WISLAH.COM – Marhaban ya Ramadhan. Tidak Teresa sebentar lagi akan datang bulan suci, bulan Ramadhan 1445 H, dimana setiap muslim dikenakan kewajiban menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh.
Puasa merupakan ibadah yang dilakukan dengan cara menahan diri dari makan, minum dan segala sesuatu yang membatalkannya dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari.
Nah, Banyak diantara kita semua belum pahan tentang tata cara puasa termasuk syarat syah puasa pada bulan Ramadhan? Bagaimana syaratnya?
Syarat syah merupakan sesuatu yang menjadikan ibadah puasa tersebut syah apabila terpenuhi persyaratannya, dan sebaliknya apabila tidak terpenuhi maka ibadah puasa tersebut tidak syah.
Syarat Syah Puasa Pada Bulan Ramadhan
Berikut ini adalah beberapa syarat syah puasa pada bulan Ramadhan yang dikutip dari buku Puasa : Syarat, Rukun dan Yang Membatalkan yang ditulis oleh Ahmad Sarwat, yaitu:
1. Niat
Para ulama selain Asy-Syafi’iyah, seperti Al- hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah meletakkan niat sebagai syarat puasa. Sedangkan As-Syafi’iyah tidak meletakkan niat sebagai syarat, melainkan justru ditempatkan pada bagian rukun puasa.
Niat itu sendiri tempatnya di dalam hati bukan pada lidah. Seorang yang melafadzkan niat di lidahnya belum tentu berniat di dalam hatinya. Dan seorang yang meniatkan di dalam hati tanpa melafadzkannya di lidah, sudah pasti berniat.
Al-Malikiyah mengatakan lebih utama untuk meninggalkan at-talaffudz bin-niyah (melafadzkan niat). Sebaliknya jumhur ulama selain Al-Malikiyah menyunnahkannya.
2. Beragama Islam
Para ulama memandang bahwa keislaman seseorang bukan hanya menjadi syarat wajib untuk berpuasa, tetapi juga sekaligus menjadi syarat sah untuk berpuasa.
Hal itu berarti bila orang yang bukan muslim melakukan puasa, baik dia beragama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu atau agama apapun termasuk atheis yang tidak mengakui adanya tuhan, maka puasanya itu dianggap tidak sah dalam pandangan syariah Islam. Dan bila mereka tetap berpuasa, maka tidak mendapatkan balasan apa-apa di sisi Allah.
3. Suci dari Haidh dan Nifas
Suci dari haidh dan nifas selain menjadi syarat wajib juga sekaligus menjadi syarat sah dalam berpuasa. Artinya, seorang wanita yang mendapat haidh dan nifas, bila tetap berpuasa, maka puasanya tidak sah dan tidak diterima di sisi Allah SWT.
Bahkan kalau dirinya tahu bahwa sedang mengalami haidh atau nifas, tetapi nekat ingin mengerjakan puasa juga, maka hukumnya justru menjadi haram. Dalil untuk tidak berpuasanya seorang wanita yang sedang haidh adalah hadits Aisyah radhiyallahuanha berikut ini :
“Kami (wanita yang haidh atau nifas) diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintah untuk mengqadha; shalat.” (HR.Muslim).
Dan para ulama sepakat bahwa seorang wanita yang nifas terikat dengan hukum yang berlaku pada wanita yang haidh.
4. Mengetahui waktu puasa