Pernahkah kamu mendengarkan berita atau melihat pentas suatu pertunjukan? Cerita apa yang pernah kamu lihat atau dengarkan itu? Untuk lebih mempermudah pemahamanmu, berikut adalah cerita sejarah pada masa islam di Indonesia dari beberapa kerajaan yang ada di Indonesia dengan tokoh-tokoh yang berperan pada zamannya.
Ayo, simak penjelasan tentang : Kerajaan Pada Masa Islam dan Tokoh Sejarah Pada Masa Islam.
Kerajaan Pada Masa Islam
-
Kerajaan Samudera Pasai
Samudera Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia yang didirikan oleh Sultan Malikus Shaleh pada abad ke-13. Kerajaan ini terletak di pesisir timur laut Aceh, sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Lhokseumawe atau Aceh Utara.
Raja Malikus Shaleh adalah seorang pengembara yang mendirikan serta menjadi raja pertama Kerajaan Samudera Pasai. Dalam Hikayat Raja Pasai, sebuah karya sastra tertua yang mengisahkan kejadian antara tahun 1250–1350 M, diketahui bahwa gelar Malikus Shaleh sebelum menjadi raja adalah Merah Sile atau Merah Selu. Ia memeluk agama Islam setelah bertemu dengan Syekh Ismail, seorang utusan Syarif Mekah yang kemudian memberinya gelar “Sultan Malikus Shaleh”.
Kerajaan Samudera Pasai menghubungkan pusat perdagangan lainnya di Nusantara, Cina, India, dan Arab. Karena sering disinggahi kapal dagang dari berbagai bangsa, Samudera Pasai berkembang menjadi pusat perdagangan.
Pada tahun 1521, Kerajaan Samudera Pasai ditaklukkan oleh bangsa Portugis. Setelah itu, pada tahun 1524 dan seterusnya Kerajaan Samudera Pasai berada di bawah pengaruh Kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.
Bukti adanya Kerajaan Islam Samudera Pasai di antaranya:
- Batu nisan Sultan Malikus Shaleh.
- Kompleks makam raja-raja Kerajaan Samudera Pasai di Aceh Utara.
-
Kesultanan Aceh
Kesultanan Aceh adalah Kerajaan Islam yang didirikan oleh Sultan Mughayat Syah pada tahun 1514. Kesultanan Aceh disebut juga “Aceh Darussalam” dengan pusat kesultanan terletak di Banda Aceh (Kuta Raja).
Pada tahun 1521, Kesultanan Aceh diserang oleh Portugis, namun Portugis berhasil dipukul mundur. Tahun 1530, Sultan Ali Mughayat Syah digantikan oleh putranya, Sultan Salahudin (1530–1538).
Kesultanan Aceh mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607–1636). Pada masa pemerintahannya, Sultan Iskandar Muda berhasil menaklukkan Kesultanan Johor, Pahang, Malaka, dan Kedah.
Beberapa peninggalan Kesultanan Aceh yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda di antaranya Taman Ghairah dan Gurongan, yaitu taman yang dibangun untuk keluarga raja. Selain itu, terdapat Mushaf Aceh, peninggalan dari abad ke-16 yang merupakan bukti bahwa rakyat Aceh telah memeluk ajaran Islam pada masa itu.
Pada awal abad ke-18, Kesultanan Aceh mengalami perebutan kekuasaan. Sejak itu pergantian kekuasaan silih berganti. Akibatnya, Kesultanan Aceh melemah.
-
Kesultanan Demak
Kesultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di pesisir utara Pulau Jawa. Kerajaan Islam Demak didirikan pada tahun 1500 oleh Raden Fatah yang kemudian menjadi raja pertama di Kerajaan Demak. Dalam masa pemerintahannya, dengan dukungan Wali Songo, didirikan Masjid Agung Demak. Raden Fatah diangkat sebagai raja di Demak oleh para wali berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Sunan Ampel. Dalam menjalankan pemerintahannya, Raden Fatah didampingi oleh para Wali Songo, khususnya yang berkaitan dengan penyebaran agama Islam.
Penyebar agama Islam di Pulau Jawa adalah para ulama yang dikenal sebagai para wali yang berjumlah sembilan orang sehingga disebut Wali Songo. Kesembilan wali tersebut adalah sebagai berikut:
- Maulana Malik Ibrahim di Gresik, nama aslinya Syekh Magribi, terkenal dengan sebutan Sunan Gresik.
- Sunan Ampel di Ampel, dekat Surabaya. Nama aslinya adalah Raden Rahmat. Ia adalah putra Sunan Gresik.
- Sunan Bonang di Bonang, dekat Tuban (Jawa Timur). Dulu bernama Raden Maulana Makdum Ibrahim, putra Sunan Ampel.
- Sunan Giri tinggal di Giri Gresik, nama aslinya Raden Paku. Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah Giri.
- Sunan Drajat di Drajat Sedayu, dekat Surabaya. Nama aslinya adalah Raden Kosim Syarifuddin, salah satu putra Sunan Ampel. Menurut cerita, beliau yang menciptakan Gending Pangkur (jenis gending Jawa).
- Sunan Kalijaga, nama aslinya Raden Mas Syahid. Dalam menyiarkan agama Islam, ia menggunakan media wayang kulit. Sunan Kalijaga dikenal juga sebagai budayawan dan seniman.
- Sunan Kudus, semula bernama Raden Ja’far Sadiq. Beliau memiliki keahlian khusus dalam bidang ilmu agama, terutama dalam bidang ilmu fikih, tauhid, hadis, tafsir, dan logika.
- Sunan Muria, nama kecilnya Raden Umar Said atau Raden Pranoto, putra sulung Sunan Kalijaga. Sunan Muria menggunakan kesenian sebagai sarana berdakwah. Dua tembang yang diciptakannya dan sangat terkenal adalah tembang Sinom dan Kinanti.
- Sunan Gunung Jati memiliki nama Wali Syarif Hidayatullah. Beliau menyebarkan agama Islam di daerah Pasundan. Setelah wafat, beliau dimakamkan di Gunung Jati dekat Cirebon.
Setelah Raden Fatah wafat pada tahun 1518, Pati Unus menggantikan ayahnya. Pati Unus dikenal sebagai “Pangeran Sabrang Lor” karena keberaniannya menyeberang samudra untuk menyerbu benteng Portugis di Malaka.
Penerus Kerajaan Demak setelah Pati Unus adalah Sultan Trenggono yang naik tahta pada tahun 1521. Ia menjadikan Demak sebagai kesultanan dan menggunakan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Islam merupakan unsur pemersatu berbagai kerajaan yang berada di bawah pengaruhnya. Panglima armadanya, Fatahillah, berhasil menduduki beberapa wilayah Kerajaan Pajajaran (Cirebon, Banten, dan Sunda Kelapa). Pada tahun 1545, kekuasaan Demak meliputi hampir seluruh Pulau Jawa, Sumatra Selatan, Pulau Kalimantan (Kota Waringin dan Kesultanan Banjar), serta Selat Malaka.
Keruntuhan Kesultanan Demak terjadi pada tahun 1545, pada masa pemerintahan Sultan Prawoto, putra Sultan Trenggono. Setelah melalui perebutan kekuasaan dan perang saudara, akhirnya salah seorang menantu Sultan Trenggono, Joko Tingkir berhasil mewarisi tahta Kesultanan Demak. Joko Tingkir kemudian memindahkan pusat pemerintahan dari Demak ke Pajang (wilayah Surakarta). Dinasti Kesultanan Pajang diawali dengan Joko Tingkir sebagai raja pertama yang bergelar Sultan Adiwijaya.
Sultan Trenggono wafat pada tahun 1546. Akibat terjadinya perebutan kekuasaan, Demak melemah dan beberapa wilayah di antaranya Cirebon dan Gresik melepaskan diri. Sepeninggal Sultan Trenggono, perdagangan yang merupakan andalan perekonomian Demak juga mengalami kemunduran.
Peninggalan Kesultanan Demak di antaranya adalah Masjid Agung Demak dan bangunan makam Sunan Kalijaga. Masjid Agung Demak yang dibangun pada abad ke-15, merupakan simbol kekuasaan Islam di Demak.
Sunan Kalijaga adalah wali yang membetulkan arah kiblat masjid. Pintu masjid yang berjumlah lima melambangkan rukun Islam, sedangkan jendela yang berjumlah enam melambangkan rukun iman. Atap tengah masjid yang bersusun tiga (lambang iman, Islam, dan ihsan) ditopang oleh empat tiang kayu raksasa yang disebut saka guru. Tiang ini dibangun oleh empat Wali Songo (Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, dan Sunan Bonang).
-
Kesultanan Banten
Kesultanan Banten adalah kerajaan Islam terbesar di Banten yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati pada tahun 1524. Pada awalnya, kesultanan ini termasuk ke dalam wilayah Kerajaan Hindu Pakuan Pajajaran. Kesultanan Banten dibuat sebagai pusat pendidikan agama Islam di Jawa Barat pada abad ke-15 sampai abad ke-16.
Kesultanan Banten mulai melebarkan pengaruhnya, terutama di bidang perdagangan, sejak pemerintahan Maulana Hasanuddin. Pada masa kejayaan Kesultanan Banten, perdagangan berkembang pesat hingga mencapai Donggala, Filipina, Makao, Persia, dan Turki. Selama 18 tahun masa kepemimpinannya, Maulana Hasanuddin berhasil menjadikan Kesultanan Banten sebagai pusat penyebaran agama Islam. Ia kemudian digantikan oleh putranya, Maulana Yusuf.
Sultan Maulana Yusuf (1570–1580) memimpin Kesultanan Banten dan berhasil menaklukkan Kerajaan Pakuan Pajajaran. Ia wafat pada tahun 1580 dan digantikan oleh putranya, Maulana Muhammad. Setelah Sultan Maulana Muhammad wafat pada tahun 1596, ia digantikan oleh putra tertuanya yaitu Abdul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir. Akan tetapi, karena putranya masih berumur lima bulan, maka kekuasaan pemerintahan dijabat oleh lima dewan kesultanan.
Penguasa Banten selanjutnya adalah Sultan Abdul Fatah yang lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1682). Sultan Ageng Tirtayasa sangat menentang VOC (kongsi dagang Belanda) yang ingin memonopoli perdagangan.
Putra Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu Sultan Haji tidak sependapat dengan ayahnya. Perbedaan pendapat ini berkembang menjadi permusuhan. Berkat bantuan VOC, Sultan Haji mengalahkan ayahnya. Setelah menjadi Sultan, Sultan Haji mengabulkan keinginan VOC untuk memonopoli perdagangan di wilayah Kesultanan Banten. Kesultanan Banten kemudian mengalami kemunduran pada tahun 1682.
Peninggalan bersejarah dari Kesultanan Banten, antara lain sebagai berikut:
- Masjid Agung Banten yang dibangun oleh Sultan Maulana Yusuf pada tahun 1566 M. Masjid ini dilengkapi dengan menara yang termasuk salah satu menara tertua di Pulau Jawa.
- Keraton Surosowan, dalam bentuk benteng dan kanal-kanal.
- Meriam kuno Ki Amuk yang bentuknya sangat besar. Meriam ini terbuat dari perunggu yang bertuliskan huruf Arab dan terletak di alun-alun Masjid Agung Banten.
-
Kesultanan Ternate-Tidore
Kerajaan Ternate–Tidore adalah kerajaan Islam yang berada di wilayah Kepulauan Maluku (sekitar abad ke-15) dan pada awalnya merupakan dua kesultanan yang terpisah. Keduanya sering terlibat persaingan untuk memperebutkan pengaruh.
Untuk memenangkan persaingan dan pengaruh, masing-masing kerajaan itu lalu membangun kerja sama dengan kerajaan lain. Kesultanan Ternate membentuk persekutuan Uli Lima dengan Kerajaan Obi, Bacan, Seram, dan Ambon. Kesultanan Tidore bekerja sama dengan Kerajaan Makyan, Jailolo, Soa-siu, dan kerajaan lainnya dari Pulau Halmahera hingga bagian barat Pulau Irian, membentuk persekutuan Uli Siwa.
Kesultanan Ternate menjalin hubungan dengan bangsa Portugis. Sedangkan di lain pihak, Kesultanan Tidore juga melakukan kerja sama dengan bangsa Spanyol yang berpusat di Filipina. Berdasarkan perjanjian Tordesilas antara Portugis dan Spanyol, keberadaan Spanyol di Kepulauan Maluku dianggap menyalahi isi perjanjian. Oleh karena itu, raja Spanyol memerintahkan untuk menarik pasukannya dari Kepulauan Maluku.
Tanpa bantuan dari Spanyol, Kesultanan Tidore dengan mudah dikalahkan oleh pasukan gabungan antara Ternate dan Portugis. Pihak Portugis meminta imbalan berupa monopoli perdagangan cengkih. Monopoli cengkih ini menimbulkan kesengsaraan rakyat karena dibeli dengan harga yang terlalu murah.
Di bawah kepemimpinan Sultan Khairun, rakyat Maluku menentang Portugis. Akan tetapi, pasukan Sultan Khairun berhasil dikalahkan dan Sultan pun terbunuh. Sultan Khairun segera digantikan oleh putranya, Sultan Baabullah. Ia berhasil menyatukan seluruh kerajaan di Kepulauan Maluku sehingga pasukannya berhasil mengusir Portugis dari Maluku pada tahun 1575.
-
Kerajaan Gowa-Tallo
Pada abad ke-16, di Sulawesi Selatan banyak berdiri kerajaan, antara lain Gowa, Tallo, Bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu.
Dalam perkembangannya, Kerajaan Gowa dan Tallo bergabung menjadi Kerajaan Makassar. Raja Gowa menjadi raja di Kerajaan Makassar bergelar Sultan Alauddin dan penggantinya Sultan Muhammad Said. Kerajaan Gowa–Tallo merupakan kerajaan bercorak Islam.
Kerajaan Makassar mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin pada tahun 1653– 1669 dan selanjutnya Makassar berkembang menjadi pelabuhan internasional.
Sultan Hasanuddin memiliki julukan “Ayam Jantan dari Timur”, untuk menggambarkan keberanian dan perjuangannya melawan Belanda.
Ketika terjadi permusuhan antara Makassar dan VOC, Raja Bone yang bernama Arung Palakka meminta bantuan VOC. Maksudnya, agar dapat melepaskan diri dari kekuasaan Makassar di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin. Peperangan Hasanuddin dengan Arung Palakka yang dibantu VOC diakhiri dengan penandatanganan perjanjian pada tahun 1667.
Peninggalan Kerajaan Gowa antara lain sebagai berikut:
- Kompleks Makam Raja-raja Kerajaan Gowa.
- Benteng Fort Rotterdam yang didirikan pada tahun 1670.
- Istana tua dari kayu dijadikan Museum Ballompua.
Tokoh Sejarah Pada Masa Islam
Berikut adalah tokoh-tokoh yang berperan pada era kejayaan Islam di Indonesia
- Sultan Iskandar Muda
Kesultanan Aceh mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607–1636). Sultan Iskandar Muda dapat menaklukkan Kesultanan Johor, Pahang, Malaka, dan Kedah.
- Raden Fatah
Raden Fatah adalah pendiri Kerajaan Islam Demak. Pada masa pemerintahan Raden Fatah, Demak menjadi pusat penyebaran Islam di Pulau Jawa.
- Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Ageng Tirtayasa adalah pemimpin Kesultanan Banten dari tahun 1651–1682. Sultan Ageng Tirtayasa sangat menentang monopoli perdagangan seperti yang diinginkan oleh VOC (Kongsi Dagang Belanda). Kesultanan Banten mengalami kemunduran setelah Sultan Ageng Tirtayasa wafat.
- Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin memerintah di Kerajaan Gowa dari tahun 1653– 1669. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Gowa berhasil mencapai puncak kejayaan. Sultan Hasanuddin mendapat julukan “Ayam Jantan dari Timur” karena kegigihannya melawan usaha monopoli Belanda dalam bidang perdagangan dan menguasai perairan Nusantara.
Sumber: Buku Paket IPS Kelas V SD/MI