Fir’aun : Kisah, Prilaku Tercela dan Hikmah

Fir’aun : Kisah, Prilaku Tercela dan Hikmah

Wislahcom / Referensi / : Berikut ini adalah kisah tentang fir’aun. Sosok raja yang tidak patut kita teladani tetapi sebagai bahan pelajaran, renungan bagi kita untuk tidak mengikuti prilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana kisah fir’aun?

Masih bingung.

Simak penjelasan singkat tentang : Kisah Fir’aun, Perilaku Tercela Fir’aun, dan Hikmah Kisah Fir’aun.


Kisah Fir’aun

Fir’aun bukanlah nama seseorang. Fir’aun adalah gelar bagi raja-raja Mesir purbakala. Menurut sejarah, Fir’aun di masa Nabi Musa adalah Mernephtah (1232-1224 SM), putra Ramses II. Mernephtah dikenal sebagai raja yang sangat kejam dan bengis. Hingga namanya digunakan sebagai lambang kebiadaban dan kesombongan. Dikisahkan, ia seorang raja yang menyebarkan pengaruh buruk pada para pengikutnya. Ia menyebut dirinya sebagai Tuhan. Karena itu, Nabi Musa juga diutus Allah untuk mengingatkan penduduk Mesir supaya tidak terpengaruh Fir’aun.

Allah mengutus Nabi Musa untuk mengajak penguasa agar bertindak lurus, politisi agar menjadi baik, dan orang kaya agar menjadi pemilik harta yang baik. Akan tetapi, ajakan Nabi Musa ditolak, bahkan mereka menuduh bahwa Nabi Musa ialah seorang penyihir dan pembohong. Padahal Nabi Musa datang kepada mereka membawa ayat-ayat Allah.

Di masa itu, masyarakat Mesir memang sudah beragama, tetapi tidak sejalan dengan agama yang ditentukan Allah. Mereka menuhankan Fir’aun. Fir’aun sendiri mengaku dirinya Tuhan.

Pada suatu hari, Fir’aun mengumpulkan semua menteri di istananya untuk membahas cara memerangi Nabi Musa. “Umumkan ke pelosok negeri bahwa aku akan membuat bangunan yang tinggi sampai langit. Di puncak itu aku akan memerangi Allah, tuhannya Musa!” kata Fir’aun. Para menteri dan hulubalang menyebar ke pelosok negeri Mesir untuk mengumumkan hal itu. Fir’aun tuhan orang mesir itu akan ke langit untuk memerangi tuhannya Musa.

Seorang tukang bangunan ternama di Mesir bernama Hamam di panggil menghadap Fir’aun. “Buatlah bangunan yang tinggi, secepatnya!” perintah Fir’aun. “Baik, tuanku,” sahut Hamam. Perintah itu segera dilaksanakan. Hamam beserta para pekerja segera mendirikan bangunan yang luar biasa tingginya, dan ketika bangunan tinggi telah selesai, Fir’aun naik hingga puncaknya. Dilihat dari bawah, bangunan itu tampak seperti menusuk langit. Dari puncak bangunan itu, Fir’aun akan memerangi tuhan Musa. Ia memandang sekeliling untuk melihat, mencari dan menemukan “tuhan” yang dimaksudkan sebagai Tuhannya Musa. Rakyat Mesir mulai terpengaruh oleh keberanian Fir’aun. Mereka mulai percaya bahwa Fir’aun benar-benar tuhan. Dia berani menantang Tuhannya Musa, sedangkan Tuhannya Musa tidak datang untuk menghadapi Fir’aun. Berarti Tuhannya Musa tidak berani untuk melawan Fir’aun. Hal itu semakin membuatnya sombong dan berteguh bahwa ia adalah tuhan yang sebenarnya bagi masyarakat Mesir.


Perilaku Tercela Fir’aun

  • Manusia paling sombong. Fir’aun telah melakukan kesombongan yang paling biadab yakni ketika dirinya telah mengetahui kebenaran namun dia tidak mau menerimanya. Sikap sombong yang bukan hanya sekadar pamer harta, namun kesombongan yang paling besar menutup diri dari kebenaran.
  • Menjaga kekuasaan dengan segala cara. Untuk menjaga kekuasaannya Fir’aun melakukan segala cara. Bahkan dia menggunakan kedok agama untuk mengokohkan kerajaannya. Padahal dia adalah orang yang paling anti terhadap agama.
  • Memperbudak manusia. Fir’aun menganggap selain dirinya adalah budak. Dia merampas kebebasan rakyatnya. Semua harus diam. Tidak boleh ada yang menuntut bahkan hanya sekadar memberi saran. Semua adalah budak yang tidak memiliki hak bahkan atas diri mereka sendiri.
  • Melakukan kerusakan di bumi Allah.
  • Mengaku Tuhan. Karena kekuasaan dan kekuatan menjadikan Fir’aun tidak butuh siapapun dan tidak ada yang bisa menandinginya. Akhirnya dengan penuh kesombongan dia mengaku dirinya Tuhan.

Hikmah Kisah Fir’aun

  • Ajaran-ajaran kebaikan yang mengajak pada satu kebaikan sosial atau ide dasar menggagas kehidupan yang lebih baik pasti memiliki tantangan. Kalau dalam keseharian, kita melakukan kebaikan, terus kita mendapat tantangan, halangan atau cercaan, maka jangan sampai hal ini menjadi halangan untuk melakukan kebaikan.
  • Dalam keseharian, kita mesti mawas diri, jangan sampai menjadi sosok manusia yang memandang remeh orang lain, sehingga terseret pada kesombongan dan kesewenang-wenangan.
  • Jangan menjadi manusia yang congkak dan sombong terhadap kekuasaan Allah Swt, Yang Maha Menguasai, Dzat Yang Maha Mengatur Bumi dan segala isinya.
  • Tidak mengukur apa yang dilakukan dengan hanya melihat materi.
  • Selalu sadar akan hakikat dunia dan akhirat. Hendaklah seseorang selalu sadar bahwa dunia adalah tempat menanam kebahagiaan kehidupan akhirat. Harus ada kesadaran bawah sekalipun umurnya panjang, namun tetap akan mati, kemudian hidup di sebuah kampung abadi yakni akhirat.
  • Selalu mengingat nikmat Allah Swt. Dengan kesadaran seperti ini, seseorang akan merasa lemah dan merasa butuh kepada Allah Swt, sehingga dia akan membersihkan diri dari kufur nikmat.
  • Selalu bermuḥasabaḥ diri (introspeksi diri).
  • Selalu memohon bantuan dari Allah Swt. Dengan cara berdoa dan senantiasa memohon perlindungan dari-Nya agar terhindar dari penyakit kagum diri dan tidak terjerumus ke dalamnya.

Related posts