Biografi Singkat Imam Suyuthi : Profil, Pendidikan, Karya dan Pemikiran

Biografi Singkat Imam Suyuthi : Profil, Pendidikan, Karya dan Pemikiran

Biografi Singkat Imam Suyuthi | Profil Imam Suyuthi | Pendidikan Imam Suyuthi | Karya Imam Suyuthi | Pemikiran Imam Suyuthi | Wislahcom | Referensi |

Profil Imam Suyuthi

Nama lengkapnya adalah Abdul Rahman bin al-Kamal bin Abu Bakar bin Muhammad bin Sabiq al-Suyuthi. Ada yang menambahkan Al-Hafizh Abdurrahman ibnu Al- Kamal Abi Bakr bin Muhammad bin Sabiq ad-Din Ibn Al-Fakhr Utsman bin Nazhir ad-Din al-Hamam al-Khudairi al-Sayuthi. Dalam kitab Mu’jam al-Mallifin ditambahkan dengan Athaluni al-Mishri Asy-Syafi’i, dan diberi gelar Jalaluddin, serta di panggil dengan nama Abdul Fadhal. Sebutan al-Suyuthi diambil dari nama daerah tempat kelahirannya Suyuth yakni sebuah daerah pedalaman di Mesir. 

Ia juga diberi gelar Ibnu Al-Kutub karena dilahirkan di antara buku-buku milik Ayahnya dan karena ketika ia lahir, ia diletakkan ibunya di atas buku. Beliau hidup pada masa dinasti Mamluk pada abad ke-15 M dan berasal dari keluarga keturunan Persia yang pada awalnya bermukim di Baghdad kemudian pindah ke Asyuth. Keluarga ini merupakan orang terhormat pada masanya dan ditempatkan pada posisi-posisi penting dalam pemerintahan. Beliau dilahirkan di sebuah daerah yang terletak di Mesir yakni Suyuthi pada awal bulan Rajab tahun 849 H, dan hidup menjadi seorang piatu setelah ibunya wafat sesaat setelah beliau lahir, dan setelah usianya baru beranjak lima tahun Ayahnya pun pergi menyusul Ibunya.


Ia hidup di lingkungan yang penuh dengan keilmuan serta ketakwaan. Kedua matanya terbuka pada keilmuan dan ketakwaan karena Ayahnya tekun mengajarkan membaca Alquran dan ilmu pengetahuan. Ketika ayahnya meninggal pada tahun 855 H, ia telah hafal Alquran sampai surat al-Tahrim padahal usianya masih kurang dari 6 tahun, dan ketika usianya kurang dari 8 tahun, ia telah menghafal seluruh Alquran. Setelah Ayahnya meninggal, ia dibimbing oleh Muhammad bin Abdul Wahid sampai usia 11 tahun.

Dengan keadaan yatim piatu tidak membuat dia patah semangat dalam mengarungi samudera ilmu pengetahuan. Al-Dzahabi menjelaskan bahwa Imam Jalaluddin al-Suyuthi merupakan orang yang paling alim di zamannya dalam segala disiplin ilmu, baik yang berkaitan dengan Alquran, hadits, rijal dan gharib al-hadits. Dalam sebuah kesempatan Imam Jalaluddin al-Suyuthi pernah mengungkapkan bahwa beliau hafal hadits sebanyak 200.000 hadits, bahkan beliau pernah mengatakan “sekiranya saya menemukan lagi hadits yang labih banyak dari jumlah tersebut, saya pasti bisa menghafalnya”.

Salah satu kelebihan al-Suyuthi adalah beliau pernah bermimpi bertemu dengan Rasulullah saw, dalam mimpi tersebut beliau sempat bertanya kepada Nabi “apakah saya termasuk ahli surga? Kemudian Nabi menjawab ya, kemudian beliau bertanya lagi”apakah saya akan di’azab terlebih dahulu ya Rasul? Kemudian Rasul menjawab “tidak”.  Selain dari menghafal Alquran, hadits beliau juga mampu menghafal berbagai kitab yang membahas berbagai ilmu pengetahuan, sebagian diantaranya adalah kitab Umdah al-Ahkam, Alfiyyah ibnu Malik, Minhaj al-Thalibin, dan lain-lain. Setelah al-Suyuthi berusia 40 tahun yakni sekitar tahun 809 H, beliau mulai sibuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, berpaling dari dunia dan segala kemewahannya, bahkan beliau sempat tidak mengenal orangorang sekitarnya. Selain dari beribadah, pada usianya yang seperti itu beliau juga meninggalkan profesinya sebagai mufti, mengajar, sekaligus mengurangi kegiatannya dalam menulis. Imam Jalaluddin al-Suyuthi wafat pada malam Jum’at tanggal 19 Jumadil Awal 911 H/ 1505 M, genap berusia 61 tahun 10 bulan 18 hari, seminggu sebelum wafat beliau sempat menderita sakit di bagian tangan kiri sehingga mengakibatkan beliau berpulang ke rahmatullah. Imam Jalaluddin al-Suyuthi dimakamkan di Husy Qushun di luar Bab Qarafah, Kairo.

Imam Suyuthi telah menghabiskan umurnya untuk mengajar, memberikan fatwa dan mengarang. Akan tetapi menjelang usia tuanya ia meninggalkan tugas mengajar dan berfatwa, dan lebih memilih ber-uzlah dari keramaian dunia untuk beribadah dan mengarang saja. Imam agung ini meninggal pada usia 61 tahun 10 bulan 18 hari, yaitu pada malam Jum’at tanggal 19 Jumadil Ula tahun 911 H. Di Khusy Qusun di luar pintu Qarafah Kairo, Mesir, jasad mulianya disemayamkan. Letaknya berdekatan dengan makam Imam Syafi’i dan Imam Waqi’ (guru Imam Syafi’i). Makamnya selalu tertutup, tidak bisa masuk ke dalam kecuali dengan menghubungi juru kunci. Namun menurut al-Idrusi, “Imam as-Suyuthi meninggal pada waktu Ashar tanggal 19 Jumadil Ula tahun 911 H/1505 M. Beliau dishalatkan di Masjid Jami’ al-Afariqi di ruangan bawah. Kemudian beliau dimakamkan di sebelah timur pintu al-Qarafah. Sebelum meninggal dia mengalami sakit selama 3 hari.”  Makam Imam Suyuthi hanya berjarak ± 3 km dari Universitas Al-Azhar, itu artinya hanya butuh belasan menit dengan berkendara bus, taxi atau rent car untuk menuju ke sana. Disamping juga letaknya yang sangat strategis, kurang lebih 50 meter dari Mahattah Sayyidah Aisyah.

Pendidikan Imam Suyuthi

Karir pendidikan Imam Suyuthi dimulai dari perhatian ayahnya terhadap pendidikannya, karena kehadiran Suyuthi disambut baik oleh ayahnya bahkan ia memberikan perhatian penuh terhadap Suyuthi, mendidiknya menghafal al- Qur’an, bahkan menemaninya belajar Hadits kepadaIbnu Hajar al-Asqalani. Maka Suyuthi kecilnya tumbuh dengan baik karena mendapat perhatian yang utuh dari orang tua dan para gurunya.

Ia mampu menyelesaikan studinya di Masjid al- Syaikhuni setelah kematian ayahnya. Berkat kecerdasannya, ia mampu menghafalkan al-Qur’an sebelum genap berusia 8 tahun. Setelah menghafal al-Qur’an, ia melanjutkan petualangan intelektualnya dengan mendalami fiqih mazhab Syafi’i kepada ‘Alamuddin al-Bulqaini dan diteruskan dengan putra al-Bulqaini. Ia mendalami ilmu-ilmu keagamaan dan bahasa Arab dengan Syeikh Syarafuddin al-Minawi dan Muhyiddin al-Kafiyaji (w. 889 H).

Selanjutnya mendalami kitab Shahih Muslim, as-Syifa fi Ta’rif Huquq al-Musthafa, dan sebagainya bersama Syeikh Syamsuddin Muhammad Musa.Kemudian mempelajari Hadits dan bahasa Arab sekitar empat tahun bersama Taqiyuddin al-Syumani al-Hanafi (w. 872 H). Untuk menambah khazanah pengetahuannya, sebagaimana dilakukan kalangan muhadditsin untuk mencari riwayat dan sanad superior maka Suyuthi mengembara ke Syiria, Yaman, India, Maroko, dan wilayah Islam lainnya.

Ia pun berkali-kali mengunjungi Hijaz baik untuk menunaikan ibadah haji maupun menimba pengetahun. Namun, ia belum merasa puas bila hanya mendapatkan pengetahuan lewat buku-buku yang ditelaahnya. Karena itu, ia sering pula berguru secara langsung dengan ‘ulama yang ada saat itu.

Karya Imam Suyuthi

Ketika Imam as-Suyuthi berusia 40 tahun beliau memilih menyendiri dan meninggalkan semua aktifitasnya, baik mengajar dan berfatwa. Beliau memfokuskan diri untuk beribadah dan menulis buku. Banyaknya tawaran dan hadiah yang datang silih berganti dari para pejabat dan penguasa negeri Mesir kala itu, sama sekali tak digubrisnya. Hasilnya, dalam rentang waktu 22 tahun beliau mampu menulis buku yang dalam hitungan az-Zirikli mencapai angka 600 kitab, baik yang tebal maupun risalah-risalah singkat.4 Karya-karya beliau mencakup ke berbagai cabang ilmu, mulai dari aqidah, ushul, fiqih, tafsir, hadist, sejarah, bahasa Arab, dsb. Berikut penulis sajikan beberapa karya Imam as-Suyuthi:

  • Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an
  • Tafsir al-Jalalain
  • Jami’ ash-Shagir
  • Al-Asybah wa an-Nazhair di bidang qowaid fiqhiyah
  • Syarh Sunan Ibnu Majah
  • Al-Asybah wa an-Nazhair di bidang nahwu
  • Ihya’ul Mayyit bi Fadhaili Ahlil Bait
  • Al-Jami’ al-Kabir
  • Al-Hawi lil Fatawa
  • Al-Habaik fi Akhbar al-Malaik
  • Ad-Dar al-Mantsur fi at-Tafsir bil Ma’tsur
  • Ad-Dar al-Muntatsirah fi al-Ahadits alMusytahirah
  • Ad-Dibaj ‘ala Shahih Muslim bin al-Hajjaj
  • Ar-Raudh al-Aniq fi Fadhli ash-Shadiq
  • Al-‘Urf al-Wardi fi Akhbari al-Mahdi
  • Al-Gharar fi Fadhaili ‘Umar
  • Alfiyatu as-Suyuthi
  • Al-Kawi ‘ala Tarikh as-Sakhawi
  • Al-La āli’ al-Mashnu’ah fi al-Ahadits alMaudhu’ah
  • Al-Madraj ila al-Mudraj
  • Al-Mazhar fi Ulum al-Lughah wa Anwa’uha
  • Al-Mahdzab fimā Waqa’a fi al-Qur’ān min alMu’rab
  • Asbāb Wurud al-Hadits
  • Asrār Tartib al-Qur’ān
  • Anmudzaj al-Labib fi Khashāis al-Habib
  • Irsyad al-Muhtadin ilā Nashrati al-Mujtahidin
  • I’rāb al-Qur’ān
  • Ilqām al-Hajar liman zakā sāb Abi Bakr wa ‘Umar
  • Tārikh al-Khulafā’
  • Tahdzir al-Khawash min Ahadits al-Qashash
  • Tuhfatu al-Abrār binakti al-Adzkār anNawawiyyah
  • Tadrib ar-Rāwi fi Syarhi Taqrib an-Nawāwi
  • Tazyin al-Mamālik bi Manaqib al-Imām Mālik
  • Tamhid al-Farsy fi al-Khishāl al-Maujibah li Zhil al-‘Arsy
  • Tanwir al-Hawalik Syarh Muwaththa’ Mālik
  • Tanbih al-Ghabiyy fi Tibra’ati Ibni ‘Arabi
  • Husnu al-Muhādharah fi Akhbār Mishr wa al-Qāhirah
  • Durr as-Sihābah fiman dakhala Mishr min ash-Shahābah
  • Dzam al-Makas
  • Syarh as-Suyuthi ‘ala Sunan an-Nasā’i
  • Shifatu Shāhibi adz-Dzauqi ‘Aini al-Ishābah fi Ma’rifati ash-Shahābah
  • Kasyf
  • As-Salim 44.Thabaqāt al-Huffādz
  • Thabaqat al-Mufassirin
  • ‘Uqudul Jimān fi ‘ilmi al-Ma’āni wa al-Bayān
  • ‘Uqudu az-Zabarjid ‘ala Musnad al-Imām Ahmad fi I’rāb al-Hadits
  • Al-Mughthi fi Syarhi al-Muwaththa’
  • Lubb al-Lubbāb fi Tahrir al-Ansāb
  • Al-Bāb al-Hadits 51.Al-Bāb an-Nuqul fi Asbāb an-Nuzul
  • Mā Rawāhu al-Asāthin fi ‘Adami al-Maji’i ilā as-Salāthin
  • Musytahā al-Uqul fi Muntaha an-Nuqul
  • Mathla’ al-Badrain fiman Yu’ti Ajruhu Marratain
  • Miftāhu al-Jannah fi al-I’tishām bi as-Sunnah
  • Miftahamāt al-Aqrān fi Mubhamāt al-Qur’ān
  • Nazham al-Aqyān fi A’yān al-A’yān
  • Ham’u al-Hawami’ Syarhu Jam’u al-Jawami’
  • At-Tahadduts bi Ni’matillah
  • Mu’jam al-Mu’allafāt as-Suyuthi
  • Fahrusat Mu’allafātii
  • Al-Fāruq baina Al-Mushanif wa as-Sariq
  • Thibb an-Nufus
  • Nawadhir al-Ayak fi Ma’rifati al-Niyak
  • Ar-Rahmah fi ath-Thibbi wa al-Hikmah.

Pemikiran Imam Suyuthi

Tafsir al-Durr al-Mantsur

Kitab al-Durr al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur adalah sebuah kitab tafsir yang ditulis oleh Imam Jalaluddin al-Suyuthi, ulama produktif yang memiliki ratusan karya cemerlang. Tafsir ini pada dasarnya adalah ringkasan dari kitab Turjuman Al-Qur’an yang beliau karang sendiri. Beliau bermaksud meringkas hadits-hadits dengan hanya menyebutkan matannya saja tanpa menyertakan sanad yang panjang secara lengkap.


Imam al-Suyuthi menulis tafsir ini dengan mengutip riwayat-riwayat dari Al-Bukhori, Muslim, An-Nasa’I, Al-Tirmizi, Abu Daud, Ibnu Jarir, Ibnu Hatim dan lain-lain. Namun beliau tidak memilah antara riwayat shahih dan dhaif bahkan mencampur keduanya. Padahal beliau terkenal sebagai ahli riwayat dan sangat memahami seluk beluk ilmu hadits. Sehingga terkesan aneh bila kemampuan tersebut tidak dioptimalkan dalam tafsir ini. Namun berbeda dengan kitab tafsir lainnya, tafsir ini merupakan satu-satunya tafsir bil ma’tsur yang hanya memuat hadits-hadits saja.  Sebagaimana yang dipaparkan oleh al-Suyuthi dalam Muqaddimahnya sebagai berikut:

 “Artinya: Setelah Aku menyusun kitab Turjuman al-Qur’an ia merupakan tafsir yang bersambung dari Rasulullah dan para sahabatnya, dan Alhamdulillah kitab ini selesai sempurna dalam beberapa jilid, maka ada yang saya sampaikan di dalamnya dari atsar (jejak) dengan sanad-sanad kitab yang ditakhrij darinya. Aku berpendapat bahwa keterbatasan kebanyakan hasrat dari mencapainya dan kegemaran mereka dalam meringkas matan hadits tanpa isnad dan tidak panjang lebar, maka aku merangkum darinya dengan ringkasan pada matan dari atsar bersumber pada riwayat dan takhrij dalam kitab yang diperhitungkan. Aku beri nama kitab tersebut dengan al- Durr al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur (Mutiara yang ditaburkan pada Tafsir bi al-Ma’tsur).”

Dalam menafsirkan al-Qur’an Jalaluddin al-Suyuthi memuat berbagai hadits dan munasabah ayat yang diperlukan untuk menjelaskan suatu ayat al- Qur’an, sehingga dengan keadaan seperti itu, ketika menela’ah kitab tersebut akan sangat terasa bahwa kitab tersebut sesuai dengan namanya yakni Tafsir bi al-Ma’tsur, sebab hampir seluruh unsur-unsur Tafsir bi al-Ma’tsur tercakup dalam kitab tersebut.

Tafsir karya Jalaluddin al-Suyuthi yang berjudul al-Durr al-Mantsur diterbitkan oleh Darr al-Kutub al-Islami di Bairut Libanon pada tahun 1990 dan disusun menjadi enam jilid,3 sedangkan pada penerbit Darr al-Fikr Bairut kitab tersebut terdiri dari delapan jilid. Masing-masing jilid terdiri dari beberapa surat yang dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al- Nass. Untuk lebih memudahkan pemahaman, berikut ini penulis akan mengemukakan secara ringkas bagian-bagian surat yang terdapat dalam masing-masing kitab tafsir tersebut:

Bagian surat yang terdapat dalam kitab tafsir yang disusun menjadi enam jilid adalah sebagai berikut:

1. Jilid I terdiri dari surat al-Fatihah sampai surat al-Baqarah

2. Jilid II terdiri dari surat Ali Imran samapi surat al-Ma’idah

3. Jilid III terdiri dari surat al-An’am sampai surat Hud

4. Jilid IV terdiri dari surat Yusuf sampai surat al-Hajj

5. Jilid V terdiri dari surat al-Mu’minun sampai surat al-Jatsiyah

6. Jilid VI terdiri dari surat al-Ahqaf sampai surat al-Nass.

Sedangkan rician kitab yang tersusun menjadi delapan jilid adalah sebagai berikut:

1. Jilid I terdiri dari surat al-Fatihah – al-Baqarah ayat 252

2. Jilid II terdiri dari surat al-Baqarah ayat 253- al-Nisa

3. Jilid III terdiri dari surat al-Maidah – al-A’raf

4. Jilid IV terdiri dari surat al-Anfal – al-Ra’d

5. Jilid V terdiri dari surat Ibrahim – al-Anbiya

6. Jilid VI terdiri dari surat al-Hajj – Saba’

7. Jilid VII terdiri dari surat Fathir – al-Rahman

8. Jilid VIII terdiri dari surat al-Waqi’ah – al-Nass.

Pada masing-masing terbitan tersebut terdapat perbedaan, pada terbitan yang bersumber dari Darr al-Kutub al-Islamiyah pada bagian akhir dicantumkan awal ayat serta tempatnya. Sedangkan pada terbitan Darr al-Fikr dicantumkan awal matan hadits dan awal ayat serta tempatnya, Sehingga meskipun al-Suyuthi memuat jumlah riwayat yang sangat banyak dalam kitabnya sangat mudah bagi seseorang jika ingin mencari sebuah hadits dalam kitab tafsir al-Durr al-Mantsur jika merujuk kepada kitab terbitan Darr al- Fikr.

Sistematika, Metode, Contoh dan sumber-sumber Penafsiran Jalaluddin al-Suyuthi dalam Tafsir al-Durr al-Mantsur fi Tafsir al- Ma’tsur

Sebelum menjelaskan tentang metode yang digunakan al-Suyuthi dalam menafsirkan al-Qur’an, penulis merasa perlu untuk menjelaskan sistematika penulisan tafsir al-Durr al-Mantsur karya Imam al-Suyuthi. Adapun sistematika penulisan tafsir ini adalah sebagian besar memberikan penekanan penjelasan ayat berdasarkan riwayat-riwayat yang berasal dari hadits-hadits Nabi, pendapat para sahabat, tabi’in, dan pandangan-pandangan Imam qira’at.

Riwayat-riwayat tersebut dikutip oleh al-Suyuthi untuk menjelaskan ayat yang berkaitan dengan asbab nuzul, munasabah ayat dan aspek lain yang terkandung didalam ayat yang di tafsirkan tanpa mengikutsertakan pendapatnya. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam menafsirkan al- Qur’an para ulama menggunakan metode atau langkah-langkah dan kecendrungan yang berbeda-beda, demikian juga yang dilakukan oleh Imam Jalaluddin al-Suyuthi.

Beliau dalam menyusun sebuah kitab tafsir juga menggunakan salah satu metode seperti yang digunakan oleh mufassir yang lain. Adapun metode yang digunakan al-Suyuhti dalam menyusun kitab tafsir al-Durr al-Mantsur ini adalah metode tahlili yaitu sebuah metode yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam al-Qur’an serta menerangkan makna-makna yang terkandung di dalamnya dari berbagai seginya.

Sedangkan jika ditinjau dari segi sumbernya Imam al-Suyuthi menggunakan sumber ma’tsur yaitu menafsirkan ayat berdasarkan pada ayat dengan ayat, ayat dengan hadits, ayat dengan qaul sahabat, dan ayat dengan qaul tabi’in.5 Untuk lebih jelasnya berikut penulis cantumkan beberapa contoh penafsiran Imam Jalaluddin al- Suyuthi dalam kiabnya Al-Durr Al-Mantsur tersebut:

  • Surat Al-Fatihah : 
    • Ayat ke- 4

Imam Jalaluddin al-Suyuthi dalam menafsirkan lafaz ملك pada ayat tersebut mengutip beberapa riwayat, diantaranya adalah sebagai berikut :

  • Menurut riwayat Al-Tirmidzi, ibn Abi Ad-Dunya, ibn al-Anbari mereka menemukan dalam kitab al-Mashohif dari ibn Salamah bahwa Rasulullah SAW membaca ayat tersebut dengan cara membaca pendek pada huruf mim tanpa memakai alif. Al-Anbari juga menerima dari Anas bin Malik ia berkata: Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, Thalhah, al-Zubair bin Awwam, Abdur Rahman bin ‘Auf, Mu’az bin Jabal mereka membacanya dengan ملك tanpa menggunakan alif.
  • Menurut riwayat Ahmad bin Hanbal dalam kitab Zuhud, al- Tirmidzi Abi Daud, ibn al-Anbari dari Anas bin Malik, bahwa Nabi SAW, Abu Bakar, Umar, Usman mereka membacanya dengan menggunakan alif setelah mim. Hal yang sama juga telah diungkapkan oleh Said bin Mantsur, Abi Daud dalam kitab al- Mashohif dari bapaknya bahwa Nabi SAW, Abu Bakar, Umar, Usman membaca ayat tersebut dengan panjang pada huruf mim. Adapun pengertian lafazh malik tersebut jika dibaca panjang pada huruf mim maka maknanya adalah bahwa Allah yang mengatur segala urusan pada hari kiamat, sedangkan jika dibaca pendek maka maknanya adalah Allahyang mengatur segala urusan baik di dunia maupun di akhirat, baik yang bersifat larangan maupun perintah.
    • ayat ke- 6

Sedangkan pada lafazh الصراط dari ayat di atas al-Suyuthi mengutip berbagai riwayat yang berkaitan dengan cara bacaan pada lafazh tersebut antara lain:

  • Menurut riwayat al-Hakim, al-Dzahabi dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah SAW mambaca lafazh tersebut menggunakan huruf shad (الصراط)
  • Menurut riwayat Sa’id bin al-Manshur, Abdu bin Humaid, al- Bukhari, al-Anbari dari ibn Abbas beliau membaca ayat tersebut dengan menggunakan sin (السراط)
  • Menurut riwayat ibn al-Anbari dari al-Farra’ ia berkata imam Hamzah membaca lafazh tersebut dengan menggunakan huruf zai .(الزراط) Adapun makna dari ketiga lafazh tersebut adalah sebagaimana riwayat yang bersumber dari Waki’, Abdu bin Humaid, ibn Jarir, ibn al-Mundzir, al- Hakim dari Jabir bin Abdullah makna dari lafazh المستقیم اط صر adalah agama Islam, jalan yang lurus yaitu agama Allah.

Related posts