Biografi Singkat KH. Hasyim Asy’ari : Profil, Pendidikan, Karya dan Pemikiran

Biografi Singkat KH. Hasyim Asy’ari : Profil, Pendidikan, Karya dan Pemikiran

Biografi Singkat KH. Hasyim Asy’ari | Profil KH. Hasyim Asy’ari | Profil KH. Hasyim Asy’ari | Karya KH. Hasyim Asy’ari | Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari |

Profil KH. Hasyim Asy’ari

KH. Hasyim Asy’ari lahir di desa Gedang 2 kilometer sebelah utara kota Jombang, Jawa Timur pada hari selasa tanggal 24 Dzulhijjah 1289 (14 Februari 1871). Ia wafat di Tebuireng, Jombang tanggal 7 Ramadhan 1366 (25 Juli 1947), pada usia 76 tahun. Ayahnya bernama KH. Asy’ari dari Demak, keturunan Raja Majapahit (Brawijaya VI) dari garis keturunan Jaka Tingkir. Ibunya bernama Nyai Halimah atau Winih, putri Kiai Utsman dari Pesantren Gedang, Jombang.

KH. Hasyim Asyari juga dikenal sebagai pendiri Pesantren Tebuireng, Jombang, dan juga pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia yang didirikan pada 31 Januari 1926, bersama tokoh-tokoh kiai pesantren, seperti KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syamsuri, KH. Ma’shum Lasem, dan KH. A. Halim Leuwimunding Cirebon. Hasyim juga mengeluarkan fatwa untuk melawan penjajah Belanda. Fatwa yang dikeluarkan olehnya sebagai rais akbar NU dan dikenal dengan Resolusi Jihad. Fatwa itu disampaikan pada 22 Oktober 1945 dan membangkitkan perlawanan senjata bangsa Indonesia, khususnya di Surabaya yang terkenal dengan peristiwa 10 November 1945. Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan.


Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari

Kyai Hasyim dikenal sebagai tokoh yang haus akan ilmu agama (Islam). Untuk mengobati kehausannya itu, Kyai Hasyim berkelana ke berbagai pesantren terkenal di Jawa saat itu. Tidak hanya itu, Kyai Hasyim juga menghabiskan waktu cukup lama untuk mendalami Islam di tanah suci (Makkah dan Madinah). Dapat dikatakan, Kyai Hasyim termasuk dari sekian santri yang benar-benar secara serius menerapkan falsafah Jawa, “luru ilmu kanti lelaku” (mencari ilmu adalah dengan berkelana) atau santri kelana. Karena berlatar belakang keluarga pesantren, pertama kali beliau secara serius dididik dan dibimbing mendalami pengetahuan Islam oleh ayahnya sendiri. Bahkan, Kyai Hasyim mendapat bimbingan dari ayahnya dalam jangka waktu yang cukup lama mulai masa kanak-kanak hingga berumurr lima belas tahun.

Melalui ayahnya, Kyai Hasyim mulai mengenal dan mendalami Tawhid, Tafsir, Hadits, Bahasa arab dan kajian ke-Islaman lainnya. Dalam bimbingan ayahnya tersebut, kecerdasan Kyai Hasyim cukup menonjol. Belum genap berumur 13 tahun, Kyai Hasyim telah mampu menguasai berbagai bidang kajian Islam dan dipercaya untuk mengajar para santri di pesantren yang dimiliki ayahnya.

Sejak usia 15 tahun, Hasyim sudah berpisah dengan keluarganya untuk menuntut ilmu. Pendidikannya antara lain di Pesantren Wonoboyo, Probolinggo; Pesantren Langitan, Babad, Lamongan; Pesantren Bangkalan, Madura; dan Pesantren Siwalan, Panji, Sidoarjo. Guru yang berpengaruh dalam wacana pemikiran Hasyim adalah Sayyid Alawi bin Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Hussain Al-Habsyi, dan Syaikh Mahfudz At-Tirmasi. Hasyim juga mendapatkan ijazah untuk mengajarkan kitab Shahih Al-Bukhari dari Syaikh Mahfudz At Tirmasi dan di bawah bimbingannya Hasyim mempelajari tarekat Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah yang diperolehnya dari Syaikh Nawawi Al-Bantani dari Syaikh Ahmad Khatib Sambas.

Hasyim mempelajari fiqh madzhab Syafi’i di bawah bimbingan Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang juga ahli dalam ilmu falak, ilmu hisab, dan aljabar. Ahmad Khatib adalah ulama moderat yang memperkenalkan Hasyim untuk mempelajari Tafsir Al-Manar. Hasyim sangat menguasai ilmu hadis. Ia juga terkenal sebagai seorang sufi sekalipun tidak memimpin tarekat. Di samping itu, Hasyim juga dikenal sebagai ulama penulis.

Karya KH. Hasyim Asy’ari

Keluasan ilmu beliau dan kelembutan pemahaman beliau terhadpa suatu permasalahan, tampak tercermin dalam berbagai karya beliau. Berdasarkan pengantar di Kitab Adab al-Alim wa Al Mutaalim, berikut ini adalah sejumal karya KH Hasyim Asyari :

  • Adab al Alim wa al Mutaalim

Kitab ini menjelaskan tentang berbagai hal berkaitan dengan etika orang yang menuntut ilmu dan seorang guru.

  • Ziyadat Ta’liqat

Sebuah tanggapan atas pendapat Syekh Abdulllah bin Yasin Pasuruan yang berbeda pendapat dengan NU.

  • At Tanbihat al Wajibat Liman Yasna’u al Maulid bi al Munkarat

Kitab ini menjelaskan tentang orang-orang yang mengadakan perayaan maulid Nabi dengan kemungkaran.

  • Ar Risalah al Jami’ah

Kitab ini menjelaskan tentang keadaan orang-orang yang meninggal dunia, tanda-tanda kiamat, serta ulasan tentang sunnah dan bidah.

  • Annur al Mubin fi Mahabatti Sayyid al Mursalih

Kitab ini menjelaskan tentang cinta kepada Rasul dan hal-hal yang berhubungan dengan nya, menjadi pengikutny dan menghidupkan tradisinya.

  • Hasyiyat ‘ala fathi ar Rahman bi Syarhi risalat al Wali Risalani li Syaikhi al Islam Zakariya al Anshari
  • Ad Durar al Muntasirah fi al masail at Tis’a Asyarata

Kitab ini menjelaskan tentang persoalan tarekat, wali, dan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan keduanya atau pengikut tarikat.

  • At Tibyan fi Nahyi an Muqotha at al Arham wa al Aqrab wa al Akhwan

Kitab ini menjelaskan tentang pentingnya memperkuat ikatan silaturahim dan bahaya memutuskan ikatan tersebut.

  • Ar Risalah at Tauhid
  • Al Qawaid fi Bayani Yasibu min al ‘Aqaid

Selain itu, masih banyak lagi karya-karya beliau yang mempunyai nilai kualitas yang tinggi dan baik. Selain itu, bagi yang mengkajinya akan mendapatkan banyak faidah.


Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari

Karya K.H. Hasyim Asy’ari yang bericara tentang pendidikan adalah kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim fima Yahtaj Ila al-Muta’alim, yang dicetak pertama kali pada 1415 H. Sebagaimana kitab kuning, pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih ditekankan pada masalah pendidikan etika.

Keahliannya dalam bidang hadis ikut mewarnai isi kitab tersebut. Sebagai bukti adalah dikemukakannya beberapa hadis sebagai dasar dari penjelasannya, di samping beberapa ayat Al-Quran dan pendapat para ulama.

Untuk memahami pokok pikiran dalam kitab tersebut, perlu diperhatikan latar belakang ditulisannya kitab itu. Penyusunan karya ini didorong oleh situasi pendidikan yang pada saat itu mengalami perubahan dan perkembangan yang pesat, dari kebiasaan lama (tradisional) yang sudah mapan ke dalam bentuk baru (modern) akibat dari pengaruh sistem pendidikan Barat (imperialis Belanda) diterapkan di Indonesia. Karyanya ini merujuk pada kitab-kitab yang ditelaahnya dari berbagai pengalaman yang pernah dijalaninya. Ia memulai tulisannya dengan sebuah pendahuluan yang menjadi pengantar bagi pembahasan selanjutnya. Kitab tersebut terdiri dari delapan bab, yaitu :

  • Keutamaan ilmu dan ilmuwan serta keutamaan belajar mengajar.
  • Etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar.
  • Etika murid terhadap guru.
  • Etika murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani bersama guru.
  • Etika yang harus dipedomani seorang guru.
  • Etika guru ketika dan akan mengajar.
  • Etika guru terhadap murid-muridnya.
  • Etika terhadap buku, alat untuk memperoleh pelajaran dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

Dari delapan bab tersebut dapat dikelompokkan dalam empat kelompok, yaitu :

  • Signifikan pendidikan

Beliau menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahan adalah mengamalkan. Hal itu dimaksudkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan akhirat kelak. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu : pertama, bagi murid hendaknya berniat suci dalam menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkannya atau menyepelikannya. Kedua, bagi guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata. Agaknya pemikiran beliau tentang hal tersebut di atas, dipengaruhi oleh pandangannya akan masalah sufisme (tasawuf), yaitu salah satu persyaratan bagi siapa saja yang mengikuti jalan sufi menurut beliau adalah “niat yang baik dan lurus”.

Belajar menurut Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan

Pendidikan hendaknya mampu menghantarkan umat manusia menuju kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai kebajikan dan norma-norma Islam kepada generasi penerus umat, dan penerus bangsa. Umat Islam harus maju dan jangan mau dibodohi oleh orang lain, umat Islam harus berjalan sesuai dengan nilai dan norma-norma Islam.

  • Tugas dan tanggung jawab seorang murid
    • Membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniaan
    • Membersihkan niat, tidak menunda-nunda kesempatan belajar, bersabar dan qanaah
    • Pandai mengatur waktu.
    • Menyederhanakan makan dan minum
    • Berhati-hati (wara’).
    • Menghindari kemalasan.
    • Menyedikitkan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan.
    • Meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah.

Dalam hal ini terlihat, bahwa Hasyim Asy’ari lebih menekankan kepada pendidikan ruhani atau pendidikan jiwa, meski demikian pendidikan jasmani tetap diperhatikan, khususnya bagaimana mengatur makan, minum, tidur dan sebagainya. Makan dan minum tidak perlu terlalu banyak dan sederhana, seperti anjuran Rasulullah Muhammad saw. Serta jangan banyak tidur, dan jangan suka bermalas-malasan. Banyakkan waktu untuk belajar dan menuntut ilmu pengetahuan, isi hari-hari dan waktu yang ada dengan hal-hal yang bermanfaat.

  • Tugas dan tanggung jawab seorang guru
    • Memilih guru yang wara’.
    • Mengikuti jejak guru.
    • Memuliakan dan memperhatikan hak guru.
    • Bersabar terdapat kekerasan guru.
    • Berkunjung pada guru pada tempatnya dan minta izin lebih dulu.
    • Duduk dengan rapi bila berhadapan dengan guru.
    • Berbicara dengan sopan dan lembut dengan guru.
    • Dengarkan segala fatwa guru dan jangan menyela pembicaraannya.
    • Gunakan anggota kanan bila menyerahkan sesuatu pada guru.

Etika seperti tersebut di atas, masih banyak dijumpai pada pendidikan pesantren sekarang ini, akan tetapi etika seperti itu sangat langka di tengah budaya kosmopolit. Di tengah-tengah pergaulan sekarang, guru dipandang sebagai teman biasa oleh murid-murid, dan tidak malu-malu mereka berbicara lebih nyaring dari gurunya. Terlihat pula pemikiran yang ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari lebih maju. Hal ini, misalnya terlihat dalam memilih guru hendaknya yang profesional, memperhatikan hak-hak guru, dan sebagainya.

  • Etika terhadap buku, alat untuk memperoleh pelajaran dan hal-hal yang berkaitan dengannya yaitu :
    • Menjadi insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
    • Insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat

Related posts