Wislahcom | Referensi | Inspirasi dari Bawah Pohon | : Lebih dari 2.000 tahun lalu, sebuah pohon penting dipotong salah satu cabangnya atas perintah dari kaisar India, Ashoka. Di bawah pohon inilah, Buddha diyakini mendapat pencerahan. Asoka memberi status kerajaan pada cabang pohon tersebut, dan menanamkannya di pot emas yang tebal. Dia kemudian membawa batang pohon itu melewati pegunungan dan turun ke Sungai Gangga di Teluk Benggala.
Di sana, anak perempuannya, membawa cabang pohon itu menaiki kapal dan berlayar menuju Sri Lanka untuk memberikannya pada raja. Ashoka sangat mencintai tanaman itu sampai-sampai dia menangis saat batang pohon itu dibawa pergi.
Kisah tersebut, berasal dari puisi epik Mahavamsa adalah tentang sejenis pohon ara yang oleh ilmuwan disebut Ficus religiosa. Sesuai dengan namanya, pohon boddhi, ada tradisi pemujaan yang tak terputuskan dari ribuan tahun lalu sebelum masa Ashoka. Dalam kepercayaan dan tradisi buddha, di bawah pohon Ara atau Boddhi inilah, Siddhartha Gautama, bersemedi hingga menerima pencerahan (enlightenment), atau Bodhi. Siddharta Gautama yang gelisah akan kehidupan mewah menemukan makna kehidupan saat berada di bawah pohon.
Islam, Pohon Sahabi dan Tahtas Syajarah
Bagi umat islam, pohon juga memiliki narasi sejarah tersendiri. Dalam catatan sejarah perjalanan Nabi Muhammad SAW, setidaknya diketahui dua kisah pohon yang menunjukkan episode penting dalam sejarah islam, pohon sahabi dan tahtas syajarah.
Seorang pakar tafsir, Muhammad Ibn Jarir At-Tabari menceritakan kisah pendeta Buhaira yang bertemu dengan Muhammad kecil. Saat itu usia Nabi Muhammad sekitar 9 atau 12 tahun. Nabi Muhammad sedang bersama pamannya Abu Thalib dan rombongan pedagang Quraisy dalam perjalanan untuk berdagang ke negara Syam.
Dalam perjalanan tersebut, rombongan bertemu dengan Buhaira yang seorang pendeta Nasrani. Buhaira kemudian mengajak rombongan tersebut beristirahat sejenak di bawah pohon Sahabi. Sebelumnya memang Buhaira sudah merasakan firasat akan bertemu dengan seorang nabi terakhir. Kepada rombongan tersebut, Buhaira pun memberitahu Abu Thalib bahwa ada tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad SAW. Tanda itu berupa, awan yang selalu memayungi Muhammad dari terik sinar matahari selama perjalanan. Dengan demikian, pohon sahabi menjadi saksi mengenai informasi kenabian Rosulullah SAW kepada Abu Thalib.
Meski pohon ini berada di tengah gurun pasir yang sangat panas, Pohon Sahabi tetap berdiri kokoh dengan dedaunan lebat berwarna hijau. Hal ini adalah bentuk keberkahan Nabi Muhammad karena pohon itu hampir menyentuh kulit nabi dan masih kokoh hingga saat ini.
Sesudah Rosulullah SAW menerima wahyu, maka cobaan datang silih berganti. Ketika Rosululah SAW berdakwah dan kemudian mengalami penolakan dari masyarakat Mekkah, maka titik balik dari dakwah (selain baiat aqobah, masuk islamnya para pembesar quraisy serta peperangan) adalah Baitur Ridhwan. Peristiwa ini merupakan sebuah episode penting dalam sejarah islam, mengenai perjanjian setia sekelompok sahabat kepada Nabi Muhammad saw yang terjadi pada tahun ke-6 H/628 di dekat Mekah dan sebelum Perdamaian Hudaibiyah. Baiat ini dilakukan di bawah pohon’ (tahtas sajarah) dan kemudian diabadikan dalam Al-Quran surat Al Fath ayat 10 dan 18. Ibn Katsīr menyebutkan bahwa ada sekitar 1400an orang yang ikut berbaiat kepada Rasulullah SAW. Baitur ridhwan merupakan prolog dari rangkaian fathul Makkah yang kemudian menghasilkan islam tidak hanya sebagai ajaran agama, melainkan juga bangunan kekuasaan yang kemudian menguasai jazirah arabia dan menyebar ke seantero dunia.
Isaac Newton dan Pohon Apel
Pada tahun 1665 hingga 1666, ketika wabah besar melanda London, Isaac Newton yang berusia 20 tahun melakukan karantina di dalam rumahnya. Wabah Besar London, merupakan epidemi wabah yang berlangsung selama 1665 ke 1666. Catatan kota dalam Britannica menunjukan sekitar 68.596 orang meninggal dunia karena wabah. Meskipun jumlah kematian sebenarnya diperkirakan melebihi 100.000 orang.
Wabah ini disebabkan oleh Yersinia pestis, bakteri yang terkait dengan wabah-wabah sebelumnya. Itu bermula di pinggiran kota London, St. Giles-in-the-Fields dan tempat-tempat lain di mana banyak wilayah padat penduduk yang mayoritasnya adalah orang miskin.
Selama masa karantina, Newton banyak melakukan eksperimen di kamarnya. Bahkan ia membuat lubang kecil di jendela yang menghasilkan sinar cahaya kecil masuk ke kamar. Dari sini ia terpikir untuk mengembangkan ilmu optik dan cahaya.
Tepat di luar jendela rumahnya di Woolsthrope ada pohon apel. Pohon itulah yang menjadi kisah legenda Newton menemukan teori gravitasi saat apel-apel itu berjatuhan di kepalanya. Walaupun banyak yang menganggap bahwa kisah itu apokrif (diragukan keasliannya). Catatan John Conduitt membenarkan adanya unsur kebenaran dari cerita tersebut.
Kelak, pengamatan atas apel tersebut, melahirkan kontribusi Newton yang paling signifikan untuk fisika dan astronomi yang dituliskan dalam karya besarnya “Philosophia Naturalis Principia Mathematica” yang ia terbitkan pada tahun 1687 atas biayanya sendiri. Isinya prinsip gravitasi universal, yang menjelaskan gerakan benda-benda langit dan jatuhnya benda-benda di bumi. Principia menggambarkan hukum gerak Newton, yakni mekanika fluida, gerakan pelanet dan satelitnya, gerakan komet, dan fenomena pasang surut.
Newton turut mengubah dunia dari bawah pohon!
Indonesia dan Pohon Sukun
Dalam sejarah Indonesia, kita mengenal bahwa konsep yang meletakkan Indonesia sebagai sebuah bangsa adalah Pancasila. Konsep yang digagas oleh Sukarno ini merupakan ideologi persatuan yang diperas dari adat, kebiasaan serta gagasan yang lahir dalam masyarakat nusantara. Pancasila adalah wadah yang menampung perbedaan untuk menetap pada tempat yang sama.
Uniknya, Pancasila sendiri merupakan sebuah gagasan yang sudah lahir sejak lama. Sukarno bercerita bahwa ketika tahun 1934-1938, ia diasingkan ke Ende oleh pemerintah Kolonial Belanda. Dalam pengasingan itulah, Sukarno banyak melakukan perenungan, mulai dari belajar agama islam via surat menyurat kepada A. Hassan hingga memikirkan bagaimana bangsa yang beragam ini dapat tersatukan. Bung Karno kerap merenung di bawah pohon sukun. Batang pohon bercabang lima itu menjadi inspirasi: Pancasila.
Belajar dari Pohon
Narasi di atas merupakan sebuah kumpulan cerita, bagaimana pohon memiliki peran dan makna yang besar dalam sejarah sejarah umat manusia. Pohon tidak sekedar menjadi penghasil buah, penghasil oksigen atau tempat buang air kecil disaat tidak menemukan toilet. Pohon menjadi tempat yang penuh inspirasi dan bahwa di bawah pohon juga terjadi sebuah peristiwa-peristiwa penting yang mengubah sebuah arus sejarah.
Karenanya, tidak mengherankan istilah “sejarah” di di Indonesia merujuk kepada pohon yang berasal dari bahasa Arab yakni “syajaroh”. Pohon memiliki akar, batang, ranting dan buah.semua yang ada di pohon memiliki kegunaan. Maka, sepatutnya juga signifikansi pohon haruslah dimaknai dalam konteks yang lebih jauh dan berharga, bahwa ia menjadi bagian penting dalam sejarah umat manusia. Ketiadaan pohon secara praktis dapat menyebabkan banjir, kelangkaan air, longsor serta bencana alam lainnya.
Ke depan, tentunya penting dipikirkan untuk kembali memperbanyak pepohonan. Siapa tahu, banyaknya masalah bangsa kita ini disebabkan karena kurang banyaknya pepohonan. Sehingga kita kurang mendapat pencerahan dan inspirasi yang menyegarkan.