Pernah mendengar tentang Sunan Ampel ? Sunan Ampel merupakan salah satu wali songo yang menyebarkan islam di tanah Nusantara dengan cara-cara damai, santun, toleran dan dapat menyesuaikan diri dengan adat-adat lokal penduduk Nusantara sehingga ajaran Islam diterima baik oleh masyarakat.
Masih bingung, tentang cerita Sunan Ampel.
Simak penjelasan berikut ini tentang: Biografi Sunan Ampel, Peran Sunan Ampel dalam Mengembangkan Islam di Indonesia dan Sikap Positif dalam Pribadi Sunan Ampel.
Biografi Sunan Ampel
Sunan Ampel, dikenal dengan Raden Rahmat, nama aslinya Sayid Ali Rahmatullah, ayahnya bernama Syaikh Ibrahim As-Samarqandi, seorang ulama asal Samarkand, Asia Tengah. Ibunya seorang putri raja bernama Candrawulan dari kerajaan Campa, Kamboja. Sedangkan silsilah keturunannya bersambung sampai Rasulullah Saw melalui jalur Husein bin Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Saw.
Raden Rahmat datang ke pulau Jawa bersama ayah dan saudara tuanya Ali Murtadho, dan Raden Burereh yang sebelumnya tinggal di Campa. Mereka datang bersama sejumlah kerabat. Kedatangannya ke pulau Jawa diperkirakan tahun 1440 M atas undangan Prabu Sri Kertawijaya (w.1451 M) Raja Kerajaan Majapahit, untuk memperbaiki prilaku masyarakat Majapahit yang konon saat itu mengalami kemunduran dan kemerosotan moral. Kedatangan rombongan ke Majapahit juga dikarenakan adanya hubungan keluarga antara ibunya dan istri Sri Prabu Kertawijaya, Dewi Darawati, yang berasal dari Campa.
Setelah beberapa lama, Raden Rahmat menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri Tumenggung Arya Teja, bupati Tuban yang juga cucu Arya Lembu Sura, Raja Surabaya yang muslim. Dari pernikahannya, lahir anak dan cucu yang menjadi generasi penerus dakwahnya dalam menyebarkan Islam. Begitu pula hubungan kekerabatannya dengan penguasa Surabaya, Arya Lembu Sura, pada gilirannya membawa Raden Rahmat menjadi bupati, penguasa Surabaya. Kedudukan ini memberikan peluang baginya melakukan penyebaran Islam secara leluasa dan merintis pembangunan kota Surabaya. Kondisi ini didukung pula dengan keberadaan Raja Majapahit, Sri Prabu Kertawijaya ( 1447 – 1451 M) sebagai Maharaja Majapahit yang menaruh perhatian besar dengan perkembangan agama Islam.
Sunan Ampel wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di samping Masjid Ampel, Kota Surabaya.
Peran Sunan Ampel dalam Mengembangkan Islam di Indonesia
Dalam melakukan dakwah Islam di daerah Jawa, Sunan Ampel punya peran penting dalam pengembangan syiar Islam, yaitu :
- Membentuk Jaringan Kekerabatan dalam Menyebarkan Islam
Dalam mengembangkan agama Islam, Sunan Ampel punya peran penting dalam membentuk jaringan kekerabatan melalui perkawinan para penyebar Islam dengan putri-putri penguasa bawahan Majapahit. Strategi inilah yang menjadikan Islam lambat laun semakin kuat dan mendapatkan dukungan para penguasa. Sebagaimana Rasulullah Saw menguatkan Islam lewat pernikahannya dengan istri-istri beliau yang berlatar belakang dari berbagai suku dan agama.
- Melakukan Perubahan Menuju Tradisi Bernilai Keislaman
Masyarakat pesisir utara Jawa adalah masyarakat yang hidup dalam tradisi dan budaya yang turun temurun. Dalam dakwahnya, Sunan Ampel membawa ajaran Islam yang disampaikan dengan cara-cara damai, moderat, toleran dan menyesuaikan tradisi masyarakat yang telah ada mengandung nilai-nilai Islam.
Sebelum kedatangan para penyiar Islam, orang-orang Majapahit mengenal upacara peringatan terhadap orang mati, disebut sraddha, sebuah upacara peringatan atas kematian seseorang pada tahun ke-dua belas. Setelah kedatangan penyiar Islam Campa yang dipelopori Sunan Ampel, penduduk Majapahit mulai memperingati tradisi kenduri, dan memperingati kematian seseorang pada hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1000. Dalam prakteknya, masyarakat berkumpul mendatangi keluarga yang ditinggal, lalu acara diisi dengan zikir, tahlil dan doa. Tradisi keagamaan ini, bukanlah berasal dari ajaran Hindu-Budha, tetapi merupakan tradisi keagamaan muslim Campa yang dikenalkan Sunan Ampel.
- Membangun Masjid dan Pesantren Sebagai Pusat Penyebaran Islam.
Masjid Ampel merupakan bangunan tempat ibadah yang menyimpan sejarah, didirikan pada tahun 1421 M. Arsitektur masjidnya memadukan arsitektur Hindu Budha dan khazanah Islam untuk kepentingan dakwah. Model atap tumpang pada masjid menggambarkan adanya akulturasi budaya Islam dan Hindhu Budha. Tiang-tiang masjid masih kokoh hingga sekarang.
Selain membangun Masjid Sunan Ampel juga membangun pesantren, tempat mengajarkan murid-muridnya membaca al-Qur’an, syariat dan tasawuf. Di tempat ini pula, ia mengkader para santri-santri yang akan melanjutkan dakwah Islam, diantaranya: Sunan Giri, Raden Patah, Raden Kusen, Sunan Bonang, Raden Kusen dan Sunan Drajat.
Ajarannya yang banyak dikenal adalah falsafah limo atau tidak melakukan lima hal: a) Moh main atau tidak berjudi, b) Moh ngombe atau tidak mabuk-mabukan, c) Moh maling atau tidak mencuri, d) Moh madat atau tidak mengisap candu, dan e) Moh madon atau tidak berzina.
Sikap Positif dalam Pribadi Sunan Ampel
Dalam usaha menyebarkan dan mengembangkan dakwah Islam di Indonesia, Sunan Ampel patut menjadi teladan dalam sikap positif yang ditunjukkan. Diantaranya:
- Berdakwah dengan santun penuh kearifan, dengan tanpa caci maki terhadap pendapat dan agama lain. Kisah teladan ketika Sunan Ampel mengajak Prabu Brawijaya V ( Sri Prabu Kertawijaya ) memeluk Islam, meskipun akhirnya tidak memeluk agama Islam namun ia terkesan dengan ajaran agama Islam sebagai ajaran budi pekerti yang mulia.
- Toleran dan selalu menjalin hubungan baik dengan semua kalangan. Menghadapi kebudayaan Jawa dan Nusatra yang sudah sangat tua, yang masih kental dengan tradisi Hindu Budha dan agama Kapitayan ( agama asli nenek moyang orang-orang Nusantara), Sunan Ampel secara perlahan melakukan perubahan tradisi, menggelar kegiatan-kegiatan yang bernilai islami.
- Sosok pemimpin yang merangkul tanpa memandang kasta dan jabatan. Sosok Raden Rahmat bukan hanya pemimpin agama tetapi juga raja (bupati). Dua kepemimpinan yang disandangnya membuatnya bergaul dengan siapa saja dari semua kalangan.
- Seorang guru yang mendidik dengan penuh keikhlasan dalam menyampaikan ilmu kepada murid-muridnya, sehingg lahir generasi penyebar Islam ke penjuru Nusantara.
Sumber: Buku Guru & Buku Siswa SKI Kelas VI MI