Cerita-Cerita Setan dari Betawi

Cerita-Cerita Setan dari Betawi

Wislahcom | Referensi | : Zaman saya kecil, tahun 80-an, kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, masih banyak pohonan. Mulai dari pohon nangka, pohon jamblang, pohon jambu air, jambu biji, pohon kelapa, pohon ceremai, sampai pohon asem. Selain pohon juga ada empang dan kebon. Semuanya adalah tempat bermain yang menyenangkan.

Diantara pohon yang terbilang angker, adalah pohon asem dan pohon nangka. Di depan rumah saya, ada empang dan pohon asem. Setiap orang lewat, selalu membunyikan klakson, karena ada kepercayaan bahwa pohon asem itu ada penghuninya. Orang-orang menyebutnya “tanjakan asem”. Pernah saya menyaksikan sendiri, tukang becak yang tiba2 belok masuk ke empang. Pernah juga ada anak muda yang kecelakaan dan kemudian meninggal, setelah motornya menabrak tiang listrik. Singkatnya depan rumah saya agak seram. Banyak orang melihat sesuatu yang menyeramkan di pinggir jalan.

Adapun pohon nangka yang dulu di samping rumah (sekarang sudah ditebang), terkadang memperdengarkan suara perempuan tertawa. Kata orang-orang, itu suara kuntilanak. Entah dari mana kuntilanak itu datang. Setelah pohon itu ditebang, suara itu berpindah ke pohon lain.



Ada juga cerita mengenai kawan saya yang dikhabarkan hilang tidak ketemu hingga menjelang magrib. Dan akhirnya, kawan tersebut ditemukan di belakang rumahnya sendiri. Konon, ia disembunyikan genderuwo.

Dengan kuburan, anak-anak juga cukup akrab. Kuburan didatangi ketika ada orang-orang tua atau remaja yang sedang ngaji kubur. Maklum, biasanya di sana ada makanan, entah itu sekedar kacang rebus atau pisang-ubi goreng. Terkadang ada juga anak-anak yang main sembarangan, kemudian pulang mengalami keanehan atau ketidaksadaran. Orang betawi menyebutnya “keblisan”. Penyembuhannya sederhana, dibacakan ayat-ayat al Qur’an sambil disembur air putih yang telah dido’akan.

Cerita-cerita setan ini hadir ditahun 1980-an dan ketika memasuki tahun 1990-an kemudian berkembang hingga sekarang, praktis cerita itu mulai menghilang. Empang depan rumah sudah berubah menjadi bengkel. Pepohonan juga banyak yang berubah menjadi kontrakan. Satu-satunya yang masih bertahan adalah menjilat jemari sesudah menunjuk kuburan.

Pertanyaannya kemudian adalah kemanakah setan-setan yang diceritakan pernah ada itu kini berada? Entah.

Saya kangen main di empang dan menghabiskan sore di depan tabunan.

Related posts