Biografi Singkat Ibnu Sabi’in : Profil, Pendidikan, Karya, dan Pemikiran

Biografi Singkat Ibnu Sabi’in : Profil, Pendidikan, Karya, dan Pemikiran

Biografi Singkat Ibnu Sabi’in | Profil Ibnu Sabi’in | Pendidikan Ibnu Sabi’in | Karya Ibnu Sabi’in | Pemikiran Ibnu Sabi’in | Wislahcom | Referensi |

Profil Ibnu Sabi’in

Nama lengkapnya adalah Abdul Haqq bin Ibrahim Muhammad bin Nashr. Ia merupakan kelompok sufi yang juga filsuf dari Andalusia. Ia terkenal di Eropa karena tanggapannya atas pernyataan Raja Frederik II, penguasa Sicilia. Ibnu Sab’in lahir pada tahun 614 H (1217-1218 M) di kawasan Murcia, Spanyol. Ibnu Sab’in mempunyai asal-usul dari kalangan Arab. Ia mempelajari bahasa dan sastra Arab pada gurunya. Ia mempelajari ilmu agama dari Mahzab Maliki, ilmu logika, dan filsafat. Di antara guru-gurunya adalah Ibnu Dihaq, yang dikenal dengan Ibnu Al-Mir’ah, pensyarah karya Al-Juwaini.

Ibnu Sab’in memiliki karya sebanyak 41 judul, yang menguraikan tasawufnya secara teoritis maupun praktis, dengan cara yang ringkas maupun panjang lebar. Karyakaryanya menggambarkan bahwa pengetahuan Ibnu Sab’in cukup luas dan beragam. Ia mengenal berbagai aliran filsafat Yunani, Persia, India, dan hermetisisme. Di samping itu, ia juga menelaah karya-karya filsuf Islam bagian Timur, seperti AlFarabi dan Ibnu Sina. Pengetahuannya tentang aliran tasawuf begitu mendalam. Ini semua tampak jelas dari kritiknya terhadap para filsuf, dan sufi sebelumnya. Dia juga menguasai aliran-aliran fiqh, karena itu dia juga seorang fakih.


Pendidikan Ibnu Sabi’in

Ibnu Sabi’in dilahirkan tahun 614 H (1216/1217) di Murcia, Spanyol. Ia memunyai asal usul Arab dan mempelajari bahasa Arab dan sastra pada kelompok gurunya dan mempelajari ilmu-ilmu Agama dari mahdzab Maliki, ilmu-ilmu logika dan filsafat.

Guru-gurunya: Ibn Dihaq yang terkenal dengan Ibnu Al-Mir’ah (meninggal tahun 611 H), Penyarah karya Al-Juwaini, Al-Irsyad. Karena Ibnu Sabi’in lahir tahun 614 H, sementara Ibn Dihaqq meninggal tahun 611 H, jelaslah bahwa Ibnu Sabi’in menjadi Murid Ibn Dihaqq hanya melalui kajiannya terhadap karya-karya tokoh tersebut.

Begitu juga dalam hal hubungannya dengan dua gurunya yang lain, yaitu al-Yuni (meninggal tahun 622 H) dan Al-Hurani (meninggal tahun 538 H) yang keduanya ahli tentang huruf maupun nama. Menurut salah seorang murid Ibnu Sabi’in yang mensyarah kitab Risalah Al-Abd hubungan antara Ibnu Sabi’in dan gurunya tersebut lebih banyak terjalin melalui kitab daripada langsung.

Ibnu Sabi’in meninggalkan karya sebanyak empat puluh satu buah yang menguraikan tasawuf secara teoritis maupun praktis, dengan cara ringkas maupun panjang.

Karya-karya itu menggambarkan bahwa pengetahuan Ibnu Sabi’in cukup luas dan beragam. Dia mengenal berbagai aliran filsafat Yunani dan hermetitisme, Persia, dan India. Disamping itu dia juga banyak menelaah karya filosof Islam dari dunia Islam bagian timur, seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, dan filosof Islam bagian barat seperti Ibnu Bjah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd. Bahkan dia begitu meguasai kandungan Risalah Ikhwan Asy-Shofa secara terperinci, mengetahui aliran Asy’ariyyah, disamping itu juga beliau menguasai aliran fiqih.

Karya Ibnu Sabi’in

Pada tahun 648 H Ibnu Sab’in sampai di Kairo. Akan tetapi, para fuqaha dunia Islam bagian barat mengirimkan seorang utusan ke Mesir, memperingatkan penduduk negeri itu bahwa Ibnu Sab’in adalah seorang ateis yang menyatakan kesatuan Khalik dengan makhluk. Mungkin karena itu, penduduk Mesir kurang begitu antusias menyambutnya. Di samping itu, di Mesir, juga dimusuhi Quthbuddin Al-Qasthalani (meninggal tahun 686 H), yang menyusun sebuah karya untuk menentang pendapatnya.


Oleh karena itu, sekali lagi dia harus pergi, dan dia pun pergi ke Mekah. Penguasa Mekah ketika itu, Abu Nami, menyambut baik kedatangannya. Kepergian Ibnu Sab’in dari Mesir ke Mekah dikarenakan dia dituduh menyebarluaskan ajaran Syi’ah. Ibnu Sab’in mengemukakan bahwa Azh-Zhahir Baybars, penguasa Mesir ketika itu, meminta agar dia meniggalkan negeri tersebut. Dia tidak berada di Mekah ketika Azh-Zhahir mengunjungi Mekah tahun 667 H untuk melaksanakan ibadah haji.

Di Mekah, Ibnu Sab’in memperoleh kehidupan yang tenang dan tentram. Dan dia kembali menyiarkan seruannya, menyusun sebagian karyanya, dan menulis ba’iat penduduk Mekah kepada Sultan Zakaria ibn Abu Hafsh, Raja Afrika. Di kota ini pula, dia mengadakan korespondensi dengan Najmuddin ibn Israili, murid Ibnu Arabi.

Di samping itu, dia juga mempunyai hubungan yang baik dengan raja Yaman, yaitu Al-Muzaffar Syamsuddin Yusuf. Kemudian, dua tahun terakhir pada kehidupannya, fuqaha Mekah mulai memusuhinya, sehingga dia berpikir untuk ke India, tetapi sebelum tercapai maksudnya, dia telah meninggal dunia (669 H).

Ibnu Sab’in meninggalkan karya sebanyak empat puluh satu buah 43 yang menguraikan tasawufnya secara teoritis ataupun praktis, dengan cara yang ringkas ataupun panjang lebar. Kebanyakan karyanya telah hilang. Karya-karya itu tampak bahwa pengetahuan Ibnu Sab’in cukup luas dan beragam.

Dia mengenal berbagai aliran filsafat Yunani, dan filsafat-filsafat Hermetitisme, Persia, dan India. Pengetahuannya tentang aliran tasawuf begitu mendalam. Ibnu Sab’in mendirikan suatu tarekat yang di kenal dengan tarekat As-Sab’iniyyah.

Para pengikutnya memakai pakaian khusus yang dikecam para fuqaha, dan tarekat ini mempunyai sanad yang aneh. Dari sini, kita dapat memperoleh gambaran bahwa tarekat tersebut bercorak sinkretis dan mengompromikan berbagai aliran, di antaranya bercorak Islam, Yunani, dan Timur Kuno. Tampaknya tarekat itu tetap bertahan sampai ke Ibnu Taimiyyah (meninggal tahun 728 H)

Pemikiran  Ibnu Sabi’in

Kesatuan mutlak/Wihdatul al-Mutlaqah

Ibnu Sabi’in adalah seorang penggagas sebuah paham dalam kalangan tasawuf filosofis yang dikenal denan paham kesatuan mutlak. Gagasan esensisal pahamnya sederhana saja, yaitu wujud ialah satu ialah wujud Allah semata, wujud lainnya itu wujud yang satu itu sendiri. Dengan demikan wujud kenyataanya hanya satu persoalan yang tetap. Paham ini lebih dikenal dengan sebutan paham kesatuan mutlak.

Tidak ada Pluralisme dalam wujud

Manusia berada di dalam alam. Dan semua alam (pluralisme) adalah penyerupaanya. Sementara entitas yang menyerupai dengan sesamanya adalah satu. Maka alam dan manusia adalah satu. Kemudian di dalam pembahasan relasi antara Allah, alam semesta, dan manusia, yang dipersepsikan sebagai entitas-entitas yang mandiri dan berbeda oleh para filsuf, sementara oleh Ibnu Sab’in dipersepsikan sebagai entitas yang satu atau manunggal. Karena wujud adalah Esa. Dan semua dualisme dan pluralisme di dalam wujud adalah tidak tepat dan illusi, maka tidak ada yang kekal segala sesuatu kecuali wujud mutlak yang meliputi semua entitas, di mana entitas esensi bagi semua maujud dan entitas-entitas lain adalah Allah. Dan al-Haq adalah sebab bagi segala yang maujud.

Ittihad

Orang yang membenci Ibnu Sab’iin berpendapat bahwa Konsepsi ittihad yang di yakini ibnu sab’iin telah mengantar pada kematianya yang misterius, dikatakan meninggalnya beliau dengan bunuh diri, karena didorong oleh cinta yang tidak bisa dibendung untuk segera bersatu dengan Tuhan (ittihad). Pendapat ini tidak sesuai dengan pengetahuan kita tentang ittihad, di mana para asketis yang beraliran itthad tetap memperkukuh kehidupannya, dengan tanpa “perlu” untuk bunuh diri. Ibnu Sab’in wafat dengan bunuh diri. Selain itu, terkait kematianya banyak sekali pendapat, ada yang mengtakan bahwa meninggalnya akibat diracun dan sebagainya, namun yang pasti bahwa kematianya tidak wajar.

Menurut Ibnu Sab’in kesatuan eksistensi adalah kriteria bagi eksistensi pemahaman, pemeriksaan terhadap berbagai fenomena yang ada akan bertentangan dengan kesatuan tersebut, sehingga akan berarti postulasi dari ide Tuhan yang unggul dan terpisah dari ciptaannya .

Related posts