Biografi Singkat Kiai Husain Muhammad | Profil Kiai Husain Muhammad | Pendidikan | Karya | Pemikiran |
Biografi Singkat Kiai Husain Muhammad: Profil, Pendidikan, Karya dan Pemikiran
Kiai Husain Muhammad lahir di Cirebon pada tanggal 9 Mei 1953. Ia lahir dari rahim ibu Ummu Salma Syathori dan ayahnya bernama Muhammad Asyofuddin. Tumbuh dan besarnya kiai Husain di lingkungan pesantren Dar At-tauhid Arjawinangun kabupaten Cirebon, ibu kia Husain Muhammad yaitu Ummu Salamah merupakan putri dari kiai Syathori yang merupakan pendiri pondok Dar At-Tauhid, sedangkan ayah kiai Husain Muhammad meskipun terlahir dari keluarga biasa tetapi berpendidikan pesantren sehingga tidak heran jika lingkungan kiai Husain Muhammad dari sejak kecil sangat kental dalam balutan budaya pesantren.
Kiai gender dari Cirebon ini, sekarang telah dikaruniai lima orang putra-putri bernama Hilya Auliya, Layali Hilwa, Muhammad Fayyaz Mumtaz, Najla Avav Hammada, Fazla Muhammad, hasil dari pernikahannya dengan Lilik Nihayah Fuadi.
Pendidikan kiai Husain Muhammad
Sejak kecil kiai Husain Muhammad belajar agama di pesantren bersama kakeknya sendiri yaitu kiai Syathori, disamping itu disaat kebanyakan anak kiai pada masanya dilarang menempuh pendidikan formal tetapi orang tua kiai Husain tetap memberikannya kesempatan belajar formal di SD dan kemudian melanjutkan SMPN 1 Arjawinangun.
Kiai Husain Muhammad mendalami ilmu-ilmu agama dan kitab kuning saat di pesantren Lirboyo, Tahun 1969 sampai 1973. Meskipun pesantren Lirboyo merupakan pesantren salaf tetapi sesekali kiai Husain mencoba keluar dari tradisi salaf yang ada dipesantren, saat kebanyakan santri berkutat dengan kitab-kitab kuning, sesekali ia justru keluar ke kota dan mencari koran lokal untuk dibaca (Nuruzzaman, 2007: 112).
Setelah tiga tahun belajar di pesantren Lirboyo ia melanjutkan studinya di Perguruan Tinggi Ilmu Al-qur’an (PTIQ) Jakarta. Di sini, ia mendapatkan ilmu-ilmu baru, tentang organisasi, menulis karya ilmiyah, hingga demonstrasi. Pada 1976, ia tercatat sebagai pendiri dan pemimpin redaksi buletin PTIQ, Fajrul Islam. Meskipun buletin itu masih menggunakan mesin ketik dan tulisan tangan, namun tidak mengurangi semangatnya berkarya. Selain aktif di jurnalistik ia juga aktif diorganisasi PMII rayon Kebayoran Lama. Selama lima tahun kiai Husain belajar di PTIQ dan lulus pada tahun 1980 dengan predikat sarjana sekaligus penghafal Al qur’an (Nuruzzaman, 2007: 112).
Setelah lulus PTIQ ayah dari lima anak ini belum merasa puas. Karena tidak mau setengah-setengah dalam belajar, ia lalu pergi ke Mesir untuk memenuhi hasrat menuntut ilmunya dalam telaah tafsir ilmu Al qur’an. Namun, setelah sampai di Universitas Al-Azhar Mesir, kiai Husain dikecewakan dengan kurikulum yang banyak pengulangan dan menggunakan sistem hafalan. Ia merasa apa yang diajarkan di sana kurang menantang dan semua sudah dipelajarinya sewaktu di pesantren. Akhirnya ia mengurungkan niat untuk melanjutkan studinya. Selama tiga tahun di Mesir, ia habiskan waktunya di perpustakaan dan mengisi diskusi kaum muda Nahdlatul Ulama (KMNU) cabang Mesir. Akhirnya pada tahun 1983, Ia pulang ke Indonesia tanpa gelar dari Universitas al-Azhar. Namun membawa segudang ilmu yang akan digunakan berjuang membela kaum yang terdiskriminasikan.
Karya dan Aktifitas Kiai Husain Muhammad
Pendiri Fahmina Institut ini tercacat sebagai penulis aktif yang karya ilmiahnya berhasil diterbitkan diantaranya:
- Kasyifah as-Saja (Bandung: tnp, 1992).
- Fiqh Perempuan, Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender (Yogyakarta: LKiS, 2001).
- Thabaqot al-Ushuliyyin (Pakar-pakar Fiqih Sepanjang Sejarah) karangan syaikh Musthofa al-Maraghi (Yogyakarta : LKPSM, 2001).
- Taqwa wa Takrih Syarah Uqud al-Lujjayn bersama Forum Kajian Kitab Kuning (Yogyakarta:LKiS, 2001).
- Islam Agama Ramah Perempuan, Pembelaan Kiyai Pesantren (Yogyakarta : LKiS, 2005)
- Spiritualitas Kemanusiaan, Perspektif Islam Pesantren (Yogyakarta: LKiS, 2005).
- Dawrah Fiqh Perempuan, Modul Kursus Islam dan Gender (Cirebon: Fahmina Institute, 2006).
- Fiqh Anti Trafiking, Jawaban atas Berbagai Kasus Kejahatan Perdagangan Manusia dalam Perspektif Hukum Islam (Cirebon: Fahmina Institute, 2006)
- Fiqh HIV dan AIDS, Pedulikah Kita (PKBI-Jakarta, 2010).
- Kembang Setaman Perkawinan (Jakarta: Kompas, 2010).
- Menyusuri Jalan Cahaya: Cinta, Keindahan, pencerahan (Yogyakarta: Bunyan, 2013).
Selain buku di atas, artikel dan tulisan kiai Husain Muhammad juga sering dimuat disejumlah majalah lokal maupun nasional seperti majalah An Noor dan Swara Rahima, tidak jarang juga ia sering diminta memberi komentar dan pengantar berbagai buku (Ediningtyas Eridani dan Kusumaningtyas, 2008: 377).
Diberbagai kesempatan ia juga sering diminta menjadi pembicara pada acara seminar maupun workshop di dalam maupun luar negeri. Banyak dari tema seminar tersebut membahas tentang keadilan dan ketimpangan sosial. Misalnya, sebagai pembicara dalam konferensi internasional bertema Trends in Family Law Reforms in Muslim Countries di Kuala Lumpur Malaysia. Sebelumnya, dia diundang ke Dhaka, Bhanglades, dalam konferensi internasional pula. Sehingga tidak heran jika ia seringkali dijuluki sebagai kiai feminis, kiai gender bahkan kiai gaul karena kedekatannya dengan kaum muda dan penggiat keadilan social.
Sebagai kiai aktifis, ia dikenal aktif menyuarakan kepentingan masyarakat tertindas oleh suatu sistem yang tidak adil. Berbekalkan pendidikan pesantren dan pengetahuan intelektual semasa di pesantren Lirboyo, PTIQ Jakarta dan saat di Mesir itulah ia membela kaum tertindas. Ia meyakini betul bahwa sebenarnya agama bertujuan untuk memberi rahmat bagi seluruh alam tanpa ada unsur mendiskriminasikan salah satu kaum.
Kiai Husain Muhammad aktif mengkaji ilmu sosial yang berindikasi bias gender. Ia merefleksikan pemikiran keagamaan klasik, serta memberikan tafsir baru terhadap wacana keagamaan dan gender, hal itu merupakan tindakan yang jarang dilakukan oleh kelompok elit agama, khususnya yang kental menjaga ortodoks, dan bukan melakukan rekontruksi dan dekontruksi wacana agama. Dari sekian banyak kiai dan ulama’, ia merupakan sebagian kecil yang memiliki sensitifitas serta respon mendalam terhadap keadilan gender (Komnas Perempuan, 2010 : 149).
Menurut Nuruzzaman (2005: 153) dalam bukunya yang berjudul Kiai Husain Membela Perempuan, yang menarik dari pemikiran kiai Husain adalah kepekaannya terhadap isu-isu HAM dan demokrasi yang selalu ia sandarkan dengan ajaran agama Islam, terutama tradisi keilmuan klasik. Hal ini dibuktikan dengan ungkapannya tentang masih banyaknya masyarakat yang tidak mau menggali secara dalam khasanah keilmuan Islam. Padahal dalam kitabkitab klasik banyak sekali argumentasi, misalnya tentang penghargaan terhadap sesama manusia, penghargaan terhadap perbedaan dan menjunjung tinggi hak-hak orang lain. Ketertarikan kiai Husain Muhammad tentang prinsip Islam yakni Rahmatan lil Alamin yang mendorongkannya terus menelaah dan menggali hasanah Islam serta tafsir agama dan kitab-kitab klasik.
Masih seputar pendapat Nuruzzaman mengenai pemikiran kiai Husain Muhammad, menurutnya kiai Cirebon ini mengunakan tiga strategi besar untuk membaca teks-teks agama yang bias gender; pertama, merujuk kembali pada ayat-ayat yang berkembang diantara kaum muslim. Kedua, dengan merujuk ayat-ayat yang secara eksplisit menekankan kesetaraan antara kaum laki-laki dan perempuan, dan digunakan untuk menekankan berbagai interprestasi yang sebaliknya. Ketiga, mendekontruksi atau membaca ulang ayat-ayat yang selama ini kerap dikutip sebagai sumber justifikasi ketidakadilan gender. Sehingga isu-isu apapun yang dibahas oleh kiai Husain Muhammad menjadi menarik untuk disimak dan diulas (Nuruzzaman, 2005: 153).
Meskipun banyak kecaman, hujatan dan stigmatisasi ditujukan kepadanya. Seperti Murtad, antek Yahudi, serta tidak sedikit yang mengkafirkannya. Bahkan lembaga yang ia dirikan, yakni Fahmina Institut, pernah hendak disegel oleh salah satu organisasi kemasyarakatan. Stigmatisasi dan ancaman tersebut muncul sebagai reaksi terhadap pembelaannya kepada perempuan yang dianggap kebablasan. Namun ia tidak pernah gentar, ia merupakan segelintir dari kiai feminis Indonesia yang tak pernah merasa lelah membela perempuan. Ia berjuang mendongkrak kemapanan pemahaman relasi gender yang telah mapan dan menjadikan pemahaman yang yang lebih arif dan adil gender.
Selain pemikirannya yang kritis, karya-karyanya yang tajam. Terdapat pula segudang aktivitas organisasi kiai Husain Muhammad diantaranya:
- Pengasuh Fahmina Institut.
- Pengasuh Pondok Pesantren Dar At-Tauhid Cirebon.
- Katua Dewan Tahfidz PKB kabupaten Cirebon, 2002.
- Wakil Rais Syuriyah NU cabang Kabupaten Cirebon, 2001. Wakil Ketua Pengurus yayasan Puan Amal Hayati, Jakarta, 2003.
- Direktur Pengembangan Wacana LSM RAHIMA, Jakarta, 2002.
- Ketua Departemen Kajian Filsafat dan Pemikiran ICMI Orsat Kabupaten Cirebon, 2002.
- Dewan Penasehat dan Pendiri KPPI (Koalisi perempuan Partai Politik Indonesia) Kabupaten Cirebon, 2004 (Nuruzzaman, 2007: 113)
Atas aktifitas dan dedikasi kiai Husain ia pernah menerima penghargaan dari pemerintah AS untuk Heroes To End Modern-day Slavery. Namanya juga tercatat dalam The Most Influential Muslim yang diterbitkan oleh The Royal Islamic Strategic Studies Center, pada 2010-2012.