Wislahcom | Referensi | : Perkembangan ajaran-ajaran tasawuf di Indonesia tidak lepas dari jasa para sufi yang telah menyebarkannya. Berbagai tantangan yang mereka hadapi, mulai dari tantangan sosial yang tak jarang dikucilkan dari masyarakat, tantangan ekonomi, hingga tantangan keselamatan diri. Tak jarang kita dapati informasi sejarah para sufi yang dibunuh karena perbedaan pandangan dan kepentingan kekuasaan. Namun, itu semua tidak menghalangi mereka untuk terus menebarkan ajaran-ajaran yang pada umumnya bertujuan membersihkan hati dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di antara para sufi tersebut adalah Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, Abdul Somad al-Falimbani, Abdul Rauf as-Sinkili, Abdul Muhyi Pamijahan, Syaikh Yusuf al-Makasari, Syaikh Muhammad Nafis al-Banjari.
Perjalanan kehidupan dan ilmu para sufi perlu dipelajari sebagai referensi dan hikmah teladan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan yang seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat.
Pada kesempatan kali ini akan membahas tentang Hamzah Fansuri.
Simak penjelasan singkat tentang : Sosok Hamzah Fansuri dan Keteladanan Hamzah Fansuri.
Sosok Hamzah Fansuri
Syaikh Hamzah Fansuri adalah seorang cendekiawan, ulama tasawuf, sastrawan, dan budawan terkemuk di Aceh. Beliau diperkirakan hidup antara awal 16 sampai abad ke-17. Menurut Abdul Hadi, tidak ada keterangan yang pasti. Syaikh Naquib memperkirakan tokoh sufi ini hidup sebelum masa pemerintahan Sultan Alauddin Ri’ayat Syah (1588-1604) dan wafat sebelum 1607, awal kekuasaan Sultan Iskandar Muda. Argumennya didasarkan pada salah satu sajak karangan hamzah Fansuri yang berjudul ‘Ikatan-ikatan ‘Ilmu an-Nisa”. Di dalam karya ini dikatakan, bahwa sang penyair diperintahkan oleh Sultan Alauddin untuk mengarang sebuah sajak atau setidak-tidaknya mendedikasikan karya untuk penguasa tersebut.
Meskipun biografi beliau tidak ditemukan, namun tidak menghalangi sejarawan membahas sosok dan karya-karya beliau baik tentang syair maupun tasawuf. Pengalaman kesufian yang diperoleh dari pengembaraan ke berbagai negeri dan daerah di Nusantara, memungkinkan Hamzah Fansuri menungankan pengetahuan dan pengalamannya dalam banyak karangan., baik dalam bentuk prosa maupun syair.
Hamzah Fansuri merupakan tokoh sufi yang pertama kali mengenalkan Islam di Aceh. Ajarannya disambut baik oleh masyarakat karena ia mampu melogikakan ajarannya secara baik dengan sentuhan syariat Islam yang tepat. Kehadiran Hamzah Fansuri dengan ajarannya yang mendialogkan antara tasawuf falsafi dengan budaya setempat telah mampu mencuri perhatian masyarakat.
Tasawuf Fansuri adalah ajaran wujudiyah (waḥdatul wujud) yang meyakini adanya kebersatuan wujud Tuhan dengan alam, termasuk manusia. Karena sebenarnya alam tidak wujud, hanya Tuhanlag yang berwujud hakiki. Pandangan wujudiyah Fansuri akhirnya menimbulkan kontroversi. Banyak masyarakat yang berfikir kritis terhadap ajaran agamanya. Maka kemudian banyak orang yang meninggalkan ajaran Fansuri. Sementara para penguasa justru mengalihkan perhatiannya pada urusan duniawi. Sejak itu Fansuri mengasingkan diri dari publik. Karena itu penganut dan ajarannya tidak berkembang luas, hanya pemikirannya yang berkembang. Kondisi ini dimanfaatkan oleh ar-Raniri yang saat itu diangkat oleh Sultan Iskandari Tsani (II) sebagai mufti kerajaan. Menurut ar-Raniri, Hamzah Fansuri membawa ajaran sesat karena menganggap manusia, alam dan Tuhan itu sama saja. Karena itu seluruh ajarannya harus dihapus, serta seluruh pengikutnya harus bertaubat.
Keteladanan Hamzah Fansuri
Hamzah Fansuri adalah penulis produktif tentang ilmu keagamaan dan juga karya prosa yang sarat dengan gagasan mistis. Beliau merupakan salah satu mata rantai dari jaringan ulama Nusantara yang ketokohannya diakui oleh para ilmuwan. Popularitas Hamzah disebabkan kealiman dan ketinggian ilmunya dalam bidang tasawuf. Berkat usaha Hamzah, tasawuf menjadi terkenal di Nusantara, bahkan bahasa Melayu yang digunakan dalam mengarang puisi dan syairnya menjadi bahasa perdagangan, pemerintahan dan bahasa ilmu pengetahuan hingga saat ini. Demikian juga halnya dengan puisi-puisi spiritual modern yang lahir di dunia Melayu dan Nusantara banyak terilhami oleh karya-karya Hamzah Fansuri.
Selain itu, Hamzah Fansuri adalah seorang sufi yang berani menyampaikan pikiran-pikirannya secara terus terang terutama melalui tulisan-tulisannya. Hamzah Fansuri banyak meninggalkan karya baik yang berbentuk prosa maupun berbentuk syair-syair sufi. Oleh karena itu tidak berlebihan jika orang menilainya sebagai tokoh yang mempunyai kelebihan dalam berbagai bidang. Dia berperan sebagai ulama, sufi sastrawan, dan budayawan. Dia adalah peletak dasar kesusasteraan Melayu klasik tertulis sehingga melalui karyanya Bahasa Melayu dijadikan bahasa pengantar dalam perdagangan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Bahkan berkat usahanya di bidang sastra bahasa Melayu menjadi bahasa nomor empat di dunia Islam pada zamannya setelah bahasa Arab, Turki dan Persia.