Surah Ad-Duha : Bacaan, Mufrodat, Terjemah dan Isi Kandungan

Surah Ad-Duha : Bacaan, Mufrodat, Terjemah dan Isi Kandungan

Cari bahan referensi untuk menyelesaikan tugas sekolah, tentang materi Surah Ad-Duha yang berkaitan dengan tugas-tugas yang diberikan oleh guru di Madrasah Ibtidaiyah.

Wislah.com: hadir sebagai salah satu referensi untuk mempermudah mencari bahan tentang: Bacaan Surah Ad-Duha, Mufrodat Surah Ad-Duha, Terjemah Surah Ad-Duha dan Isi Kandungan Surah Ad-Duha.

Simak ulasan dibawah ini.


Bacaan Surah Ad-Duha

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

“bismillahirrahmanirrahim”

وَالضُّحٰىۙ

“waḍ-ḍuḥā”

وَالَّيْلِ اِذَا سَجٰىۙ

“wal-laili iżā sajādan”

مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلٰىۗ

“mā wadda’aka rabbuka wa mā qalā”

وَلَلْاٰخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ الْاُوْلٰىۗ

“wa lal-ākhiratu khairul laka minal-ụlādan”

وَلَسَوْفَ يُعْطِيْكَ رَبُّكَ فَتَرْضٰىۗ

“wa lasaufa yu’ṭīka rabbuka fa tarḍā”

اَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيْمًا فَاٰوٰىۖ

“a lam yajidka yatīman fa āwā”

وَوَجَدَكَ ضَاۤلًّا فَهَدٰىۖ

“wa wajadaka ḍāllan fa hadā”

وَوَجَدَكَ عَاۤىِٕلًا فَاَغْنٰىۗ

“wa wajadaka ‘ā`ilan fa agnā”

فَاَمَّا الْيَتِيْمَ فَلَا تَقْهَرْۗ

“fa ammal-yatīma fa lā taq-har”

وَاَمَّا السَّاۤىِٕلَ فَلَا تَنْهَرْ

“wa ammas-sā`ila fa lā tan-har”

وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“wa ammā bini’mati rabbika fa ḥaddiṡ”

 

Mufrodat Surah Ad-Duha

dia mendapatimu

يَجِدْكَ

demi waktu duha  

وَالضُّحٰى

 

sebagai seorang yatim

يَتِيْمًا

dan demi malam

وَالَّيْلِ

dia melindungimu

فَاٰوٰىۖ

apabila

اِذَا

dan Dia mendapatimu

وَوَجَدَكَ

telah sunyi

سَجٰىۙ

sebagai seorang yang bingung

ضَاۤلًّا

tidak meninggalkan engkau

مَا وَدَّعَكَ

lalu Dia memberi petunjuk

فَهَدٰىۖ

tuhanmu

رَبُّكَ

sebagai seorang yang kekurangan

عَاۤىِٕلًا

dan tidak membenci

وَمَا قَلٰىۗ

lalu Dia memberi  kecukupan

فَاَغْنٰىۗ

dan sungguh yang kemudian itu

وَلَلْاٰخِرَةُ

maka terhadap

فَاَمَّا

lebih baik bagimu

خَيْرٌ لَّكَ

janganlah engkau berlaku sewenang-wenang

فَلَا تَقْهَرْۗ

daripada yang  permulaan

مِنَ الْاُوْلٰىۗ

orang yang meminta-minta

السَّاۤىِٕلَ

dan sungguh akan

وَلَسَوْفَ

janganlah engkau menghardik

فَلَا تَنْهَرْ

memberimu

يُعْطِيْكَ

dengan nikmat

بِنِعْمَةِ

engkau menjadi puas

فَتَرْضٰىۗ

hendaklah engkau nyatakan

فَحَدِّثْ

bukankah

اَلَمْ

 


Terjemah Surah Ad-Duha

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

  1. Demi waktu duha (ketika matahari naik sepenggalah).
  2. Dan demi malam apabila telah sunyi.
  3. Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu.
  4. Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu dari pada yang permulaan.
  5. Dan sungguh kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu sehingga engkau menjadi puas.
  6. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu).
  7. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.
  8. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.
  9. Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.
  10. Dan terhadap orang yang meminta-minta janganlah engkau menghardik(nya).
  11. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).

 

Isi Kandungan Surah Ad-Duha

Surah ad-Duha adalah surah yang ke 93, yaitu setelah surah al-Lail dan sebelum surah asy-Syarh (al-Insyirah). Termasuk golongan surah Makkiyyah. Terdiri dari 11 ayat. Nama Ad-Duha diambil dari ayat pertama yang artinya ketika matahari naik sepenggalah.

Turunnya surah ad-Duha ini merupakan berita yang sangat menggembirakan bagi Nabi Muhammad Saw yang sebelumnya dirundung duka. Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, serta selain keduanya, bahwa Jundub telah menceritakan Rasulullah Saw sakit sampai tidak bisa bangun untuk melaksanakan shalat tahajud selama dua atau tiga malam. Rasulullah merasa sedih karena tidak ada wahyu yang turun lagi yang disebut sebagai Fatratul Wahyi (masa kekosongan tidak turunnya wahyu).

Rasulullah diejek oleh seorang perempuan kafir istri Abu Lahab dengan mengatakan: “Wahai Muhammad sesungguhnya aku mengharapkan kalau syaithanmu (yang dimaksud adalah malaikat Jibril) itu telah meninggalkanmu, aku tidak melihatnya lagi di dekatmu semenjak dua atau tiga malam”. Maka Allah menurunkan Surah ad-Duha ayat 1-3.

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Diriwayatkan oleh Al-Aswad bin Qais, dia berkata: Saya pernah mendengar Jundab bin Sufyan r.a. mengatakan, “Suatu ketika Rasulullah Saw  sakit sehingga beliau tidak bangun untuk shalat tahajud selama dua atau tiga malam, lalu beliau didatangi oleh seorang perempuan kafir seraya mengatakan, Hai Muhammad, saya benar-benar berharap agar setanmu meninggalkanmu (tidak mempedulikanmu) yang sejak dua atau tiga malam saya tidak melihatnya di dekatmu.” “Kata Al-Aswad: Maka Allah Azza wa Jalla menrunkan ayat (yang artinya), ‘Demi waktu Duha dan demi waktu malam, apabila telah sunyi Tuhanmu tidaklah meninggalkanmu dan tidak pula membencimu’ (Qs. ad-Duha 1-3).”

Ayat 1-2 Allah Swt bersumpah mengunakan dua waktu yaitu waktu duha dan waktu malam. Waktu duha yakni waktu matahari sepenggalah naik. Waktu pagi hari merupakan waktu yang sangat sejuk. Badan masih segar bugar karena habis bangun tidur. Pagi hari merupakan waktu di mana manusia mulai beraktifitas. Sedangkan waktu malam hari merupakan waktunya manusia beristirahat. Malam hari merupakan gambaran suasana tenang.

Ayat 3 Memberikan jawaban bahwa Allah Swt tidak meninggalkan dan membenci Nabi Muhammad Saw. Ayat ini diturunkan setelah selang beberapa waktu, yaitu selama lima belas hari wahyu tidak turun kepada Nabi Muhammad Saw, sehingga orang kafir mengatakan: “Sesungguhnya Tuhan Muhammad Saw telah meninggalkannya dan membencinya.”

Ayat 4 menjelaskan bahwa kehidupan di akhirat itu lebih baik dari pada kehidupan di dunia. Kehidupan di akhirat itu penuh dengan kemuliaan.

Ayat 5 Allah Swt memberikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad Saw bahwasanya Allah Swt akan memberikan kebahagiaan yang berlimpah ruah kelak di akhirat. Sehingga beliau menjadi puas dan bahagia. Rasulullah Saw bersabda: “Kalau begitu, mana mungkin aku puas, sedangkan seorang di antara umatku masih berada di neraka”. Dalam tafsir Ibnu Katsir, telah disodorkan kepada Rasulullah karunia yang disediakan bagi umatnya satu peti-satu peti. Dan Allah Swt akan memberinya sejuta istana kelak di surga. Maka Rasulullah menjadi bergembira mendengar hal tersebut.

Ayat 6, 7, dan 8 menceritakan keadaan Rasulullah Saw sebelumnya, yaitu: Sebagai seorang yatim, di mana ayahnya telah meninggal dunia sebelum beliau dilahirkan. Walaupun dilahirkan dalam keadaan yatim, tetapi Allah Swt tetap menjaganya. Dengan cara menyerahkan Muhammad Saw kepada pamannya Abu Talib untuk diasuh. Sebagai seorang yang bingung (mengenai syariat yang harus dijalankan) karena pada waktu itu bangsa Arab peradabannya kurang baik yaitu sebagai penyembah berhala dan budi pekertinya rendah. Kemudian Allah Swt memberikan petunjuk kepada kebenaran. Sebagai seseorang yang kekurangan atau orang yang fakir. Beliau ditinggalkan ayahnya tanpa meninggalkan harta benda. Allah Swt memberikan kecukupan harta benda dari berdagang, ganimah dan dari lain-lainnya, sehingga beliau menjadi puas dan bahagia.

Pada ayat ke-9 dan 10 menjelaskan bahwa nabi Muhammad Saw telah mendapatkan karunia yang luar biasa dari Allah Swt ( sebagai anak yatim beliau dilindungi, diberi petunjuk dari kebingungan, dan telah diberi kecukupan harta benda), sehingga beliau diperintahkan untuk melindungi anak yatim dan bersikap baik terhadap peminta-minta. Ini berarti bahwa Nabi Muhammad Saw dituntut untuk memiliki sikap kepedulian terhadap sesama. Melindungi anak yatim yaitu dengan cara tidak mengambil harta atau lain-lain yang menjadi milik anak yatim, dan mengasuhnya. Bersikap baik terhadap peminta-minta yaitu kita tidak boleh membentak, meledek, dan bahkan merendahkan harga dirinya karena kemiskinannya. Terhadap peminta-minta juga dilarang untuk mengusirnya. Dilarang menyakiti dengan perkataan yang kasar.

Dan dalam ayat ke-11 ini Allah Swt menegaskan kepada Nabi Muhammad Saw untuk mensyukuri nikmat Allah Swt yang luar biasa berupa kenabian dan nikmat-nikmat yang lain yang telah diberikan kepadanya. Yakni dengan jalan menyebut, mensyukuri, dan mengingat nikmat Allah Swt. Menyebut nikmat Allah Swt itu bukan bertujuan untuk riya atau menyombongkan diri tetapi sebagai wujud mensyukuri nikmat Allah Swt.

 

Sumber: Buku Guru & Buku Siswa Al-Qur’an Hadis Kelas VI MI

Related posts