Masjid Al-Riyadh Kwitang, Salah Satu Masjid Tertua di Jakarta

Masjid Al-Riyadh Kwitang, Salah Satu Masjid Tertua di Jakarta

Wislahcom | Referensi | : Saat ini umat muslim diseluruh dunia sedang melaksanakan ibadah puasa. Sudah sepantasnya jika dibulan Ramadhan ini semua orang akan berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan. Maka dari itu berwisata religi dengan corak historis, dirasa cocok untuk menjadi salah satu agenda kita dalam menjalani puasa tahun ini. Salah satu tempat yang tepat dijadikan destinasinya adalah Masjid Al-Riyadh yang berada di daerah Kwitang, Jakarta Pusat. Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Jakarta dan juga menjadi salah satu tempat disyiarkannya agama Islam hingga satu abad lamanya.

Secara arsitektur masjid ini tidak seperti masjid-masjid bersejarah lainnya yang memiliki halaman luas, namun hal tersebut tidak semata-mata menghilangkan nilai estetika dari Masjid Al-Riyadh. Saat datang kesana kita akan disambut dengan kemegahan arsitektur bangunan yang dimilikinya. Dengan dominasi warna putih pada dindingnya, menambah nilai estetika didalamnya. Di depan gerbang utamanya kita akan melihat bedug yang sudah berusia cukup lama, terlihat dari kulit dan kayu yang sudah menguning termakan oleh usia, namun masih dapat berfungsi dengan baik sebagai alat penanda waktu adzan. Masjid Al-Riyadh memiliki dua lantai dengan fungsi yang berbeda satu sama lainnya. Pada lantai pertama biasa digunakan sehari-hari sebagai tempat sholat. Lalu pada lantai kedua digunakan sebagai tempat belajar atau madrasah. Kemegahan lainnya terpancar dari ukiran kayu yang terletak pada mimbarnya.

Masjid Al-Riyadh selalu ramai dikunjungi orang dari berbagai macam tempat bukan hanya untuk beribadah, namun untuk berziarah. Karena didalam kompleks Masjid Al-Riyadh terdapat makam orang yang mulia yaitu makam Habib Ali Al Habsyi bin Abdurrahman Al Habsyi atau akrab dikenal sebagai Habib Ali Kwitang. Selain itu terdapat pula makam putra Habib Ali yaitu Habib Muhammad bin Ali Al Habsyi dan istri putranya Syarifah Ni’mah, serta dimakamkan pula Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Ali Al Habsyi yang merupakan putra dari Habib Muhammad bin Ali Habsyi. Yang datang kesana pun tidak hanya warga Jakarta, namun diluar Jakarta juga sangat banyak datang kesana, dan bahkan terdapat pula wisatawan asing dari Malaysia, Singapura, dan Filipina.



 Habib Ali sendiri merupakan orang yang berperan besar dalam perkembangan Masjid Al-Riyadh hingga menjadi megah seperti sekarang ini. Habib Ali Al Habsyi lahir di Jakarta pada 20 April 1870, dan wafat pada 13 Oktober 1968. Habib Ali merupakan salah satu tokoh penting dalam syiar agama Islam di Jakarta. Masjid Al-Riyadh dimanfaatkan oleh Habib Ali untuk diadakan pengajian umum yang berlangsung sejak zaman penjajahan Jepang, yang hingga sekarang menjadi agenda rutin setiap hari Minggi. Pada tahun 1918 Habib Ali mendirikan sebuah madrasah Islam dengan sistem kelas bernama Madrasah Unwanul Fallah, yang terletak berdekatan dengan Masjid Al-Riyadh. Madrasah ini menjadi spesial karena untuk pertama kalinya kala itu, terdapat madarasah yang terbuka untuk murid-murid wanita, namun tetap tempat duduknya terpisah dengan murid pria. Madrasah ini menjadi salah satu media yang digunakan Habib Ali dalam berdakwah.

Murid-murid yang berada dibawah bimbingan Habib Ali pun nantinya tumbuh dan berkembang menjadi salah satu tokoh terkemuka juga, seperti KH. Abdullah Syafiie dan KH. Tohir Rohili. Kedua pemuka agama tersebut nantinya mendirikan Majelis Taklim Syafiiyah di Bali Matraman, Jakarta Selatan dan juga Majelis Taklim Tohiriah di Jl. Kampung Melayu Besar, Jakarta Selatan. Kedua majelis taklim ini kian hari kian berkembang hingga nantinya memiliki perguruan Islam dari semua kalangan, dimulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Selain itu al-Awwabin pimpinan KH. Abdurrahman Nawi di Depok dan Tebet juga merupakan anak didik dari Habib Ali.

Masjid Al-Riyadh sendiri dibangun pada tahun 1910 yang awal mulanya hanya berbentuk sebuah surau (musholla) kecil dari bambu yang beratapkan rumbia. Pada mulanya masjid ini bernama Masjid Jami’ Quwatul Ummah kemudian berganti nama menjadi Kwatul Ummah, hingga nantinya mengalami berganti nama kembali menjadi Masjid Jami’ Kwitang Al-Riyadh oleh Panitia Pembangunan Masjid. Berkat jasa dari Habib Ali, Masjid Al-Riyadh mengalami banyak perkembangan. Yang awal mulanya hanya memiliki luas tanah 50 meter lalu berkembang menjadi 100 meter. Pada 1918 terjadi perluasan kembali dan mulai dibangun Madrasah Unwanul Fallah di kompleks masjid tersebut.

Tidak berhenti sampai disitu, pada tahun 1936 masjid mengalami perluasan kembali hingga 1000 m persegi dan didirikan sebuah menara tempat adzan. Hingga pada akhirnya pada tahun 1963 Habib Ali berniat untuk membongkar dan membangun kembali menjadi sebuah masjid yang modern dan megah berdiri ditengah-tengah ibu kota. Dalam rencananya kali ini Habib Ali mengandeng beberapa tokoh Islam lainnya beserta para alim ulama terpandang guna merealisasikan cita-citanya tersebut. Hingga akhirnya keinginannya dapat terwujud dengan ditambahnya dua tingkat beserta dengan kubah dan menara yang menjulang tinggi keatas. Lalu setelah Habib Ali wafat pada tahun 1968, tongkat estafer perjuangannya diberikan kepada putranya, Habib Muhammad bin Ali Al Habsyi, lalu berlanjut ke cucunya, Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Ali Al Habsyi, dan terus berlanjut hingga kini.

Dengan begitu tidak heran jika kita menyebut Masjid Al-Riyadh sebagai salah satu kebanggaan yang dimiliki ibu kota, bukan hanya dari segi kemegahannya, namun dilihat dari perjalanan dan nilai historis yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu Masjid Al-Riyadh dirasa cocok untuk ditambahkan kedalam daftar destinasi wisata di ibu kota, khususnya wisata religi yang memiliki nilai kandungan sejarah untuk menambah khazanah pengetahuan baru bagi kita.

Related posts