Indahnya Kehidupan Bermakna (Rangkuman Materi PAI Kelas 12 SMA Kurikulum Merdeka)

Perkalian dan Pembagian Bilangan Desimal, Contoh dan Cara Menghitungnya (Rangkuman Materi Matematika SD/MI Kelas 4 Bab 16) Kurikulum Merdeka

Indahnya Kehidupan Bermakna | Rangkuman Materi PAI Kelas 12 | Bab 2 | SMA | Kurikulum Merdeka | Wislah Indonesia |

Indahnya Kehidupan Bermakna

Hakikat Iman

Iman artinya keyakinan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan tanpa ada keraguan sedikitpun. Iman dalam agama Islam artinya meyakini adanya wujud Allah Swt, para malaikatNya, kitab- kitabNya, para rasulNya, hari terjadinya kiamat serta qada’ dan qodarNya. Iman mencakup ranah yang berkaitan dengan keyakinan dalam hati, ucapan lisan, serta amal anggota tubuh. Iman akan bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan kepada Allah Swt.

Kedudukan iman lebih tinggi daripada Islam karena iman mencakup yang lebih umum daripada Islam. Seseorang tidak akan mencapai keimanan yang sempurna hingga ia melaksanakan dan mewujudkan keislamannya dengan perbuatan nyata dengan cara sempurna. Islam adalah amalan-amalan nyata sebagai buah dari keimanan seseorang. Keimanan tidak terpisah dari amal, karena amal merupakan buah keimanan dan salah satu indikasi yang terlihat oleh manusia. Karena itu Allah Swt menyebut Iman dan amal soleh secara beriringan di dalam Q.S. al-Anfal ayat 2-4: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.” (Al-Anfal: 2-4).


Keimanan seseorang memiliki ciri yang sangat khas, yaitu selalu dinamis. Mayoritas ulama memandang keimanan selalu beriringan dengan amal saleh, sehingga mereka menganggap keimanan akan bertambah dengan bertambahnya amal saleh. Begitu pula sebaliknya. Dalam Islam sendiri jika kita membahas mengenai Iman tidak akan terlepas dari adanya rukun Iman yang enam, yaitu:

1) Iman kepada Allah

2) Iman kepada malaikat-malaikat-Nya

3) Iman kepada kitab-kitab-Nya

4) Iman kepada rasul-rasul-Nya

5) Iman kepada Qada dan Qadar

6) Iman kepada hari akhir

Itulah kriteria amalan hati dari seorang pribadi yang beriman, yang jika telah tertanam dalam hati seorang mukmin, maka akan secara otomatis tercermin dalam perilakunya sehari-hari yang sinergi dengan kriteria keimanan terhadap enam poin di atas.

Jika iman adalah suatu keadaaan seseorang yang bersifat dinamis maka disuatu saat akan didapati bertambambah dan berkurangnya iman seseorang. Iman kita bertambah ketika kita selalau berada dalam amal kebaikan sebaliknya iman kita akan berkurang ketika kita malas melakukan kebaikan, sebagaimana hadits Nabi Muhammad Saw: “Tiga perkara yang apabila terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan manisnya Iman: Menjadikan Allah dan RasulNya lebih dicintainya melebihi dari selain keduanya, mencintai seseorang yang tidak dicintainya melainkan karena Allah, membenci dirinya kembali kepada kekufuran sebagaImana bencinya ia kembali dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Bukhori Muslim).

Iman pada dasarnya adalah keyakinan dan kesadaran dalam hati, sehingga iman mempunyai tiga kriteria sifat, Pertama, iman bersifat abstrak, artinya tidak dapat diukur kadar keimanan seseorang karena berada dalam hati, hanya Allah Swt. yang Maha mengetahui yang dapat mengetahi isi hati sesorang.

Kedua, iman bersifat fluktuatif, artinya naik turun, bertambah dan berkurang. Bertambah karena melaksanakan ketaatan dan berkurang karena melakukan kemaksiatan. Kondisi iman bersifat fluktuatif ini karena iman bertempat dalam hati. Dalam bahasa Arab hati dinamai qalb yang artinya bolak-balik dan tidak tetap dalam satu kondisi, sehingga karakter dasar hati adalah berubah-ubah, hati kadang senang, sedih, marah, rindu, cinta, dan benci.

Ketiga, iman itu mempunyai tingkatan. Artinya tingkat dan kadar keimanan dalam hati orang beriman itu berbeda dan tidak sama, ada yang kuat, ada yang sedang dan ada yang lemah imannya.

Hakikat Islam

Kata Islam secara bahasa (etimologi) berasal dari kata aslam-yuslim-islam dengan arti yang semantik sebagi berikut: tunduk dan patuh, berserah diri, keselamatan, kedamaian dan kemurnian. Kata Islam berasal dari akar kata salam yang terbentuk dalam kata salm artinya selamat, sejahtera tidak cacat dan tidak tercela.

Sedangkan secara terminologi Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Swt kepada nabi Muhammad Saw dengan perantara malaikat Jibril, untuk seluruh umat manusia untuk keselamatan di dunia dan di akhirat dengan melaksanakan semua perintahNya dan menjauhi laranganNya. Islam adalah agama Allah Swt. yang diwahyukan kepada para rasul untuk membimbing manusia dari satu generasi kegenerasi sebagai petunjuk bagi manusia untuk kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Sebagai perwujudan dari sifat rahman dan rahim Allah Swt.

Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw merupakan agama yang telah sempurna dan telah menyempurkanan syariat-syariat sebelumnya. Sebelum masa risalah nabi Muhammad Saw., wahyu Allah Swt yang diturunkan kepada para nabiNya masih bersifat lokal. Ia hanya ditujukan untuk kepentingan bangsa dan daerah tertentu, dan terbatas pada periodenya. Selanjutnya Islam yang datang dengan risalah yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw. berlaku untuk seluruh bangsa dan seluruh umat manusia di dunia.

Siapa saja yang menyerahkan diri sepenuhnya hanya kepada Allah Swt, maka ia seorang muslim yang digambarkan oleh Allah Swt dalam firmanNya: “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah maka sungguh Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” [Ali ‘Imran: 19].

Islam sebagai agama tidak dapat terlepas dari adanya unsur-unsur pembentuknya berupa rukun Islam, yaitu:

1) Membaca dua kalimat syahadat

2) Mendirikan salat lima waktu

3) Menunaikan zakat

4) Puasa ramadhan

5) Haji ke Baitullah jika mampu.

Lalu apa indikator seseorang disebut muslim? Tentu indikatornya dapat dilihat dari bagaimana dia melaksanakan lima perkara yang terangkum dalam rukum Islam. Jika ia mengabaikan lima perkara yang terdapat dalam rukun Islam tersebut, tentu keislamannya kurang sempurna walaupun ia menjalankan salah satunya dengan sempurna.

a. Rukun Islam yang pertama: Mengucapkan dua kalimat syahadat Dua kalimat ini merupakan sahnya seseorang sebagai seorang muslim yang harus dibuktikan dengan keyakinan dalam hati sebagi perwujudan dari ucapan kalimat yang telah diucapkannya. Adapun dua kalimat yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw sebagai cermin keimanan seseorang adalah sebagai berikut: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah”.

Kedua kalimat ini merupakan pernyataan dan persaksian seorang hamba terhadap Tuhan-Nya, yaitu Allah Swt, serta mengakui bahwa nabi Muhammad Saw. merupakan seseorang yang diutus Allah Swt untuk mengajarkan Islam. Kedua kalimat syahadat tersebut juga menjadi pernyataan bahwa seseorang akan berusaha sebaik mungkin untuk menjalankan semua perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.

b. Rukun Islam yang kedua: Mendirikan salat

c. Rukun Islam yang ke tiga: Menunaikan zakat


Menunaikan zakat berarti mengeluarkan sebagian harta yang dititipkan Allah kepada kita. Ibadah ini wajib dilaksanakan seorang muslim, karena di dalam harta yang kita miliki ada hak orang lain. Agar harta kita bersih dan berkah, maka zakat harus dikeluarkan. Ibadah zakat yang wajib dilaksanakan adalah zakat fitrah yang dilaksanakan di bulan Ramadhan. Zakat fitrah dikerjakan dengan memberikan makanan pokok setara dengan 2,7 kg beras kepada golongan yang berhak menerima zakat. Selain zakat fitrah yang berfungsi mensucikan jiwa, ada juga zakat maal yang berguna untuk membersihkan harta. Zakat maal atau zakat harta dikeluarkan setelah harta mencapai batas tertentu.

d. Rukun Islam yang ke empat: Melaksanakan ibadah puasa

Berpuasa berarti menahan nafsu dari makan dan minum, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Ibadah ini dilakukan seorang muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah, agar menjadi hamba yang bertaqwa. Ada puasa yang wajib dikerjakan oleh seorang muslim, yaitu ibadah puasa Ramadhan. Ibadah puasa tersebut dilaksanakan selama satu bulan penuh, di bulan Ramadhan. Tidak boleh seorang muslim meninggalkan ibadah puasa ini tanpa alasan yang diperbolehkan, misalnya sakit atau dalam perjalanan yang berat.

e. Rukun Islam yang ke lima: Mengerjakan ibadah haji

Hakikat Ihsan

Ihsan adalah isim masdar dari asal kata ahsan-yuhsin-ihsan yang mempunyai arti menjadikan sesuatu lebih baik/berbuat kebaikan. Secara terminologi ihsan berarti kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah Swt. senantiasa hadir atau bersama manusia dimanapun berada. Bertalian dengan ini manusia menginsafi bahwa Allah Swt. selalu mengawasinya, oleh karena itu manusia harus berbuat, berlaku, bertindak menjalankan sesuatu dengan sebaik mungkin dan penuh rasa tanggung jawab, tidak setengahsetengah dan tidak dengan sikap sekadarnya saja. Orang yang berbuat ihsan disebut muhsin, ini mengandung arti bahwa orang yang berbuat baik. setiap perbuatannya yang nampak merupakan sikap jiwa dan perilaku sesuai atau dilandaskan pada aqidah dan syariat Islam.

Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem yang lebih besar yang disebut akhlaqul karimah. Adapun dalil mengenai Ihsan dari hadits adalah potongan hadits Jibril yang sangat terkenal (dan panjang), seperti yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, ketika nabi ditanya mengenai Ihsan oleh malaikat Jibril dan nabi menjawab: “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya. Tapi jika engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Allah melihatmu”. Ihsan terbagi menjadi dua macam:

a. Ihsan dalam beribadah kepada Allah Swt.

b. Ihsan kepada semua pemberian Allah Swt. Berbuat ihsan kepada semua pemberian Allah Swt minimal ada empat hal, yaitu:

1) Harta

Dengan cara berinfak, bersedekah dan mengeluarkan zakat. Jenis perbuatan ihsan dengan harta yang paling mulia adalah mengeluarkan zakat yang merupakan rukun Islam. Nafkah yang wajib diberikan kepada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya seperti orang tua, istri, anak dan orangorang yang menjadi tanggungannya, sedekah kepada orang miskin dan orang yang membutuhkan lainnya.

2) Kedudukan

Hubungan Iman, Islam dan Ihsan

Iman merupakan pondasi awal, bila iman diumpamakan sebagai pondasi rumah, sedangkan islam merupakan bangunan yang berdiri diatasnya. Maka apabila iman seseorang melemah Islamnya pun akan condong dan cenderung melemah. Contoh dalam realitas kehidupan kita semisal pelaksanaan salat yang tertunda karena urusan dunia sehingga tidak dilakukan pada waktunya atau malah mungkin tidak dikerjakan. Zakat yang seharusnya dikeluarkan tidak tersalurkan, puasa yang tak terlaksana karena alasan lapar, dan lain sebagainya. Perhatikan Surah Fatir ayat 32: ”Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”. (Q.S. Fatir: 32).

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa terdapat tiga macam orang mengamalkan ajaran Islam yaitu:

Pertama, orang yang zalim kepada dirinya sendiri yaitu orang yang berlebihan dalam mengamalkan sebagian kewajiban, serta seringkali melakukan sesuatu hal yang terlarang. Kedua, orang yang tak berlebihan yaitu orang yang melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan tetapi seringkali meninggalkan ibadah sunnah dan melakukan hal-hal yang dimakruhkan. Mereka akan masuk surga atas anugerah yang telah diberikan Allah.

Ketiga, orang yang selalu berlomba-lomba dalam kebaikan yaitu orang yang menjalankan kewajiban juga hal yang disunnahkan serta menjauhi hal yang haram dan yang dimakruhkan serta meninggalkan sesuatu yang dihukumi mubah. Golongan ini akan diberikan keistimewaan oleh Allah yaitu masuk surga tanpa adanya perhitungan amal (hisab). Golongan inilah yang merupakan ciri manusia sempurna (insan kamil).

Iman seseorang akan kokoh bila ajaran Islam ditegakkan. Iman terkadang bisa menjadi kuat, kadang pula menjadi lemah, karena amal perbuatan yang akan mempengaruhi hati. Sedang hati sendiri merupakan wadah bagi iman itu. Jadi bila seseorang tekun beribadah, rajin ber-taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah Swt, maka akan semakin tebal imannya. Sebaliknya bila seseorang berlarut-larut dalam kemaksiatan, kebal akan dosa, maka akan berdampak juga pada tipisnya iman. Dalam hal ini, Ali b. Abi Thalib pernah berkata: “Sahabat Ali karomallahu wajhah berkata, “Sesungguhnya iman itu terlihat seperti sinar yang putih, apabila seorang hamba melakukan kebaikan, maka sinar tersebut akan tumbuh dan bertambah sehingga hati (berwarna) putih. Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik hitam, maka bila seorang melakukan perkara yang diharamkan, maka titik hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati”.

Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi larangannya saja, melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai plus dihadapan-Nya. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas kedudukan kita hanyalah sebagai hamba, sekuat tenaga kita bekerja, beribadah menjalankan perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan ridaNya. Di sinilah hakikat dari ihsan.

Urgensi Iman, Islam dan Ihsan dalam Membentuk Karakter Manusia

Untuk menapaki jalan insan kamil, terlebih dahulu kita perlu mengingat kembali tentang 4 unsur manusia yaitu jasad/raga, hati, roh dan rasa. Keempat unsur manusia ini harus difungsikan untuk menjalankan kehendak Allah Swt. Hati nurani harus dijadikan rajanya dengan cara selalu mengingat sang Pencipta alam semesta.

Maqam-maqam yang dimaksud merupakan karakter-karakter inti yang memiliki 6 unsur:

a. Taubat (berjanji tidak mengulangi kesalahan dan maksiat);

b. Wara’(menjauhkan diri dari dosa, maksiat, dan perkara syubhat atau yang remang-remang hukumnya);

c. Zuhud (mengalihkan kesenangan duniawi

d. Kanaah (rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang telah didapat dan tidak rakus)

e. Sabar (menahan diri atau membatasi emosi serta mampu bertahan dalam situasi sulit tanpa mengeluh)

f. Tawakal (berserah diri kepada Allah Swt)

Jika sudah secara benar menjalankan unsur-unsur tersebut, lalu mengkokohkan keimanan, meningkatkan peribadatan, dan membaguskan perbuatan, sekaligus menghilangkan karakter-karakter yang buruk yang ada pada diri kita, maka manusia akan dapat menggapai insan kamil atau manusia sempurna. Ini sangat dibutuhkan dalam tatanan dunia modern seperti sekarang ini. kepada sesuatu yang lebih bermakna)

Related posts