan yang dikirim Yazid bin Mu’awiyah. Pada setiap tahun sejak saat itu, para pengikut Imam Ali bin Abi Thalib, menjadikan hari itu sebagai hari perkabungan internasional.
Sebuah kisah tentang ini menyebutkan: Suatu hari Husein diundang untuk datang ke Kufah, Irak oleh warganya yang berjanji akan memberikan dukungan bagi kekuasaanya, menggantikan kakaknya Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Beberapa orang sahabat menyarankan agar Husein tidak berangkat ke sana. Konon ada pengalaman bahwa tidak semua orang Kufah jujur.
Abd Allah bin Zubair mengatakan kepada Husein :
أين تذهب؟! تذهب إلى قوم قتلوا أباك وطعنوا أخاك. لا تذهب فأبى الحسين إلا أن يخرج.
“Akan kemanakah, kau Husein?. Apakah kau akan pergi menemui kaum yang telah membunuh ayahmu dan menikam kakakmu; Hasan?. Urungkan keinginanmu untuk pergi ke sana”.
Ibn Abbas juga menyampaikan nasehat agar Husein mengurungkan kepergiannya ke Irak. Ia mengatakan :
يابن عم، إني أتخوف عليك في هذا الوجه الهلاك، إن أهل العراق قوم غُدر فلا تغترَنَّ بهم، أقم في هذا البلد .فقال الحسين بن علي: يابن عم، والله إني لأعلم أنك ناصح شفيق، ولكني قد أزمعت المسير. فقال له: فإن كنت ولا بد سائرًا فلا تسر بأولادك ونسائك، فوالله إني لخائف أن تُقتَلَ كما قُتِلَ عثمانُ ونساؤه وولده ينظرون إليه.
“Husein, putra pamanku, sungguh aku sangat mengkhawatirkanmu. Warga Irak adalah kaum yang sering tidak setia. Kamu jangan terjebak pada bujuk-rayu mereka. Tinggal saja di sini”. Husein menjawab : “putra pamanku, Demi Allah, aku mengerti engkau telah memberikan nasehat yang baik. Terima kasih. Tetapi aku telah bertekad untuk berangkat ke sana”. Ibnu Abbas mengatakan lagi : “Jika engkau harus berangkat, aku berharap tidak membawa anak-anak, perempuan-perempuan dan keluargamu. Demi Allah, aku khawatir engkau akan dibunuh, sebagaimana Utsman. Dan kematian itu disaksikan oleh kaum perempuan, keluarga dan anak laki-lakinya”.
Tetapi Husein mengabaikan saran itu. Ia bergeming. Ia percaya pada janji warga Kufah yang akan memberinya janji sumpah setia (baiat) kepadanya. Husein mengatakan, “Saya sudah melakukan istikharah dan akan berangkat kesana”. Oleh karena itu dia tetap ingin datang ke sana bersama keluarganya dan pengikutnya yang diperkirakan terdiri dari 72 anggota keluarga dan kurang dari 100 orang pengikutnya. Di Karbala, beberapa kilometer dari Kufah tentara Yazid bin Muawiyah, dalam jumlah besar, di atas 3000 tentara, dibawah panglimanya; Ubaidillah Ibn Ziyad, segera menghadangnya.
Ibn Ziyad mengajukan tawaran agar Husein tunduk kepada Yazid bin Mu’awiyah. Husein menolak. Ia tidak mau mengakui kekuasaan Yazid yang tidak sah. Dia dan ayahnya telah merampas kekuasaan Ali bin Abi Thalib, ayahnya. Maka perang tak sebanding berlangsung sengit. Husein, para pengikut dan keluarganya, kecuali sejumlah perempuan dan putranya, Ali Zainal Abidin Al Sajjad, dibantai. Kepala Husein dipisahkan dari tubuhnya, lalu ditaruh di sebuah wadah semacam mangkok besar.
Sesudah itu kepala Husein dibawa ke Damaskus, dan diserahkan kepada Yazid. Konon, saat melihat potongan kepala tersebut, Yazid, berduka dan menangis. Informasi lain menyebutkan, Yazid justeru senang dan merasa puas. Beberapa waktu kemudian Yazid menyerahkannya kepada Zainab yang diusirnya agar membawa kepala itu ke Mesir. Menurut satu versi, perempuan ini lalu mengubur kepala Husein itu di Kairo. Mesir. Kuburan itu berada di tempat yang kini dikenal dengan Masjid Husein. Sementara tubuhnya dikubur di Karbala, Irak. Ini menurut sebuah versi.
Peristiwa Karbala dikenang sepanjang masa oleh muslim Syi’ah sebagai sebuah tragedi kemanusiaan terbesar. Sampai hari ini kaum Syi’ah di seluruh dunia, memperingatinya sebagai hari duka nestapa. Hari besar 10 Muharram ini merupakan ritus keagamaan terpopuler dan paling besar dalam tradisi kaum Syiah. Jutaan manusia berkumpul di pusat terbunuhnya Imam al-Husein, Karbala, Irak. Berbagai acara ritual mengenang kematian al-Husain bin Ali bin Abi Thalib digelar di seluruh penjuru Irak dan Iran, dengan beragam cara.
Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang sengaja memukul-mukul dada dan melukai tubuh mereka sendiri sampai berdarah-darah, sambil meraung-raung, berteriak-teriak menyebut nama cucu Nabi itu. Cara ini dilakukan guna ikut mengalami penderitaan al-Husein itu yang tak terkirakan. Ekspresi empati. Para pengikut Ali (Syi’ah Ali) di berbagai negara, memperingati hari Asyura selama 10 hari, sejak tanggal 1 hingga tanggal 10 Muharram. Selama itu, bendera hitam setengah tiang dikibarkan. Selain peringatan tanggal 10 muharram itu, mereka juga menyelenggarakan upacara perkabungan selama 40 hari.
Di Kairo, Mesir terdapat masjid Husein di bilangan yang populer disebut dengan namanya : Husein, dekat pasar kuno “Khan Khalilil”. Ia berdampingan dengan masjid (Jami’) Al Azhar. Sebagian kaum Syi’ah meyakini bahwa sebagian tubuh Husein dikubur di sana. Konon kepalanya.
Sampai hari ini kuburan itu diziarahi banyak orang laki-laki dan perempuan setiap hari dan tak pernah sepi. Di tempat itu mereka berdoa dan menangisi Sayyid Husein. “Waa Husaynaaah….. Waa Husaynaaah” (Duhai Husein…. Duhai Husein…. Oh Husein). Suara-suara duka itu memang memilukan dan menyayat-nyayat hati. Mereka mencintai cucu Rasulullah saw, dan menyesali kematiannya yang tragis itu.
Kaum Sunni juga mencintai cucu Rasulullah ini, demikian pula mencintai anak-anak, menantu beliau, Ali bin Abi Thalib dan keluarganya yang lain. Mereka selalu menyanyikan bait-bait yang berisi puji-pujian bagi mereka dalam banyak keadaan dan situasi. Sebagian orang mengatakan bahwa membaca syair ini pada orang yang sakit demam diyakini bisa menyembuhkannya. Pada waktu aku masih kecil, aku diajari ayah dan kakekku syair itu :
لِى خَمْسَةٌ أُطْفِى بِهَا حَرَّ اْلوَبَآءِ الْحَاطِمَة
الْمُصْطَفَى وَالْمُرْتَضَى وَابْنَاهُمَا وَفَاطِمَة
Aku punya Lima orang kekasih
Berkat mereka sakit panasku sembuh
Al Musthafa (Muhammad Saw)
Al Murtadha (Ali bin Abi Thalib)
Dua orang puteranya :
Hasan dan Husein
Dan Fatimah.
Doa Asyura
Do’a ini hendaknya dibaca pada hari Asyura yaitu tanggal 10 Muharram, akan lebih baik jika dibaca berjama’ah selepas melaksanakan shalat maghrib malam 10 Muharram,
اللَّـهُمَّ ياَمُفَرِّجَ كُلِّ كَرْبٍ
وَياَ مُخْرِجَ ذِى النُّوْنِ يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ
وَياَجاَمِعَ شَمْلَ يَعْقُوْبَ يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ
, وَياَغاَفِرَ ذَنْبِ دَاوُدَ يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ
وَياَكاَشِفَ ضُرِّ أَيُّوْبَ يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ
وَياَساَمِعَ دَعْوَةَ مُوْسَى وَهاَرُوْنَ يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ ,
وَياَخاَلِقَ رُوْحِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ ,
وَياَرَحْمَنُ الدُّنْياَ وَالأَخِرَةِ وَأَطِلْ عُمْرِى فىِ طاَعَتِكَ وَمَحَبَّتِكَ وَرِضاَكَ
ياَأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَأَحْيِنِى حَياَةً طَيِّبَةً وَتَوَفَّنِى عَلَى الإِسْلاَمِ وَالإِيْماَنِ ياَأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ,
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالحَمْدُ ِللهِ رَبِّ العاَلَمْيَنَ
Ya Allah. Wahai Yang membebaskan segala duka
Wahai Yang melepaskan Dzin-Nun di hari ‘Asyura,
Wahai Yang menyembuhkan derita Nabi Ya’qub di hari ‘Asyura,
Wahai Yang mengampuni dosa Nabi Daud di hari ‘Asyura,
Wahai Yang menyembuhkan derita Nabi Ayub di hari ‘Asyura,
Wahai Yang mendengar do’a Nabi Musa dan Nabi Harun di hari ‘Asyura,
Wahai Yang menciptakan ruh Nabi Muhammad Saw di hari ‘Asyura,
Wahai Yang mengasihi dunia dan akhirat Panjangkanlah umurku dalam ketaatan beribadah dan cinta kepada-Mu,
Wahai Yang maha Pengasih diantara yang pengasih hidupkan-lah aku dalam kehidupan yang baik, matikanlah aku dalam kepasrahan dan percaya kepada-Mu
Wahai Yang maha Pengasih diantara yang Pengasih.